Indonesia sudah mengalami pemilu bebas lima kali sejak tahun 1999. Dan sebelum pemilu kita selalu berbicara tentang bagaimana bakal berlangsungnya pemilihan umum dan pemilihan presiden ini.
"Hari ini percakapan yang dominan adalah netralitas. Akankah terjadi kecurangan? Akankah ada problem sistemik. Itu artinya, tumbuh keraguan atas negara didalam menyelenggarakan salah satu ritual di dalam demokrasi. Ritual demokrasi ini adalah pemilu, yang waktunya hanya enam jam, jam 07.00 sampai 13.00, itu dikawatirkan semua orang. Apalagi muncul peristiwa, data KPU kemaren memberikan pesan kepada semua tentang penurunan trust yang agak serius," katanya.
"Yang tidak kalah penting, berkait dengan upaya anti korupsi, anti nepotisme. Kami memandang perlu mengembalikan institusi penegak hukum, khususnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), menjadi sebuah badan yang kembali independen. Kembali memiliki posisi yang kuat. Dan diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Supaya tempat ini menjadi barometer tertinggi di dalam pemberantasan korupsi. Siapapun yang terpilih menjadi komisioner KPK harus tanda tangan pernyataan, mentaati seluruh kode etik dan bila melanggar kode etik maka ia harus mengundurkan diri," kata Anies.
"Karena itu menurut saya, KPK itu bukan sekadar mentaati aturan hukum. Dia harus lebih tinggi dari aturan hukum. Dia harus bicara kepatutan. Dan kepatutan itu di tingkat kode etik. Ini yang harus dijaga. Karena kalau tidak, wibawa dan upaya pemberantasan korupsi ini turun," katanya.
Media tidak harus netral
Dalam pandangan Anies Baswedan, menghadapi situasi politik yang bermasalah, media tidak harus netral. Apabila terjadi pelanggaran, media tidak boleh netral. Justru harus obyektif dan tetap independen.
"Netral itu adalah sikap yang muncul dari assessment obyektif. Yang harus dijaga menurut kami adalah obyektivitasnya. Dan tentu saja juga, harus dijaga pula independensinya," kata Anies, ketika menjawab pertanyaan dari Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo Pemimpin Redaksi Suara Merdeka.
Soal Pemilu
"Kami melihat partisipasi publik yang lebih banyak di dalam mengawasi proses ritual demokrasi ini (saat Pemilu dan Pilpres). Yang diselamatkan itu bukan suaranya capres. Bukan suaranya partai. Yang perlu diselamatkan itu adalah suaranya rakyat. Dan itu harus kita bersama-sama menjaganya," kata Anies, menanggapi pertanyaan seputar munculnya keraguan akan Pemilu dan Pilpres mendatang akan berjalan jujur dan adil.
"Jadi kalau boleh saya mengundang pada masyarakat sipil, kepada organisasi-organisasi yang memiliki jaringan di masyarakat yang luas, itu untuk membentuk relawan, pengawas luar TPS yang tidak memerlukan identifikasi apa-apa. Hanya ikut mengawasi dari luar sebagai ikhtiar kita untuk menjaga kualitas demokrasi," kata Anies.
Meski demikian, Anies mengaku masih berpandangan optimis, walaupun ada keriuhan menanggapi bakal pelaksanaan Pemilu dan Pilpres pada 14 Februari 2024 nanti. "Aparatur-aparatur kita itu dalam situasi punya tanggung jawab moral untuk menjaga ini dengan benar. Dan kalau itu sampai terganggu, maka hasil legitimasi hasil pemilu juga terganggu," katanya.