Mohon tunggu...
M Fadli
M Fadli Mohon Tunggu... -

Jim Bulls, Jokam, Parkour, Straight Edge, Reporter, Reader, Writer, Prayer, Loner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Seorang Suami

2 Maret 2015   19:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana pun terdiam. Beberapa detik berlalu dengan kehampaan sampai akhirnya dengan gerakan kilat, Nyonya Subarkah mulai memeluk gadis tersebut. Keduanya sama-sama bersimbah air mata. Tuan Subarkah pun kemudian mendekat. Ia memandang istri dan keponakannya.

"Maafkan aku, sayang!" Tuan Subarkah pun terlarut dalam suasana.

"Aku tidak berniat menceritakan semua ini kepadamu. Dulu saat kita masih berpacaran, kau dan keluargamu adalah keluarga terhormat. Ayahmu adalah seorang pejabat penting. Ia tidak berkenan punya menantu dengan asal usul yang kelam, karena memiliki seorang adik yang ...." ia melirik Angelina. "Cemohan akan kuterima bila aku bercerita tentang keadaanku saat itu dan keberadaan keponakanku yang malang ini," ucap Tuan Subarkah terbata-bata. Air matanya berlinang membasahi kemeja putihnya.

Nyonya Subarkah pun kini melepaskan pelukannya dari Angelina dan berganti memeluk suaminya.

"Maafkan aku telah meragukanmu," ungkap sang istri. "Seharusnya kita bisa berbagi dengan kisah ini. Tak perlu kau tutupi. Aku bangga kepadamu atas semua yang kau lakukan kepada keponakanmu. Kau adalah pria dengan hati yang mulia. Maafkan aku sekali lagi, sayang."

Keduanya pun saling berpelukan mesra. Angelina dan kedua putri Subarkah pun ikut bergabung berpelukan hangat. Melihat kondisi ini, aku pun mulai mundur, karena sepertinya semuanya sudah terkendali. Bersyukur aku bisa sampai sebelum semuanya terlambat. Tidak akan ada perceraian di rumah tangga Subarkah. Aku pun langsung menggandeng sekertarisku yang terlihat sedang mengelap air mata dengan tisunya. Aku ingin menggodanya, namun terdengar suara Nyonya Subarkah memanggilku.

"Terima kasih Tuan Sofyan. Apa jadinya bila tidak ada anda. Anda benar-benar detektif jempolan," ucap Nyonya Subarkah diikuti dengan senyuman hangatnya.

"Sama-sama, Nyonya. Ini memang sudah tugas saya, dan mungkin tugas semua orang. Kita semua adalah bagian dari masyarakat yang mendambakan sebuah kebenaran yang hakiki dan sebuah solusi dari setiap masalah. Kemampuan deduksi dan investigasiku hanya merupakan hasil latihanku bertahun-tahun, tapi kemampuan untuk mencari kebenaran dan solusi dari setiap masalah sudah dimiliki semua orang yang dianugerahkan Sang Khalik kepada kita semua. Semoga anda dan keluarga bisa kembali mengatur rumah tangga anda dengan baik," ucapku sambil mengundurkan diri dengan perasaan lega.

Yang kutakutkan dari masalah ini bukan hanya perceraian mereka. Perceraian itu masih belum seberapa. Aku lebih takkut bila mereka bertengkar dengan emosi tinggi dan sampai terjadi tindak kriminal. Ya, seperti pembunuhan misalnya. Bagiku, tugas detektif itu tidak sekedar menyelidiki peristiwa kriminal saja. Tapi juga mencegah sebelum peristiwa kriminal tersebut terjadi. Itulah kenapa aku menerima kasus ini dan karena itulah aku merasa benar-benar lega.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun