Sebelum adanya kurikulum 2013 pengelompokan level kognitif dalam pembelajaran berdasarkan taksonomi bloom untuk sekolah dasar hanya sampai pada level aplikasi atau penerapan sedangkan yang sisanya (sistesis, analisis dan evaluasi) untuk tingkat pertama dan menengah. Measuki abad ke 21 semuanya berubah.Â
Siswa SD sudah harus diajar hingga level evaluasi (C6). Materi yang diajarkan waktu itupun tidak terlalu sulit seperti sekarang. Kebanyakan pertanyaan-pertanyan yang bersifat konseptual dan procedural yang lebih ditekankan dalam pembelajaaran maupun penilaian. Sehingga tingkat kesulitan dalam memetakan kompetensi dasar tidak begitu sulit.
Namun pada kenyataan sekarang dengan adanya kurikulum 2013 sebagai sebuah pembaharuan menuju abad digitalisasi, yang diintegrasikan dengan program merdeka belajar. Hal ini menuntut guru sekolah dasar agar lebih kreatif dan inovatif dalam merancang kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna, kontekstual, fleksibel dan tidak terikat oleh sekumpulan metode yang usang di kelas.Â
Pembelajarannya harus menyasar pada cara berpikir kritis dengan melibatkan berbagai perangkat teknologi pembelajaran yang ada. Karena dengan melibatkan berbagai teknologi informasi maka siswa akan selalu siap menghadapi tantangan dunia kerja ke depan.
Dalam pengamatan penulis sebagai salah satu instruktur kurikulum melihat bahwa Selama ini banyak guru sekolah dasar masih tetap berada dan tidak termotivasi beranjank dari zona nyamannya (comfort zone). Masih banyak yang belum terlibat aktif dalam kegiatan yang bersifat daring maupun luring.Â
Jika pun itu ada maka hal yang utama dalam mengikuti kegiatan adalah untuk mendapatkan sertifikat guna mendukung kenaikan pangkat. Begitu pun juga masih banyak yang bertindak pasif pada keadaan atau berpasrah diri dan mengajar sebagi rutinitas belaka. Untuk berubah dan keluar dari kondisi stagnasi maka, ada beberapa hal yang dapat bagikan misalnya:
1. Memiliki Motivasi Diri yang Kuat
Sebagai guru SD dengan sekelumit masalah siswa yang harus diatasi baik dari sikap, pengetahuan dan ketrampilan sangat menuntut guru untuk selalu memiliki motivasi diri yang kuat. Dengan memiliki motivasi yang kuat maka guru SD tidak akan berdiam diri dengan kondisi yang ada sebagai pengajar tetap lebih sebagai pembelajar.Â
Dalam posisi ini sebagai pembelajar maka guru tersebut akan sangat haus terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi karena ia merasa bahwa dirinya harus lebih baik dari pada guru yang lain yang mampu melihat masa depan siswanya sesuai tuntutan zaman. Guru ini tidak akan berdiam diri tetapi jiwa bahkan rohnya akan terus menggerakannya agar terus belajar menggunakan semua indera yang dimilikinya. Jika tidak ada motivasi diri yang kuat dari seorang guru SD maka pemebelajaran yang dilaksanakan di kelas akan sangat membosankan, tidak menantang dan memasung kreatifitas siswa yang akan berdampak pada perkembangan belajar siswa.
2. Harus Menguasai Perangkat TeknologiÂ
Guru gaptek adalah guru yang "kurang piknik". Hampir rata-rata setiap guru SD selalu memegang smartphonenya tetapi jarang menguasainya. HP yang dipegang lebih cenderung mengekspose masalah pribadi, membagikan berita dan mengomentari status orang. Apa yang menjadi passionnya tidak dikembangkannya tetapi cenderung masuk pada ranah yang bukan skala prioritas.Â