Mohon tunggu...
M Fadli
M Fadli Mohon Tunggu... -

Jim Bulls, Jokam, Parkour, Straight Edge, Reporter, Reader, Writer, Prayer, Loner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rahasia Seorang Suami

2 Maret 2015   19:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tenang, Tuan dan Nyonya. Kalian berdua harus mendengarkan semua penjelasanku. Tuan Anton, tolong dengarkan dulu. Dan untuk Nyonya, saya harap anda mau mendengarkan bukti baru yang baru saya dapatkan," ucapku untuk menenangkan keduanya. Aku sempat melihat kedua putri mereka yang sedang menangis berpelukan di lantai atas.

"Bukti baru apa? Foto yang kau berikan kemarin sudah cukup jadi bukti bahwa pria tak tahu malu ini tak pantas menjadi seorang suami! Dasar tua bangka!" semprot Nyonya Subarkah berapi-api.

"Nyonya langsung berasumsi begitu melihat foto yang kuberikan tanpa menyadari bahwa foto itu hanyalah bukti yang tidak bisa bergerak. Selain itu, Nyonya khan tidak hanya meminta saya untuk mencari bukti perselingkuhan suami anda, tapi juga menyelidiki siapa wanita itu, bukan?" mataku melihat tak enak ke arah Tuan Subarkah, tapi aku segera melanjutkan kalimatku. "Aku telah mendapat sebuah jawaban. Kebenaran yang hakiki perlu dicari dan dibuktikan. Asumsi Nyonya harus diuji dengan pembuktian yang lebih akurat. Untuk itulah saya datang kesini untuk membawa kebenaran itu."

"Kenaran apa? Apa sebenarnya maksudmu?" nampaknya Nyonya Subarkah kali ini sudah lebih tenang. Tuan Subarkah yang tadinya senewen, juga mulai duduk di sofa sementara aku melanjutkan penjelasanku.

"Selama mengikuti suami anda, saya memang telah beberapa kali melihat suami anda menemui seorang wanita. Saya mengikutinya dari kejauhan yang saya yakin suami anda tidak menyadari keberadaan saya. Namun setelah saya amati lebih jauh, ternyata yang ditemui suami anda bukanlah seorang wanita dewasa, melainkan seorang gadis muda yang mungkin baru berusia 16 atau 17 tahun."

Tuan Subarkah menunjukkan rasa keterkejutannya. Kali ini tampangnya lebih mirip seperti orang memelas yang seraya memohon kepadaku. Sementara Nyonya Subarkah terlihat sedang meremas rok biru yang dipakainya sambil melotot kepada suaminya. Aku buru-buru melanjutkan ceritaku sebelum peperangan ini pecah kembali.

"Saya sempat berasumsi bahwa ada kemungkinan suami anda ini terlibat affair dengan daun muda. Tapi ada yang janggal dari sikap suami anda dan sikap gadis itu. Sikap yang mereka tunjukkan tidak terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang memadu kasih terlarang. Tapi lebih terlihat seperti rasa kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Hal ini yang membuat akhirnya saya mencari latar belakang sang gadis, termasuk latar belakang Tuan Subarkah yang mungkin selama ini tidak pernah diceritakan kepada Nyonya."

"Tuan Subarkah ini terlahir dari keluarga sederhana. Orang tuanya sudah lama meninggal waktu Tuan Subarkah masih muda. Sehingga di usia muda, ia harus bekerja untuk menafkahi dirinya, dan seorang adik perempuannya yang saat itu masih berusia belasan tahun. Namun sayangnya, sang adik terpengaruh dengan kehidupan bebas. Pergaulannya dengan banyak pria, membuat sang adik akhirnya mengandung. Malu dengan kehamilannya, sang adik berusaha mengugurkannya dengan berbagai macam obat-obatan yang akhirnya diketahui oleh sang kakak. Tuan Subarkah saat itu marah besar kepada sang adik. Bukan hanya karena dia hamil, tapi juga karena percobaan aborsi yang sedang dilakukannya. Tuan Subarkah berupaya sekuat tenaga agar bayi yang dikandungnya tetap bisa dilahirkan. Dan sampai pada waktunya, proses persalinan pun terjadi yang tampaknya harus dibayar mahal. Nyawa sang adik tidak terselamatkan dan akhirnya meninggal saat operasi persalinan. Tapi, Tuhan tetap memberi nafas kehidupannya kepada sang jabang bayi. Seorang bayi perempuan yang cantik," tuturku sambil menarik nafas.

"Tuan Subarkah menyayangi sang keponakan yang cantik ini dan harus merawatnya secara diam-diam karena khawatir dengan cemohan orang-orang sekitar. Itu semua terjadi sekitar 16 atau 17 tahun yang lalu." Aku berhenti sebentar sebelum melanjutkan.

"Dan gadis itulah yang seringkali ditemui suami anda. Dalam arti gadis itu adalah keponakan suami anda yang saat ini sudah beranjak remaja. Tapi sepertinya keponakan suami anda berbeda dengan gadis remaja lainnya. Ia ..."

"Mohon jangan diteruskan. Saya mohon," potong Tuan Subarkah sambil memelas. Matanya terlihat berkaca-kaca. Sang istri pun mulai bereaksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun