Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tarif STNK dan Otoritarianisme

6 Januari 2017   13:43 Diperbarui: 6 Januari 2017   19:24 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya, masyarakat tak punya kepentingan apapun terhadap ketertiban adminstrasi itu. Justru pemerintahlah yang perlu cara untuk memudahkannya mengawasi dan mengetahui masyarakat yang sudah maupun belum melaksanakan kewajiban yang diamanatkan. Jika biaya untuk menjalankan cara tersebut dibebankan lagi kepada masyarakat, sesungguhnya amat sangat tidak pantas lagi. Sikap dan cara tersebut sangat cenderung menjadi kesemena-menaan. 

Sebab masyarakat ditempatkan pada posisi tanpa pilihan selain mengikuti kehendak penguasanya. Seolah mampu untuk memiliki kekayaan (dalam hal ini kendaraan) adalah 'dosa' sehingga perlu ditebus dengan suatu 'biaya' yang jenis dan besarannya bersifat liar. Karena tak ada acuan obyektif di sana. Padahal, memiliki kendaraan itu bisa jadi karena ketidakmampuan pemerintah sendiri melaksanakan kewajibannya menyediakan dan menyelenggarakan angkutan publik yang memadai dan dibutuhkan masyarakat, misalnya.

Persoalan biaya administrasi STNK ini merupakan salah satu yang perlu dirumuskan ulang mulai dari konsepsi dasar pemahamannya. Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tak perlu sungkan memperbaiki berbagai pelengcengan maupun kesalah-pahaman konsepsi pelayanan masyarakat yang sesungguhnya diamanatkan konstitusi itu.

Jadi, pertanyaan keduanya adalah, mampukah pemerintah menyelenggarakan administrasi pelayanan yang berkeadilan sosial, sebagaimana diamanatkan konstitusi kita?

Ya, kita!

Sebab semua ini bukan persoalan kami dan mereka, tapi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun