Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Ganjar Pranowo Petugas Partai atau Petugas Rakyat?

24 September 2023   05:08 Diperbarui: 25 September 2023   08:31 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi survei elektabilitas kandidat capres, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. (Ilustrator: KOMPAS.com/ANDIKA BAYU SETYAJI)

Kata Petugas Partai atau Petugas Rakyat belakangan ini memang menjadi pergunjingan masyarakat umum. Tidak hanya di kalangan politik, akan tetapi juga di kalangan akar rumput. Kata-kata ini acap kali mengemuka setiap menyebut nama Bacapres Ganjar Pranowo.

Terminologi petugas partai atau petugas rakyat ini juga mengemuka saat bakal calon presiden Ganjar Pranowo tampil dalam talkshow "3 Bacapres Bicara Gagasan" -- sebuah acara yang dipandu oleh pembawa acara dan wartawan kondang, 

Najwa Shihab dalam acaranya Mata Najwa on Stage di Grha Sabha Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Selasa (19/9/2023). Meski bukan acara resmi pemerintah untuk mempertemukan para bacapres, namun acara swasta ini dianggap sebagai pemanasan Pilpres 2024.

Ganjar juga sempat dicecar seputar pertanyaan Petugas Partai ini, di Yogyakarta. Bahkan Najwa sempat mempertanyakan soal Petugas Partai ini dengan olok-olok di kalangan sementara masyarakat tentang "Presiden Boneka". Yang dimaksud dengan "Presiden Boneka" ini tentunya dalam kaitan Presiden Joko Widodo, yang oleh Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri berulang-ulang dalam berbagai kesempatan selalu diingatkan bahwa "presiden pun dia Petugas Partai".

Terminologi Presiden itu Petugas Partai kemudian menjadi perbincangan dimana-mana. Baik dalam kesempatan Talk Show di berbagai program televisi, maupun obrolan warungan. 

Tentu, tidak salah bahwa politisi itu Petugas Partai, Presiden pun petugas partai. Akan tetapi kalau setiap kali menyinggung posisi presiden, apalagi mengunjuk Presiden Joko Widodo selalu diingatkan berulang-ulang tentang "presiden pun Petugas Partai", tentu saja hal ini bisa kontra produktif untuk PDI-P sendiri.

Sebenarnya buat apa terus menerus ditekankan bahwa Presiden pun itu petugas partai? Apakah ingin menunjukkan bahwa "presiden pun tidak akan ada apa-apanya tanpa peran partai"? Atau mau menekankan bahwa posisi Ketua Umum partai yang dulu mengusung presiden itu di atas Kepala Negara?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini banyak berkecamuk di tengah masyarakat kita, yang pada tahun-tahun terakhir ini semakin melek politik, dan berita-berita politik kini sudah menjadi menu sehari-hari kalangan masyarakat bawah, masyarakat warungan. 

Setiap hari kita mendengar, rakyat pintar "menganalisa" politik yang lagi hangat, versi mereka. Analisa warungan ini tak kalah tajam dan kritis dibanding analisis para pengamat politik.

Kasus Wadas, Kendeng, Brexit

Meski menurut Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, "Kalau yang tidak setuju silakan mundur...," itu tidak salah, akan tetapi ada baiknya penekanan seperti ini sungguh tidak perlu terus-menerus diungkapkan. Lha ya buat apa?

Sebab, begitu presiden yang diusung partai ini terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, maka ia sudah harus tampil bukan lagi sebagai pemimpin yang menjalankan tugas partai, akan tetapi ia sudah harus menjalankan amanat rakyat. Ia terpilih menjadi Presiden Seluruh Rakyat. Sudah tidak lagi semata-mata petugas partai...

Beruntung, ketika menjawab pertanyaan seputar Petugas Partai ini dalam acara "3 Bacapres Bicara Gagasan", Ganjar Pranowo cukup pandai berkelit, seraya mengingatkan masa-masa ia sebelum diumumkan sebagai Bacapres yang diusung partai berkuasa, PDI-P. Ketika itu, Ganjar masih menjabat Gubernur Jawa Tengah untuk masa jabatan kedua.

"Saya tampil sebagai apa?" ungkap Ganjar Pranowo, kepada publik di Grha Sabha yang tentu saja mayoritasnya adalah para mahasiswa, baik dari Gadjah Mada maupun dari luar kampus tersebut. 

Ganjar memang tidak mengungkapkan secara rinci, tentang apa yang dialaminya ketika sebagai Gubernur, dalam beberapa kesempatan pertemuan besar partainya, termasuk pertemuan partai di Semarang sekalipun, ia tidak diundang. 

Padahal, selain kader partai Ganjar adalah Gubernur Jateng. Dan toh Ganjar tidak diundang  untuk hadir saat politisi kader partai PDI-P Puan Maharani beracara di Semarang. Ganjar bahkan terkesan "disiyo-siyo" (terkesan tak dianggap penting) di partainya saat itu.

