Kebijakan dan sikap perusahaan microblogging yang berdiri tahun 2006 itu, menunjukkan perkembangan pesat sekaligus lompatan besar upaya memberdayakan masyarakat sipil di dunia. Pemerintahan negara manapun, tak lagi bersifat absolut untuk mengatur dan melakukan sekehendak hati penguasanya.
Di satu sisi, kemajuan teknologi yang mereka hadirkan, memang memberi kemudahan dan keleluasaan siapa saja -- termasuk penguasa pemerintahan -- untuk memanfaatkan layanan yang disediakan. Tapi mereka juga mengembangkan tata-kelola (governance) untuk menghindari setiap peluang yang memungkinkan pihak-pihak tertentu memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan sempit. Bukan demi kebaikan 'umat manusia'
Teknologi internet, bigdata, blockchain, hingga kecerdasan buatan memang sedang berevolusi menggugat kekuasaan pemerintahan negara-negara seluruh dunia yang cenderung lembam terhadap 'kemewahan' masa lalunya. Mereka yang akhir-akhir ini semakin tak mampu membuktikan kodratnya sebagai 'pelayan masyarakat'.
Saya melihat covid-19 ini merupakan bagian dari gejolak semesta untuk menemukan keseimbangan barunya. Termasuk politik dan makna kekuasaan pemerintah. Sebab masyarakatlah yang membutuhkan pelayanan. Bukan pemerintah yang katanya ingin melayani tapi cenderung zalim atas nama 'pelayanan' yang definisikannya sendiri.
Mudah-mudahan kita diberi umur yang cukup untuk menyaksikannya.
Mardhani, Jilal
31 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H