Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merayakan Sawung Jabo, Asuwok!

6 Februari 2023   09:12 Diperbarui: 6 Februari 2023   18:56 2140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawung Jabo (kiri) dan pelukis legendaris Djoko Pekik di acara "Merayakan Sawung Jabo" di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Kasihan, Bantul Yogyakarta, Minggu 5 Februari 2023. (Foto Tira Hadiatmojo)

Publik musik Indonesia lebih mengenal lagu-lagu ciptaannya ketimbang namanya. Ya, siapa yang tak mengenal: Bento, Bongkar, Hio... lewat grup Swami dan juga Iwan Fals? Publik juga lebih mengenal nama grup musik yang pernah dibentuk atawa diterjuninya seperti Sirkus Barock, Swami, Kantata Takwa.

Padahal Sawung Jabo sudah malang melintang sejak setengah abad. Sirkus Barock yang mulanya dinamai Barock mula pertama dibentuk tahun 1976. 

Setahun kemudian, 1977, pentas pertama kali di Purna Budaya (Universitas Gadjah Mada, UGM) dengan formasi Mira, Wiwik, Gogok, Rudra, Sawung Jabo dan Agus Gemblung. Dan grup ini melambung ketika formasinya Innisisri, Nanoe, gitaris Totok Tewel dan Edi Darome.

Keunikan Sirkus Barock, mereka kerap mengemas pertunjukannya dengan konsep teatrikal. Lantaran mereka memang besar di Negeri Teater, Yogyakarta, ketika masih jaya-jayanya penyair dan dramawan WS Rendra dan Bengkel Teater yang diakui Sawung Jabo sebagai guru panggungnya...

"Saya belajar di Yogyakarta ini...," kata Sawung Jabo, di panggung Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Kasihan, Bantul, Yogyakarta Minggu (5/2/2023) siang. 

Seniman teater yang mantan wartawan Monitor, Butet Kartaredjasa memang sengaja menggelar kumpul seniman tiga zaman dari berbagai disiplin di Padepokan Seni yang didirikan bapaknya, koreografer kondang almarhum Bagong Kussudiardja, untuk "Merayakan Sawung Jabo". Seniman yang banyak membesarkan seniman lain melalui karya ciptanya.

"Agar terus terjalin silaturahmi di antara seniman dari berbagai disiplin..," ungkap Butet Kartaredjasa, yang siang itu masih bertongkat namun sudah berani berjoget setelah operasi punggung sekitar dua tahun silam. 

Butet terakhir kali pentas di penghujung tahun 2022, dalam Pentas Indonesia Kita Episode 38 dengan lakon "Orang-orang Berbahaya" di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada sebuah malem Jumat atau Kamis malem (17/November/2022).

Ratusan Seniman

Alhasil, kumpul seniman Minggu pagi dan siang kemaren itu juga dihadiri GKR Ratu Hemas permaisuri Sultan Hamengku Buwana X kraton Yogyakarta, dihadiri lebih dari 200 seniman dan penggemar seni tak hanya dari Yogyakarta seperti pelukis legendaris Djoko Pekik serta Kartika Affandi di atas kursi rodanya. Akan tetapi juga aktor kondang Slamet Rahardjo Djarot dan adiknya aktor, politisi dan dulu juga musisi rock dan vokalis dari Barong's Band, Eros Djarot. 

Ada pula presenter kondang, "Kick Andy" Noya. Aktris politisi, Rieke Dyah Pitaloka. Penyanyi Trie Utami, Oppie Andaresta lengkap dengan suami yang warga Amerika keturunan Jerman, Kurt Kaler namun lebih dikenal di Jogja dan juga sepanjang siang itu dengan nama Kerto.

Siang itu di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Gang Bibis Pedukuhan Kembaran, kelurahan Taman Tirto, Kapanewon Kasihan Kabupaten Bantul Yogyakarta  juga diramaikan dengan kedatangan pejabat Jakarta, Mahfud MD (lengkap dengan pengawal-pengawal pampresnya, diam-diam). 

Maklumlah Mahfud yang memang suka mampir di kediaman alami Butet ini masih pejabat tinggi. Mahfud masih menjabat Menteri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia.

"Di luar situasi panas..., saya ngadhem di tempat Butet," kata Mahfud, ketika secara dadakan "diwawancara" dalang eksentrik, Sujiwo Tejo di tempat makan di halaman belakang Padepokan Seni siang itu. Maksud Mahfud, situasi politik di luar padepokan memang sedang panas. Tetapi adem di tempat Butet, kata Mahfud. Dan Mahfud, mengaku menyempatkan hadir di acara Butet "Merayakan Sawung Jabo" ini dalam perjalanan dari Jakarta, menuju acara 100 tahun Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo Jawa Timur 7 Februari 2023.

Di luaran Indonesia memang sedang panas situasi politiknya. Tak hanya gunjang-ganjing buntut ucapan seniman ustadz Yogyakarta, Emha Ainun Nadjib yang melabel Jokowi (presiden) Firaun. Akan tetapi juga kiprah mantan Gubernur Anies Baswedan, yang terus curi start kampanye jelang Pilpres 2024.

