Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syarif Hidayat, Teknologi Rendah Hati, dan Ventilator Indonesia

24 Juli 2020   01:57 Diperbarui: 24 Juli 2020   01:50 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena di atas, jika benar digunakan sebagai 'cara' dan 'upaya' sebagaimana dijelaskan tadi, mestinya sangat layak menjadi perhatian pemimpin tertinggi negara ini. Membiarkan, apalagi jika turut menciptakan, narasi 'kampungan' tersebut berkembang, adalah kekeliruan yang sangat tak patut. Terlebih lagi jika suasana kebatinan serupa, masih dibiarkan merajalela di lingkungan pendidikan tinggi seperti ITB.

Sebab Presiden adalah milik seluruh bangsa Indonesia.

***

Syarif Hidayat, adalah rekan saya yang berprofesi sebagai dosen di ITB. Dia bersama sejumlah teman-temannya yang bernaung di lingkungan jamaah Masjid Salman, menginisiasi upaya inovatif untuk mengembangkan ventilator. Mereka turut berperan dalam penanggulangan wabah Covid-19 yang sedang kita hadapi ini.

Upaya dan kerjanya, boleh dikatakan berlangsung atas swadaya masyarakat. Meski yang bersangkutan tercatat sebagai salah seorang dosen senior di kampus Ganesha, pengembangan produk teknologi yang disebut Venti I tersebut, digarap bersama dengan sejumlah perguruan tinggi yang ada di Bandung. Seperti Unpad, Itenas, UPI, dan sejumlah politeknik maupun kampus swasta lainnya.

Saya menghubungi Syarif secara khusus. Untuk mendengar lebih jauh perjalanan yang mereka lakukan. Suka maupun dukanya. Tapi yang paling penting, 3/4 dari 1000 unit ventilator yang akan mereka selesaikan, telah tersebar dan digunakan di berbagai rumah sakit Indonesia. Mulai dari Sabang hingga Marauke.

Hal yang dilakukan Syarif, memang bukan berlangsung sebagai inisiatif ITB. Tapi dia menyerahkan kelima paten yang dikembangkan sebagai kekayaan intelektual kampus tempatnya menimba ilmu dan mengabdi hingga hari ini. Atas budi baik dan hadiah yang dipersembahkan Syarif dan kawan-kawan, lembaga pendidikan teknologi yang kemarin baru merayakan seabad kelahirannya itu, sedang mempersiapkan proses komersialiasi industri ventilator tersebut, bersama Panasonic, PMA asal Jepang yang di Indonesia bermitra dengan kelompok usaha Rachmat Gobel.

Konon, sejumlah pemesanan sudah disampaikan dari beberapa negara. Di antaranya Kuwait, Arab Saudi, Iran, dan Swedia. Lucunya, dia pernah dihubungi Kedutaan Singapore yang juga ingin memesan. Untuk memenuhi pemintaan bantuan dari masyarakat Indonesia.

***

Inisiasi tersebut dimulai Syarif dan kawan-kawan di 'bengkel' Masjid Salman, sekitar minggu ketiga bulan Maret lalu. Kurang-lebih 2 bulan kemudian, mereka telah lolos dari sejumlah tahap yang ditetapkan sehingga dapat mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan.  

Syarif menyebut capaian mereka sebagai keberhasilan dari filosofi 'teknologi rendah hati'. Semua itu tak terlepas dari  'kerendah-hatian' mereka untuk menyadari 'kemiskinan' bangsanya yang masih begitu tergantung dari produk-produk asing. Meskipun untuk hal-hal yang merupakan kebutuhan dasar dan digunakan secara masif oleh masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun