Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bisakah MUI Cabut Label Halal Produk?

16 November 2023   12:08 Diperbarui: 16 November 2023   12:22 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

Ada lagi berita yang bikin rame..

Ketika wartawan menanyakan soal status halal produk-produk yang diboikot masyarakat akibat dari implementasi Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Pejuang Palestina, Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM menyatakan bahwa produk yang sudah tersertifikasi halal tersebut harus dicabut label halalnya.

Pertanyaan berikutnya, apakah bisa MUI mencabut label (sertifikasi) halal produk-produk tersebut berdasarkan sikap politik?

*

Seperti diketahui bahwa saat ini penerbitan sertifikat halal suatu produk ada di tangan BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kementerian Agama Republik Indonesia, artinya ini kewenangan Pemerintah.

MUI memang masih berperan dalam proses sertifikasi halal dengan menerbitkan Ketetapan Halal berdasarkan audit halal di Perusahaan pembuat produk-produk tersebut.

Dengan demikian, kewenangan pencabutan sertifikat (label) halal pun ada di tangan Pemerintah dengan berdasarkan hasil audit atau adanya bukti pelanggaran persyaratan halal yang dilakukan Perusahaan.

*

Lalu persyaratan apa saja yang dapat menghanguskan sertifikat halal?

Apakah ada persyaratan politik?

Saya sebagai orang yang pernah mengurus serifikat halal Perusahaan versi MUI dan versi BPJPH, kok tidak menemukan adanya unsur politik dalam sertifikasi halal ya? Semua berdasarkan fakta dan data di lapangan.

*

Yuk kita analisa fakta dan data.

Prinsip Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) adalah:

  • Memastikan produk yang dihasilkan sesuai ketentuan Halal dan menjamin kehalalan produk di seluruh rangkaian Proses Produksi Halal (PPH) mulai hulu sampai hilir.
  • Memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram dan najis, baik fasilitas/peralatan, pekerja, maupun lingkungan.
  • Menjaga kesinambungan Proses Produksi Halal.

Azas SJPH adalah:

  • Perlindungan
  • Keadilan
  • Kepastian Hukum
  • Akuntabilitas dan Transparansi
  • Efektifitas dan Efisiensi
  • Profesionalisme
  • Nilai Tambah dan Daya Saing

Sedangkan 5 kriteria persyaratan yang wajib dipenuhi Perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Komitmen & Tanggung Jawab

  • Kebijakan Halal
  • Tanggung Jawab Manajemen Puncak
  • Pembinaan Sumber Daya Manusia

2. Bahan

  • Kriteria Bahan
  • Prosedur yang menjamin keberlakuan dokumen pendukung bahan.

3. Proses Produk Halal

  • Lokasi, tempat dan alat
  • Peralatan dan Perangkat PPH
  • Prosedur PPH

4. Produk

  • Umum (nama, bentuk, profil sensori)
  • Pengemasan dan Pelabelan Produk
  • Identifikasi dan Mampu Telusur

5. Pemantauan & Evaluasi

  • Pelaksanaan Audit Internal
  • Pelaksanaan Kaji Ulang Manajemen
  • Bukti Pelaksanaan Audit Internal dan Kaji Ulang Manajemen

(Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 20/2023 Tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal)

Sumber gambar: Pribadi - Modul Pelatihan Halal BPJPH
Sumber gambar: Pribadi - Modul Pelatihan Halal BPJPH

*

Semua persyaratan diatas harus diimplementasikan oleh Perusahaan. Jika ada pelanggaran yang ditemukan saat audit, tentu saja sertifikat dapat dicabut dan Perusahaan tidak berhak menggunakan label halal.

Sayangnya, tidak ada unsur politik dari persyaratan diatas sehingga masalah politik tidak dapat menghanguskan sertifikat dan label halal.

*

Lalu jika alasan berikutnya adalah:

"Dicabut sertifikasi halalnya itu belum tentu haram, tetapi dia tidak punya sertifikasi halal. Kalau tidak punya sertifikasi halal, dia tidak boleh berjualan di Indonesia," jelas beliau.

Ini juga tidak jelas dasar hukumnya karena Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal menyatakan bahwa kewajiban sertifikasi halal untuk makanan dan minuman adalah pada 17 Oktober 2024. Sedangkan untuk produk barang gunaan pada 17 Oktober 2026.

Sumber gambar: Pribadi - Modul Pelatihan Halal BPJPH
Sumber gambar: Pribadi - Modul Pelatihan Halal BPJPH

Artinya saat ini produk baik itu makanan atau minuman tanpa sertifikat halal masih boleh beredar sambil Perusahaan wajib mengurus sertifikasi halalnya sampai batas waktu yang telah ditentukan.

*

Ini jadi seperti kasus Politik yang merambah ke dunia olahraga, tidak ditemukan dasar hukumnya serta tidak berdasar fakta dan data.

Coba dong agar lebih jelas fakta dan datanya, MUI buktikan, apakah Perusahaan, Direksi, Management, Pekerja yang ada di Indonesia dan memproduksi produk-produk tersebut adalah pendukung Israel?

**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun