Meski menurut Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, "Kalau yang tidak setuju silakan mundur...," itu tidak salah, akan tetapi ada baiknya penekanan seperti ini sungguh tidak perlu terus-menerus diungkapkan. Lha ya buat apa?
Sebab, begitu presiden yang diusung partai ini terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, maka ia sudah harus tampil bukan lagi sebagai pemimpin yang menjalankan tugas partai, akan tetapi ia sudah harus menjalankan amanat rakyat. Ia terpilih menjadi Presiden Seluruh Rakyat. Sudah tidak lagi semata-mata petugas partai...
Beruntung, ketika menjawab pertanyaan seputar Petugas Partai ini dalam acara "3 Bacapres Bicara Gagasan", Ganjar Pranowo cukup pandai berkelit, seraya mengingatkan masa-masa ia sebelum diumumkan sebagai Bacapres yang diusung partai berkuasa, PDI-P. Ketika itu, Ganjar masih menjabat Gubernur Jawa Tengah untuk masa jabatan kedua.
"Saya tampil sebagai apa?" ungkap Ganjar Pranowo, kepada publik di Grha Sabha yang tentu saja mayoritasnya adalah para mahasiswa, baik dari Gadjah Mada maupun dari luar kampus tersebut.Â
Ganjar memang tidak mengungkapkan secara rinci, tentang apa yang dialaminya ketika sebagai Gubernur, dalam beberapa kesempatan pertemuan besar partainya, termasuk pertemuan partai di Semarang sekalipun, ia tidak diundang.Â
Padahal, selain kader partai Ganjar adalah Gubernur Jateng. Dan toh Ganjar tidak diundang  untuk hadir saat politisi kader partai PDI-P Puan Maharani beracara di Semarang. Ganjar bahkan terkesan "disiyo-siyo" (terkesan tak dianggap penting) di partainya saat itu.
Kesan disiyo-siyo ini juga  tercermin dalam ucapan-ucapan rekan dan pimpinan separtainya, ketika Ganjar seolah malah direndah-rendahkan oleh politisi PDI-P Bambang Pacul, misalnya. Atau malah Puan Maharani sendiri. Sampai suatu ketika Ganjar diumumkan resmi sebagai Bacapres yang diusung oleh PDI-P.
Ganjar juga mengungkapkan contoh, bahwa ia tidak semata-mata Petugas Partai ketika harus menghadapi langsung persoalan rakyat yang muncul, dalam berbagai kasus sosial dalam pembangunan Bendungan Bener (Kasus Wadas) di Purworejo. Tetapi ia tampil sebagai Gubernur Jawa Tengah.
"Saya malah di-bully...," kata Ganjar tentang kasus yang mencuat Februari tahun 2022 lalu itu. Tetapi tidak semua informasi diketahui orang, bahwa sebenarnya kelompok penolaknya, dalam kasus para penambang liar yang terkena proyek di Wadas itu, sudah diberi ganti rugi yang memadai, Rp 11 milyar.
Demikian pula kasus yang dikenal sebagai Konflik Lahan Kendeng. Kepemimpinan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah juga diuji, terkait konflik agraria kawasan penambang di pegunungan Kendeng.Â
Warga lokal menentang keras perusahaan tambang termasuk pabrik semen di wilayah Pegunungan Kendeng. Kelompok masyarakat Kendeng bahkan sempat ke Jakarta untuk mengadukan Ganjar dan menyerahkan surat protes mereka pada Presiden Jokowi pada bulan Januari 2022 silam.