Mohon tunggu...
Jimmy Geovedi
Jimmy Geovedi Mohon Tunggu... -

"We tried so hard to create a society that was equal, where there'd be nothing to envy your neighbour. But there's always something to envy. A smile, a friendship, something you don't have and want to appropriate." — Commisar Danilov (Enemy at the Gates)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hary Tanoe Pejuang Ekonomi Kerakyatan (Seri-4)

30 Mei 2014   08:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:57 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hary Tanoe Pejuang Ekonomi Kerakyatan (Seri-4)

Guru Honorer Harus Setara

JAKARTA. Pendidikan berperan besar dalam mengubah nasib bangsa. Namun hingga saat ini jasa guru belum mendapat penghargaan semestinya.

Tengok saja alokasi untuk pendidikan, nilainya 20% dari APBN, pencet kalkulator nilainya sekitar Rp 370 triliun. Anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan lembaga.

Tapi gaji honorer guru pendidikan anak usia dini (Paud) sebesar Rp 100.000 per bulan, guru Sekolah Dasar (SD) Rp 500.000 per bulan. Kepala sekolah honorer gajinya Rp 600.000 per bulan.

Hal ini tak luput dari perhatian Hary Tanoesoedibjo. Saya baca di artikel berjudul Pendidikan Masih Hadapi Masalah Klasik. Dalam artikel itu dia menjelaskan kesejahteraan guru honorer adalah salah satu pekerjaan rumah yang harus dibenahi pemerintah ke depan. Mereka adalah tenaga pengajar yang sudah seharusnya mendapatkan perhatian. Hary menegaskan harus ada kesetaraan hak dengan pengajar lainnya

Sebab jika hal tersebut tidak terjadi, fokus guru akan terpecah untuk mencari kerja sampingan. Jika fokus terpecah maka kualitas akan menurun. Karena waktu Guru atau pengajar untuk mengembangkan dirinya habis untuk mencari tambahan penyambung hidup.

Mungkin, tak banyak orang tahu, HT pernah menjadi dosen universitas terbaik negeri ini, yaitu Universitas Indonesia. Bukan dosen tamu yang datang sehari atau dua hari, tapi dia mengajar selama tiga tahun disana. Artinya dia mengerti betul bagaimana seorang pengajar membutuhkan pengembangan diri mengembangkan kualitasnya. Tentu hal tersebut bisa terjadi jika penghidupan guru terjamin kesejahteraannya dan memiliki waktu yang cukup untuk mengembangkan dirinya.

Menurut HT untuk membenahi pendidikan di Indonesia setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, adalah memaksimalkan berbagai potensi yang ada di Indonesia. Dengan pengelolaan potensi yang maksimal APBN meningkat, dengan begitu alokasi untuk pendidikan juga meningkat.

Kedua adalah pengelolaan anggaran agar efesien dan tepat sasaran. Tujuannya agar kualitas pendidikan bisa mengalami akselerasi. Begitu juga jangkauan pendidikan yang selama ini belum mecangkup seluruh wilayah negeri

Dengan dua hal tersebut, pembenahan kesejahteran pengajar, peningkatan kualitas pendidikan, perbaikan dan pembangunan infrastruktur pendidikan bisa dibenahi. Begitu juga pembenahan kurikulum.

Namun, tak berhenti disitu menurut HT pendidikan tidak hanya sebatas pendidikan formal saja. Pendidikan informal juga sangat penting.  "Tanpa dukungan keterampilan, tenaga kerja kita akan sulit berkembang," kata HT. Lihat saja, Sekitar 40% penduduk Indonesia hanya menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD), sekitar 93% dibawah Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan hanya sekitar 7% yang menempuh pendidikan tinggi.

“Nasib bangsa ini bisa diubah melalui pendidikan anak-anak kita,” kata HT

Mengutip situs resminya di Harytanoe.org .Pendidikan adalah salah satu faktor kesuksesannya saat ini. Hary adalah pengusaha yang berangkat dari nol. Ayahnya terpaksa meninggalkan bangku sekolah pada kelas tiga SD, karena harus membantu ekonomi keluarga. Hal itu terjadi karena kakek Hary meninggal. “Ayah saya gigih dan bisa menyekolahkan kami kakak-beradik hingga ke perguruan tinggi. Pendidikan itulah yang membuat kami seperti ini sekarang,” Kata Hary yang sekarang memimpin lebih dari seratus perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari 100 triliun ini. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun