Sosok yang menguasai perekonomian maupun sosok yang lebih diterima kalangan penganut iman dan agama mayoritas, bukan pilihan yang paling tepat untuk menjadi wakil Joko Widodo. Sebab mereka sesungguhnya hanya bisa berfungsi seperti 'panadol' ketika kekacauan mental maupun sistem birokrasi pemerintahan masih berlangsung seperti sekarang.
Disiplin, ketegasan, dan wibawa mereka juga sangat dibutuhkan hari ini. Pertama, untuk menuntaskan reformasi di lingkungan TNI yang masih belum terselesaikan. Misalnya pelibatan maupun kekuasaan pada sejumlah fasilitas sipil, seperti bandara dan pelabuhan. Atau soal peradilan mereka ketika bersentuhan dengan kehidupan masyarakat sipil.
Kedua, memastikan reformasi total di lingkungan penegakan hukum itu sendiri. Kita telah menyaksikan sejumlah kebobrokan dan bagaimana berantakannya lembaga kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman. Selain sering menyebabkan kerja keras KPK terlihat sia-sia, kinerja yang mereka pertontonkan kadang-kadang justru memberi peluang sejumlah pejabat Negara maupun pemerintahan memelihara budaya KKN yang telah kita nyatakan sebagai musuh utama itu.
+++
Ya, Joko Widodo sebaiknya disandingkan dengan sosok yang memiliki latar belakang militer dan berprestasi istimewa. Tapi tentu bukan mereka yang pernah cacat dan bermasalah pada karir militernya. Sebab di kalangan serdadu, pengakuan dan kehormatan hanya pada mereka yang mampu menunaikan tugas dan tanggung jawab keprajuritannya secara sempurna.
Bukan pula kepada mereka yang bukan karena dipaksa keadaan --- misalnya cacat atau cedera yang tak tersembuhkan dalam menjalankan tugas Negara --- mengundurkan diri atau diberhentikan dari karir militer dan beralih menjadi warga sipil. Sebab, pilihan karir militer sesungguhnya bersifat 'all or nothing'. Disiplin, kesetiaan, dan dedikasi adalah nafas utamanya. Tak masuk diakal jika keistimewan militer ada pada diri mereka yang memilih menyerah dan berhenti di tengah jalan.
+++
Ya, Joko Widodo tetap sebagai Presiden RI hingga 2024 dan sebaiknya dari kalangan berlatar belakang militer yang menjadi Wakil Presiden.
Tapi tentunya bukan dari kalangan yang berusia yang lebih tua dari Jokowi. Apalagi yang di masa awal karirnya sempat cukup menikmati kemewahan dari kebijakan dwi fungsi ABRI.
Sebaiknya pilihlah dari kalangan yang hari ini sedang berada di puncak karir, memasuki usia pensiun, atau segera akan pensiun. Mereka tentu masih memiliki kedekatan dalam segala hal dengan perwira seangkatan maupun junior yang masih berada di sana. Hal ini penting dan perlu. Terutama menjaga kemungkinan 'masuk angin' akibat hasutan atau bahkan teror dari mereka yang sebelumnya juga pernah berkarir militer tapi kemudian diberhentikan akibat kesalahannya. Atau memgundurkan diri karena nafsu kekuasaan atau pengaruh orangtuanya.
Periode 2019-2024 nanti, revolusi mental dan reformasi total birokrasi adalah harus. Jika tidak, mungkin Indonesia akan mundur kembali ke jaman kegelapannya.