Kesan disiyo-siyo ini juga  tercermin dalam ucapan-ucapan rekan dan pimpinan separtainya, ketika Ganjar seolah malah direndah-rendahkan oleh politisi PDI-P Bambang Pacul, misalnya. Atau malah Puan Maharani sendiri. Sampai suatu ketika Ganjar diumumkan resmi sebagai Bacapres yang diusung oleh PDI-P.

Ganjar juga mengungkapkan contoh, bahwa ia tidak semata-mata Petugas Partai ketika harus menghadapi langsung persoalan rakyat yang muncul, dalam berbagai kasus sosial dalam pembangunan Bendungan Bener (Kasus Wadas) di Purworejo. Tetapi ia tampil sebagai Gubernur Jawa Tengah.

"Saya malah di-bully...," kata Ganjar tentang kasus yang mencuat Februari tahun 2022 lalu itu. Tetapi tidak semua informasi diketahui orang, bahwa sebenarnya kelompok penolaknya, dalam kasus para penambang liar yang terkena proyek di Wadas itu, sudah diberi ganti rugi yang memadai, Rp 11 milyar.

Demikian pula kasus yang dikenal sebagai Konflik Lahan Kendeng. Kepemimpinan Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah juga diuji, terkait konflik agraria kawasan penambang di pegunungan Kendeng. 

Warga lokal menentang keras perusahaan tambang termasuk pabrik semen di wilayah Pegunungan Kendeng. Kelompok masyarakat Kendeng bahkan sempat ke Jakarta untuk mengadukan Ganjar dan menyerahkan surat protes mereka pada Presiden Jokowi pada bulan Januari 2022 silam.

"Kasus itu juga sudah saya selesaikan, tetapi banyak orang tidak tahu," ungkap Ganjar pula. Ganjar juga mengungkapkan contoh lain, untuk menjelaskan apakah dia bertindak sebagai Petugas Partai atau sebagai Gubernur Jawa Tengah.

Ganjar juga mengungkapkan contoh, bagaimana ia menyelesaikan kasus pembangunan jalan tol Brexit (Brebes Exit), yang sempat terhambat  gara-gara seorang penduduk yang tak mau dibebaskan tanahnya untuk pembangunan jalan tol Brebes Exit.

"Apa yang saya lakukan?" Ganjar meminta membiarkan rumah penduduk yang tidak mau mundur itu agar tidak digusur dulu meskipun pemerintah mengebut pembangunan jalan tol menjelang mudik Lebaran. 

Sehingga rumah tetap tegak berdiri, jalan jalan tol dibangun mengitari rumah penduduk yang juga juragan Warung Tegal (Warteg) persis di tengah jalan tol Pejagan-Pemalang di desa Sidakaton, Kecamatan Dukuh Turi, Kabupaten Tegal Jawa Tengah. 

Saat mudik lebaran, rumah itu pun dikepung kemacetan para pemudik yang memadati Tol yang masih dibangun sementara di Pejagan-Pemalang tersebut.

"Saya sebagai apa di kasus Brexit?" kata Ganjar, di kesempatan talk show di kampus Gadjah Mada Yogyakarta tersebut... Rumah, yang sempat viral lantaran dikelilingi kemacetan arus mudik dan arus balik pada Lebaran 2022 itu, akhirnya mundur sendiri setelah gugatannya menuntut ganti rugi lebih besar, ditolak pengadilan.

Maju mundur Bacawapres

Hari-hari ini, saat Bacapres dan Bacawapres pasangan Amin (Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin) sudah berkiprah kemana-mana, terakhir bahkan Anies disambut meriah di Kedatuan Luwu, di Sulawesi Selatan, serta di Makassar bersama Cak Imin.

Wacana menyandingkan Prabowo dan Ganjar Pranowo (Foto Antara)
Wacana menyandingkan Prabowo dan Ganjar Pranowo (Foto Antara)

Maka, Bacapres PDI-P Ganjar Pranowo, dan Bacapres Koalisi besar Prabowo Subianto masih berkutat terus soal siapa bakal calon pendampung mereka?

Bahkan gosip terakhir, beredar kemungkinan disandingkannya Ganjar dan Prabowo, atau Prabowo dan Ganjar. Partai penguasa, PDI-P terkesan "kepedean" karena tanpa koalisi pun mereka bisa mengusung sendirian calon presidennya. 

Sementara Bacapres Prabowo terkesan menjadi "tempat berlabuh koalisi besar" partai-partai yang merasa kurang sreg dengan sikap kepedean PDI-P yang "Solid! Solid! Solid!" itu.