Sementara sebagian rakyat kita juga menghitung bunyi tokek: "jadi, nggak jadi, jadi, nggak jadi....," Maksudnya, apakah Gubernur Ganjar Pranowo yang ramai diharapkan publik Indonesia jadi Capres 2024, jadi apa nggak jadi. Namun tak kunjung ditegaskan partainya. Partainya malah sibuk mengkampanyekan Ketua Partai Puan Maharani agar jadi capresnya meski elektabilitasnya masih sangat jauh dari Ganjar...

Capres Sawung Jabo?

Mendingan memang mencapreskan Butet Kartaredjasa sebagai presiden seniman Yogyakarta, atau mencawapreskan seniman musik Sawung Jabo di antara para seniman sepuh. Para seniman hebat Yogyakarta saat ini memang pada memasuki usia senja. Butuh pemimpin yang menyuarakan rakyat banyak. Bukan suara kelompok...

Butet masih relatif termuda, di antara tokoh-tokoh sepuh yang berdatangan di Padepokan Seni, dan melupakan sebentar "konser akbar" Dewa 19 yang hingar bingar di Ice BSD (Bumi Serpong Damai) di pinggiran barat Jabodetabek. Butet masih 60 tahun.

Bandingkan dengan tamu-tamu sepuh enerjik siang itu seperti aktor Slamet Rahardjo Djarot (74) tapi masih gagah dan bagoes. Juga nggak kalah bagoes, adiknya Eros Djarot (72), yang dulu pernah garang di panggung musik rock sepulang dari Hamburg. 

Eros Djarot nggak hanya vokalis rock grup musiknya Barong's Band di pentas Taman Ismail Marzuki pada (1975). Tetapi ia juga pencipta lagu, komposer yang terkenal dengan ciptaan Badai Pasti Berlalu nya di tahun 1970-an yang ngetop dinyanyikan Berlian Hutauruk, maupun penyanyi legendaris almarhum Chrisye...

"Tapi hari ini saya belajar pada Butet yang lebih muda...," ungkap Slamet Rahardjo Djarot, yang siang itu tampil dalam orasi puncak "Merayakan Sawung Jabo" yang siang itu didampingi isterinya orang Australia, Suzan Piper.

"Dia lebih mengenal Indonesia dari pada aku...," demikian Sawung Jabo selalu mengatakan. 

Pertemuannya dengan Suzan Piper pada 1 Januari 1978 membawa angin baik bagi Jabo di awal karirnya. Suzan pula yang membawa Barock untuk pertama kali rekaman di sebuah studio di Puskat (Pusat Kateketik di lingkungan gereja Kota Baru Yogyakarta). Jabo bahkan kemudian menikah dengan Suzan dan sempat tinggal beberapa tahun di Australia, negeri kelahiran Suzan.

Ketika kembali ke Jakarta, Barock pun berganti nama jadi Sirkus Barock pada 1 Februari 1983, dengan anggota barunya Innisisri, Nanoe, Totok Tewel, dan Edi Darome. Kelompok ini memang tidak begitu produktif karena Sawung Jabo memiliki banyak kelompok yang dia bentuk sendiri.

Sawung Jabo yang terlahir sebagai Mochamad Djohansyah (lahir 4 Mei 1951) memang bukan asli Yogyakarta. Tetapi asal Ampel, Surabaya, merantau di Yogyakarta. Dia dapat julukan Sawung Jabo dari kakak-kakak kelasnya ketika ia kuliah musik klasik di Akademi Musik Indonesia (AMI) tahun 1970-an.

Sawung Jabo dikenal dengan keterlibatannya di hampir semua bentuk kesenian, dari musik, teater, melukis, tari, cipta musik. Ia dikenal dengan konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya dengan musik Jawa.

Paling dikenal dengan keterlibatannya bermusik di grup Swami dan Kantata Takwa bersama musisi-musisi top Indonesia lainnya di akhir 1980-an dan 1990-an seperti Iwan Fals, jago keyboard Jockie Suryoprayogo dengan sponsor pengusaha Setiawan Djodi. 

Mereka melahirkan lagu-lagu top bertema sosial dan politik seperti Bento, Bongkar, Hio, Kuda Lumping, Nyanyian Jiwa. Lagu-lagu ini menjadi populer setelah dimainkan dalam konser akbar, Kantata Takwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 23 Juni 1990.

Proyek musik Kantata tersebut diabadikan dalam filem "Kantata Takwa" (2008) arahan sutradara Eros Djarot dan Gotot Prakosa. Sawung Jabo tak hanya dikenal karena produktif melahirkan karya seni di Surabaya, Yogya, Solo, Bandung, Jakarta, akan tetapi juga Australia.

Kini memang tidak terlalu lancar bicara. Akan tetapi di panggung, terlihat pemikirannya lebih cepat dari kata-katanya. Canthas, keras. Dan hari Minggu siang itu masih lantang bicara: Asu! Kata-kata akrab yang berasal dari umpatan. Tetapi menjadi mantra akrab seniman Yogyakarta. Asu juga kata-kunci yang selalu diucapkan seniman-seniman Yogyakarta, seperti juga mantra Butet Kartaredjasa: Asuwoook...! *

Yogyakarta, 05/02/2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun