Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Anies Baswedan: Undang-Undang ITE Perlu Direvisi

2 Desember 2023   05:39 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:34 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres Anies Baswedan diwawancara wartawan usai dialog dengan Pers di PWI Pusat Jakarta, Jumat (1/12) siang. (Foto: Jimmy S Harianto)

Demokrasi itu pilarnya trust, kepercayaan. Trust pada institusi. Mulai dari institusi kepresidenan, institusi perwakilan, institusi hukum, institusi judiciary, dan itu semua trust itu harus ditinggikan...

"Kalau menurut saya, trust ini harus kita jaga. Supaya Indonesia tetap berada di jalur negara hukum. Dan ini membutuhkan komitmen, dan membutuhkan pengawasan dari kita semuanya," kata Capres nomor 1, Anies Baswedan dalam dialog dengan insan pers di kantor Pusat Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Jumat (1/12/2023).

Dialog dengan Anies Baswedan ini adalah matarantai kedua, berdialog dengan para Capres yang diselenggarakan dalam rangka Road to HPN (Hari Pers Nasional) dengan tema 'Mengawal Transisi Kepemimpinan dan Merawat Keutuhan Bangsa". Kata Marthen Susanto, Ketua Panitia HPN.

Dialog dengan Anies Baswedan kemaren diselenggarakan secara langsung, maupun live melalui zoom dengan seluruh anggota PWI Pusat dari Sabang sampai Merauke, dipimpin oleh Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun.

Sehari sebelumnya, insan pers di PWI Pusat juga berdialog dengan Capres nomor 3 Ganjar Pranowo di tempat sama. Dan dalam waktu dekat, PWI Pusat juga sudah mengundang untuk berdialog dengan Prabowo Subianto, Capres nomor 2 untuk melakukan dialog dalam rangka Road to HPN. Puncak Hari Pers-nya sendiri dilakukan pada 9 Februari 2024, hanya lima hari menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.

Tentang Demokrasi

"Demokrasi ini yang paling kita lihat sebagai sesuatu masalah. Kita ingin agar Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 itu terus terjaga. Yaitu hukum di atas kekuasaan. Karena Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Jangan sampai Indonesia bergeser menjadi negara kekuasaan," kata Anies Baswedan pula, "Dalam negara hukum, kekuasaan diatur hukum. Dalam negara kekuasaan, hukum diatur oleh kekuasaan," katanya.

"Hari ini saya melihat, kepercayaan ini mulai menurun. Dan kami (sebagai capres) melihat komitmen tentang hal ini. Insya Allah, dari sisi kami, kami akan pegang sebagai komitmen untuk menjaga Indonesia sebagai negara hukum, dan kami akan memberikan ruang kebebasan untuk berekspresi," kata Capres Nomor 1 ini pula.

"Kami juga melihat, ada pasal-pasal dalam perundangan kita yang menghambat orang untuk berani mengungkapkan pandangan. Termasuk dalam undang-undang ITE. Di situ ada pasal-pasal yang menurut kami itu perlu direvisi, hingga tidak menimbulkan rasa takut di dalam berekspresi," kata Anies, menegaskan.

"Saya beberapa kali mengatakan, selama di sosmed (sosial media) orang masih menyebut kata Indonesia dengan istilah Wakanda, dengan istilah Konoha, maka Indonesia masih ada masalah soal demokrasi. Anyhow, kita sudah berani menyebut dengan kata Indonesia, maka perasaan takut itu sudah tidak boleh ada. Berkali-kali kami katakan, takut itu hanya boleh ada di tempat yang otoriter," kata Anies.

Pemilu dan Pilpres

Indonesia sudah mengalami pemilu bebas lima kali sejak tahun 1999. Dan sebelum pemilu kita selalu berbicara tentang bagaimana bakal berlangsungnya pemilihan umum dan pemilihan presiden ini.

"Hari ini percakapan yang dominan adalah netralitas. Akankah terjadi kecurangan? Akankah ada problem sistemik. Itu artinya, tumbuh keraguan atas negara didalam menyelenggarakan salah satu ritual di dalam demokrasi. Ritual demokrasi ini adalah pemilu, yang waktunya hanya enam jam, jam 07.00 sampai 13.00, itu dikawatirkan semua orang. Apalagi muncul peristiwa, data KPU kemaren memberikan pesan kepada semua tentang penurunan trust yang agak serius," katanya.

"Yang tidak kalah penting, berkait dengan upaya anti korupsi, anti nepotisme. Kami memandang perlu mengembalikan institusi penegak hukum, khususnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), menjadi sebuah badan yang kembali independen. Kembali memiliki posisi yang kuat. Dan diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Supaya tempat ini menjadi barometer tertinggi di dalam pemberantasan korupsi. Siapapun yang terpilih menjadi komisioner KPK harus tanda tangan pernyataan, mentaati seluruh kode etik dan bila melanggar kode etik maka ia harus mengundurkan diri," kata Anies.

"Karena itu menurut saya, KPK itu bukan sekadar mentaati aturan hukum. Dia harus lebih tinggi dari aturan hukum. Dia harus bicara kepatutan. Dan kepatutan itu di tingkat kode etik. Ini yang harus dijaga. Karena kalau tidak, wibawa dan upaya pemberantasan korupsi ini turun," katanya.

Media tidak harus netral

Dalam pandangan Anies Baswedan, menghadapi situasi politik yang bermasalah, media tidak harus netral. Apabila terjadi pelanggaran, media tidak boleh netral. Justru harus obyektif dan tetap independen.