Presidential Threshold yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 222 berbunyi, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan peroleh kursi paling sedikut 20 persen dari jumlah kursi DPR...,"

Partai PDI Perjuangan meraih 22,26% (128 kursi) sementara Presidential Threshold yang 20% dari total 575 kursi DPR-RI adalah hanya 115 kursi. 

Mereka bisa mengusung sendirian tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain. Sementara, 8 partai lain kudu berkoalisi untuk bisa mengusung Bacapres dan Bacawapres.

PDI-P mengusung Ganjar Pranowo sebagai Bacapres bersama partai koalisinya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura dan Partai Perindo. Total 147 kursi (PDI-P 128, PPP 19).

Bacapres-Bacawapres Amin (Anies dan Cak Imin) yang semula terancam tak bisa maju ke Pilpres lantaran mitra koalisinya Partai Demokrat mengancam keluar koalisi kalau sampai 3 September Bacawapres tak segera diumumkan. 

Tiba-tiba, blitzkrieg, serangan cepat Partai Nasdem Suryapaloh langsung menggeret Muhaimin Iskandar alias Cak Imin jadi Bacawapres dari PKB, dan langsung mendeklarasikannya pada 2 September.

Maka, Anies Baswedan terselamatkan bisa ikut Pilpres 2024 lantaran koalisi baru Nasdem (59 kursi), PKB (58 kursi) sudah cukup untuk bisa mengusung Bacapres lantaran jumlah mereka yang 117 kursi sudah melampaui Presidential Threshold yang minimal 115. 

Apalagi ditambah PKS (50 kursi) yang tetap bergabung dalam Koalisi Perubahan. Amin didukung 167 kursi. Bahkan lebih banyak dari dukungan atas Ganjar yang total 147 kursi.

Sementara Prabowo Subianto yang belum juga menemukan pasangan Bacawapresnya, menjadi Koalisi Besar partai di Parlemen dan nonparlemen, terdiri dari Partai Gerindra (78 kursi), Golkar (85 kursi), PAN (44), belakangan gabung Partai Demokrat (54) yang pindahan dari Koalisi Perubahan, serta dua pengusung non-parlemen Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Gelora. Sehingga total pengusung Prabowo menjadi Koalisi terbesar total 206 kursi!

Wacana Ganjar-Prabowo

Apakah jumlah kursi terbanyak bakal memenangkan Pilpres 2024? Belum Tentu. Jumlah kursi terbanyak dicatat oleh pengusung Bacapres Prabowo Subiyanto (206 kursi), disusul Ganjar Pranowo (147 kursi) dan Anies Baswedan-Muhaimin (167 kursi).

Ganjar Pranowo yang diusung partai pemerintah PDI-P terkesan termangu, dan belum sepenuh hati mengumumkan siapa Bacawapresnya. Sementara Bacapres-Bacawapres Amin malah sudah keburu "curi start" kampanye, dan bahkan sudah mengumumkan program Perubahan.

Prabowo Subianto juga belum mengumumkan Bacawapres. Dan malah salah satu Bacawapres pendamping Prabowo yang selama setahun bersama, Cak Imin dari PKB, keburu loncat ke Koalisi Perubahan meninggalkan Prabowo. 

Cak Imin malah langsung dideklarasikan sebagai Bacawapres mendampingi Anies Baswedan, pada 2 September 2023 lalu di sebuah Hotel di Surabaya.

Isyu sempat santer menyebut Mahfud MD sebagai bacawapres Ganjar Pranowo. Pasangan ini dinilai potensial bakal memenangi Pilpres 2024, lantaran keduanya saling melengkapi dan bakal kuat menandingi Anies-Cak imin yang lebih dulu dideklarasikan, dan salah satu favorit pemenang. 

Selain Mahfud memiliki rekam jejak lengkap di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif, juga Mahfud memiliki akar di kalangan pemilih Nahdlatul Ulama seperti halnya Muhaimin Iskandar bacawapres pendamping Anies Baswedan.

Tetapi wacana Ganjar Pranowo-Mahfud MD pun menguap. Muncul  wacana baru, dipasangkannya Prabowo-Ganjar Pranowo, atau Ganjar Pranowo-Prabowo Subianto? 

Kalau benar wacana ini terwujud, bukan tak mungkin ini akan menjadi peserta Pilpres 2024 yang paling kurang menarik. Selain terkesan sebagai "Koalisi Keroyokan", juga figurnya kurang saling melengkapi.

Ini catatannya... Akan malulah nanti, jika Bacapres dan Bacawapres Ganjar-Prabowo yang didukung mayoritas koalisi yang menduduki 353 kursi parlemen, kalah lawan pasangan Amin yang hanya didukung minoritas kursi parlemen 167 kursi. Sudah keroyokan, kalah pula.

Kok kayak nggak ada nama lain yang layak jadi Bacawapres... *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun