AHOK/ Kayaknya kita wajib sediakan fasiltas dan bangunan yg berfungsi sebagai pusat komunitas di setiap kantong pemukiman nih.
AGUS/ Lho, bukannya sudah ada gedung di tiap kelurahan, koh?
SILVI/ Ada sih, mas. Tapi selama ini kan cuma dipakai urusan administrasi kelurahan. Paling 1-2 yg cukup untuk menyediakan lapangan badminton. Masyarakat pun hanya mampir kalau mau perpanjang KTP atau urus SKBB.
AHOK/ Betul. Kita perlu bongkar konsep dasarnya tuh. Dari dulu kantor kelurahan itu sebetulnya jadi bagian pusat komunitas. Tempat masyarakat berkumpul, tukar pendapat, tolong-menolong, dan berembug kan?
SANDI/ Wah, mana ada lagi yang seperti itu, koh. Jangankan di kota, di desa saja banyak yang tidak berfungsi seperti itu.
ANIES/ Koh Ahok betul kok, bang Sandi. Sesuatu yang keliru harus kita benahi. Jangan terus dibiarkan sehingga makin keliru. Bukan begitu, koh?
AHOK/ Nah, mulai sekarang setiap kelurahan kita rombak total. Bukan kantor administrasinya yg penting. Tapi ruang dan fasilitas buat warganya. Minimal ruang buat warga kumpul-kumpul ngobrol, kasih les tambahan buat anak-anak yg perlu, atau bikin pelatihan, belajar bersama dll. Semua didorong swadaya. Jadi semangat gotong-royong berkembang kan?
AGUS/ Harus dilengkapi dengan ruang olahraga dan kegiatan ekstra kurikuler lain juga. Jadi, kalau ada yang berbakat bisa disalurkan.
JAROT/ Akur, mas Agus. Nanti kita petakan fasilitas apa yg minimal tersedia pada komunitas lingkungan seperti kelurahan. Misalnya salah satu dari pilihan bulu tangkis, volley ball, basket, atau futsal. Tempatnya masih bisa digunakan yg lain juga, misalnya latihan beladiri atau senam lantai.
ANIES/ Kalau sepak bola, kolam renang, tenis, atau baseball mungkin jadi pilihan tingkat kecamatan ya. Atletik dan olahraga khusus lain merupakan fasilitas tingkat kotamadya-nya.
SILVI/ Wah kalau bisa seperti itu, DKI pasti juara umum setiap PON disenggarakan, nih!