Sebagian jongos yang sesungguhnya telah kehilangan harapan masa depan itu, ada yang memiliki sedikit kecerdikan dan bernyali. Kemudian memanfaatkannya untuk mencuri pada setiap kesempatan yang dimungkinkan. Bagaimanapun, selalu ada celah dan kelengahan dari para tuan yang menjajahnya. Atau dari sesama saudaranya yang terjajah. Kefrustasian hidup di tengah penjajahan menyebabkan mereka tega mengkhianati saudara sebangsanya sendiri.
Keempat, mental pemalas.
Di tengah penjajahan, harapan kehidupan lebih baik memang dipupuskan. Sebab tak ada kemewahan dari kemerdekaan yang diperoleh untuk bermimpi.
Apalagi mewujudkan impian. Bukan hanya pragmatis, masyarakat terjajah memang digiring pesimis. Sebab optimisme bisa memicu keinginan merdeka dan pemberontakan. Bagi yang menyadarinya, bermalas-malasan sambil berpura-pura mengerjakan perintah penjajah, adalah pilihan untuk menikmati hidup.
Kelima, mental penipu.
Mereka yang lebih cerdik, lebih bernyali, dan lebih tega dari pemalas dan maling (koruptor), cenderung mengembangkan kemampuannya sebagai penipu. Baik menipu penjajah maupun saudaranya sendiri. Intinya, semua itu dilakukan demi kepentingan diri sendiri untuk menikmati hidup pribadi. Soal penderitaan orang lain semakin jauh dari pertimbangan mereka.
Keenam, mental preman.
Masalah mental yang satu ini merupakan kebiadaban tingkat lanjut yang pertama. Pengkhianatan terhadap sesama bangsa semakin menjadi. Tak jarang premanisme mereka dimanfaatkan penjajah untuk memudahkan intimidasi terhadap rakyat yang lain. Berbekal sedikit kekuasaan dan keleluasaan yang diberikan, mental preman ini justru sering dimanfaatkan penjajah untuk memperkokoh cengkeraman kekuasaannya terhadap yang dijajah.
Ketujuh, mental bossy.
Diantara kelompok preman satu dengan yang lain, berlangsung perebutan pengaruh dan kekuasaan. Termasuk akses terdekat terhadap penjajah yang menguasai. Baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Mereka yang berhasil mencapai tingkah pengaruh yang lebih tinggi tak segan menggunakan berbagai jenis intimidasi dan bentuk kekerasan untuk melanggengkan posisinya. Mereka pun memiliki posisi tawar yang lebih tinggi sebagai antek utama para penjajah yang berkuasa.
Kedelapan, mental penakut