Mendengar dan memahami secara sungguh-sungguh hal yang dibutuhkan konsumen, juga merupakan bagian penting dari filosofi 'teknologi rendah hati' yang dimaksudkannya. Lalu belajar dan berusaha menyerap hal-hal yang berkembang di lingkungan sekitar. Terutama yang berkaitan dengan ekosistem di mana teknologi yang dikembangkannya bakal berperan.
Itulah sebabnya, sejak awal mula, pengembangan yang mereka lakukan sudah melibatkan ahli-ahli kedokteran dari Unpad. Bidang keahlian yang memang tak dimiliki rekan-rekannya dari ITB. Hal yang kemudian justru memuluskan produk inovasi mereka melalui tahap-tahap pengujian yang dibutuhkan -- kalibrasi, keamanan, ketahanan, hingga aspek kliniknya -- sebelum mengantungi izin edar.
***
Pasca Reformasi 1998, issue keagamaan selalu mengemuka dalam kontestasi perpolitikan kita. Terlepas dari alasan apapun, kohesivitas masyarakat kita pada kenyataannya memang semakin terkoyak. Pemilihan Presiden kemarin adalah puncaknya. Implikasinya merambat ke berbagai pelosok kehidupan. Termasuk lingkungan kampus. Tidak terkecuali ITB.
Hal yang menyedihkan, perbedaan pandangan yang terjadi justru bergeser -- atau mungkin digeser -- ke arah saling meniadakan. Bukan dalam rangka menawarkan yang terbaik bagi seluruh bangsa. Dengan tetap menghormati keberagaman yang ada di tengahnya.
Ketika berlangsung kontestasi politik kemarin, persaingan sengit memang acap berlangsung 'off-side'. Seperti kehadiran kelompok yang ingin menegakkan paham khilafah yang menafikan keberagaman bangsa ini.
Hal demikian tentu tidak dapat dibenarkan dan perlu dihentikan. Tapi membiarkan atau menjadikannya 'ketakutan' yang berlarut-larut, lalu menggunakannya sebagai 'hantu' pamungkas terhadap apapun yang berbeda dengan selera maupun keinginan kekuasaan, tentu saja merupakan kekeliruan besar. Termasuk gerakan 'kadrunisasi' yang setiap kali mengemuka, segera membara seperti minyak yang tersambar api. Walau untuk urusan remeh-temeh seperti tidak islaminya panganan klempon yang disinggung pihak yang ingin mempopulerkan dagangan buah kurmanya kemarin.
Kita tak bisa menutup mata jika keterbelahan yang berlangsung di tengah bangsa ini, juga sudah begitu merasuk di lingkungan kampus-kampus. Hal yang menyebabkan kegamangan birokrasinya setiap kali berhadapan dengan gagasan maupun inovasi yang berkembang di tengah mereka.
Apa yang telah dilakukan Syarif Hidayat, sahabat saya yang aktif di lingkungan Masjid Salman itu, semestinya menyadarkan kita semua, atas keliru yang kebablasan selama ini. Pertikaian selama kontestasi kemarin, sesungguhnya sudah berakhir ketika Presiden dan Wakil Presiden terpilih, ditetapkan dan resmi bertugas.
Sehingga mereka dapat memimpin bangsa ini dalam semangat persatuan dan kesatuan yang seharusnya. Bukan terus dipojokkan agar gamang dan terkesan kikuk. Seolah harus terus-menerus memilih antara yang kemarin mendukung dengan yang bukan.
Apalagi dalam situasi luar biasa pandemi virus corona yang sedang kita dan seluruh masyarakat dunia hadapi hari ini.