Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Abad, Keris Naga Siluman Milik Diponegoro Itu Hilang

31 Desember 2021   11:45 Diperbarui: 31 Desember 2021   15:47 3439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memperlihatkan Keris Kiai Naga Siluman kepada Raja Willem dan Ratu Maxima saat jamuan di Istana Bogor. Keris Pusaka milik Diponegoro itu dikembalikan pemerintah Belanda seminggu sebelum kedatangan Raja dan Ratu Belanda./Sumber Foto Setneg

Kiai Ageng Bondoyudo

Mungkin karena mengantisipasi, bahwa-pusaka kerajaan yang bentuknya mewah seperti Kanjeng Kiai Naga Siluman itu bakal tidak aman dibawa berjuang dan bergerilya oleh Pangeran Diponegoro, maka selepas melakukan laku tapa di gua-gua Gunungkidul (1805), Diponegoro pun ‘membuat’ satu pusaka yang diperuntukkan bagi dirinya sendiri.

Menurut catatan Babad Diponegoro yang ditulis sendiri oleh sang Pangeran, pusaka bikinannya itu adalah Keris Kiai Ageng Bondoyudo itu terbuat dari remposan (tempa ulang) dari tiga pusaka. Yakni Kiai Sarutomo keris kecil atau cundrik yang dulunya mata anak panah (diperoleh Diponegoro saat berziarah ke Pantai Selatan kira-kira musim kemarau 1805), tombak Kiai Barutubo yang selalu dibawa-bawa oleh pengawal setia Diponegoro, Ngusman Aki Basah dari resimen Bulkio, serta satu keris pusaka warisan dari ayah Diponegoro, HB III, saat Diponegoro masih muda sebagai RM Ontowiryo. Keris itu bernama Kiai Abijoyo. 

Tiga bilah keris ini dirempos seorang empu, dan menjadi pusaka yang selalu dibawa-bawa sang Pangeran di pengasingan Manado, dan bahkan ikut dikuburkan di pemakaman umum Makassar, Sulawesi pada 1855.

Pada masa itu, keris memang memiliki nilai istimewa. Selain menjadi pusaka “sipat kandel” (sebagai pembangkit rasa percaya diri), keris juga bisa menjadi tanda kerja sama dagang (di era Majapahit sudah terjadi), dan juga sebagai lambang kekuasaan, atau bahkan lambang putra mahkota yang bakal memerintah setelah sang ayah mangkat.

Salah satu keris pusaka Diponegoro lainnya, yang diambil dari dirinya, dalam catatan Babad Keraton Yogyakarta, adalah Kiai Wisa Bintulu (artinya racun aneka warna, ibarat motif sarung Bima yang warna-warni hitam putih berselang seling). 

Kiai Wisa Bintulu ini diminta oleh ibu tiri Diponegoro, Ratu Ageng ibu dari Hamengku Buwana IV, karena adanya rumor bahwa “barang siapa memiliki keris Wisa Bintulu dia akan memerintah Ngayogyakarta,” Ratu Ageng meminta keris pemberian HB III ini dari Diponegoro pada sekitar Maret 1820. (Carey 2012: 970).

Melacak Naga Siluman

Kesepakatan untuk mengembalikan benda-benda bersejarah milik atau asal Indonesia, atau yang diperoleh Belanda dari peristiwa kekerasan di masa lalu, sudah ditanda-tangani sejak era pemerintahan Soeharto. Dan secara bertahap, benda-benda bersejarah itu dikembalikan ke Tanah Air.

Dari tiga keris dan tujuh tombak yang disita Belanda pada akhir Perang Jawa 1825-1830 misalnya, tombak Kiai Rondhan paling dulu dikembalikan oleh pemerintah Belanda ke Indonesia. 

Tombak Kiai Rondhan, pelana kuda Kanjeng Kiai Gentayu, dan payung kebesaran Diponegoro berlapis prada emas, sudah dikembalikan pada 7 Oktober 1977 dan kini disimpan di Museum Gajah, Museum Nasional Republik Indonesia. Sedangkan tongkat dengan ujung perak, berbentuk bulat pipih tongkat untuk imam agama bernama Kanjeng Kiai Cokro, dikembalikan oleh pemerintah Belanda pada 5 Februari 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun