Belum lagi jika memperhitungkan biaya investasi, operasional, serta gaji dan kesejahteraan aparat pemerintahan Anda untuk mengelolanya. Sebagian pembiayaan itu tentu bersumber dari pajak-pajak yang Anda kumpulkan dari keberadaan jasa angkutan online tadi.
Sementara itu, 5% perjalanan yang menggunakan angkutan umum lain, sesungguhnya dilayani oleh badan-badan usaha swasta yang juga membayar pajak kepada pemerintahan yang Bapak pimpin. Mulai dari bus, metro mini, kopaja, angkot, taxi, hingga bajaj.
+++
Sebagai rakyat Indonesia, sesungguhnya saya sangat malu.
Sebab pemerintah menggelontorkan begitu banyak investasi hingga subsidi operasional dan pemeliharaan angkutan umum massal yang ada (KRL dan Busway). Juga kepada MRT dan LRT yang saat ini telah memasuki tahap penyelesaian akhir.
Padahal, prasana maupun sarana yang disediakan Negara itu, diproyeksikan baru mampu melayani sekitar 0,6 persen dari keseluruhan perjalanan sehari-hari masyarakat Ibukota (173.000 dan 242.000 perjalanan harian yang bakal dilayani MRT dan LRT).
Jumlah yang sesungguhnya jauh lebih kecil dibanding produksi perjalanan yang dihasilkan pertambahan penduduk Jabodetabek yang sekitar 2 persen per tahun itu.
Bukankah sangat lucu, aneh, sekaligus ajaib jika kalian justru tak menyikapi kehadiran penyumbang pendapatan Negara --- sekaligus penyedia layanan yang semestinya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintahan yang Anda pimpin --- sebagaimana layak dan harusnya?
Betul, kehadiran mereka tak diperlukan jika Negara mampu menunaikan kewajibannya melayani kebutuhan pelayanan angkutan umum massal yang diamanahkan konstitusi kita.
Keberadaan mereka memang merupakan bagian dari salah satu perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi digital untuk mengisi kekosongan itu.
Bapak Presiden yang kami hormati semestinya juga menyadari --- bahwa dibalik keberadaan industri layanan angkutan online yang dipandang sebelah mata oleh pemerintahan yang Anda pimpin itu --- mereka adalah pahlawan masa kini yang sesungguhnya.