"Netral itu adalah sikap yang muncul dari assessment obyektif. Yang harus dijaga menurut kami adalah obyektivitasnya. Dan tentu saja juga, harus dijaga pula independensinya," kata Anies, ketika menjawab pertanyaan dari Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo Pemimpin Redaksi Suara Merdeka.

Soal Pemilu

"Kami melihat partisipasi publik yang lebih banyak di dalam mengawasi proses ritual demokrasi ini (saat Pemilu dan Pilpres). Yang diselamatkan itu bukan suaranya capres. Bukan suaranya partai. Yang perlu diselamatkan itu adalah suaranya rakyat. Dan itu harus kita bersama-sama menjaganya," kata Anies, menanggapi pertanyaan seputar munculnya keraguan akan Pemilu dan Pilpres mendatang akan berjalan jujur dan adil.

"Jadi kalau boleh saya mengundang pada masyarakat sipil, kepada organisasi-organisasi yang memiliki jaringan di masyarakat yang luas, itu untuk membentuk relawan, pengawas luar TPS yang tidak memerlukan identifikasi apa-apa. Hanya ikut mengawasi dari luar sebagai ikhtiar kita untuk menjaga kualitas demokrasi," kata Anies.

Meski demikian, Anies mengaku masih berpandangan optimis, walaupun ada keriuhan menanggapi bakal pelaksanaan Pemilu dan Pilpres pada 14 Februari 2024 nanti. "Aparatur-aparatur kita itu dalam situasi punya tanggung jawab moral untuk menjaga ini dengan benar. Dan kalau itu sampai terganggu, maka hasil legitimasi hasil pemilu juga terganggu," katanya.

"Jadi menurut saya, siapapun yang bertanding hari ini, itu memiliki kepentingan agar hasilnya bukan saja baik, akan tetapi juga hasilnya mendapatkan legitimasi. Dan ongkos legitimasi itu mahal sekali," kata Anies, "Kita menyaksikan apa yang terjadi di bulan Maret tahun 1998, ketika secara legal (Soeharto) itu terpilih, tetapi secara legitimasi tidak ada. Bertahannya berapa lama? Hanya dua bulan...," kata Anies.

Semua pihak, kata Anies, berkepentingan untuk menjaga legitimasi itu. Begitu juga dengan aparat keamanan. Walaupun ada sinyalemen ini dan itu, Anies masih yakin bahwa aparat keamanan, polisi, TNI, kejaksaan didalam jajaran sampai ke bawah, itu dalam posisi harus menjaga agar republik ini tetap tenang, aman, damai.

"Kedamaian itu bukan ditandai dengan tiadanya konflik. Kedamaian itu ditandai dengan rasa keadilan. Jadi, bila di dalam pemilu itu ada rasa keadilan, maka akan ada kedamaian. Bila disitu tidak terjadi rasa keadilan, disitu muncul gejala ketidak damaian. Ini yang menurut saya perlu kita pegang," kata Anies Baswedan, yang siang itu di PWI Pusat didampingi sejumlah unsur partai pengusungnya.

Soal IKN

Di berbagai media, ditayangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas akan menolak IKN (Ibu Kota Nusantara, yang akan dipindah ke Kalimantan Timur). Anies Baswedan bersikap lebih diplomatis.

"Kami melihat ini bukan semata-mata IKN-nya. Tetapi kita memiliki tantangan pembangunan yang banyak dan urgen. Lalu, kita memiliki sumber daya fiskal yang terbatas.," kata Anies.

Undang-undang IKN itu sudah diterbitkan. Sudah mau dilaksanakan, kita punya fiskal terbatas. Mana dulu nih yang dikerjain? "Ada skala prioritas. Ada unsur prioritas secara urusan, dan prioritas secara waktu. Kita ada istilah, important and urgent. Nah, important and urgent harus segera diselesaikan.Tapi kalau important, not urgent ini bisa dikerjakan nanti," katanya.

Tentang IKN ini, Anies juga berpandangan, justru yang sangat mendasar bagi masyarakat di Kalimantan adalah soal infrastruktur penunjang. Di antaranya jalan tol. Kemudian jalur kereta api. Bandara di Kalimantan.

"Itu semua justru yang memberi manfaat kepada publik. Jadi, infrastruktur penunjangnya itu penting. Karena infrastruktur penunjang itu didasarkan oleh semua. Bahkan di Kalimantan kita perlu membangun jaring, hubungan antarkota yang lebih baik supaya lebih terintegrasi. Bukan hanya satu tempat yang lebih maju," katanya.

Soal Pemilih Muda

Anies Baswedan juga menaruh perhatian pada mayoritas pemilih di Pilpres 2024 nanti lebih dari 50 persennya adalah para pemilih muda. Ia berharap, agar media lebih mendorong kaum muda untuk memilih. Bukan golput. Karena golput tidak menyumbang apa-apa bagi legitimasi pemilihan pemimpin masa depan.

"Jangan seperti Brexit di Inggris. Polarisasinya luar biasa. Padahal isunya hanya ikut atau tidak ikut Uni Eropa (EU). Tetapi begitu diputuskan, ya sudah. Selesai. Walaupun sekarang penyesalan mereka luar biasa. Kenapa penyesalan terjadi? Justru karena anak-anak muda tidak ikut dalam pemilihan. Sementara penentunya adalah orang-orang tua mereka," kata Anies.

"Karena itu pesan untuk anak-anak muda hari ini. Karena kalau anak-anak muda tidak partisipasi, nantinya keputusan tidak dibuat oleh pemilik masa depan. Tapi pemilik masa lalu yang menentukan," kata Anies, agar nanti anak-anak muda jangan menyesal seperti orang-orang Inggris, karena yang menentukan keluar dari Uni Eropa adalah orang-orang tua mereka... *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun