Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

16 Tahun GRANAT - Mempertimbangkan Strategi Putar Haluan

1 November 2015   00:31 Diperbarui: 1 November 2015   10:54 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Efek memabukkan dan kenikmatan sesaat yang semu, secara tak sengaja, ditemukan pula oleh segelintir masyarakat pada obat-obatan tertentu. Sebetulnya tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menciptakannya adalah untuk membantu pengobatan penyakit. Tapi kemudian penyalah-gunaan obat-obatan itu justru banyak digandrungi. Lalu meluas dengan amat cepat. Dan kita selalu terlambat menyusun dan menyepakati aturan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-hari. Acap terjadi, dampak buruk yang tak pernah diinginkan justru terlanjur meluas.

Fenomena paling dahsyat berlangsung di awal tahun 1990-an. Obat-obatan yang mengandung unsur kimia amphetamine (https://en.wikipedia.org/wiki/Amphetamine) - lazim disebut ecstassy - memasuki pasar pergaulan masyarakat menengah ke atas kota-kota besar Indonesia. Obat-obatan yang sesungguhnya dirancang untuk diresepkan kepada pasien-pasien yang mengalami attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), narcolepsy, dan obesity itu lalu banyak dikonsumsi bebas untuk menyemarakkan pesta-pesta yang diselenggarakan semalam suntuk bahkan hingga siang hari keesokannya. Ketika itu legalitas peredaran dan penggunakannya masih diperdebatkan. Tak ada aturan tegas yang mengharamkannya. Banyak yang tak menyadari - ditengah perdebatan perlu dan tidaknya mengatur legalisasi peredaran obat-obatan itu - pintu masuk bagi jenis narkotika dan obat- obatan terlarang lain yang jauh berbahaya dan lebih mematikan justru terbuka lebar. Karena semua kenikmatan semu yang diberikannya tak lagi asing. Hanya soal jenis dan bentuk bakunya yang berbeda. Juga tingkat kecanduan dan daya rusaknya.

Lalu di pertengahan tahun 1990-an Indonesia dihebohkan dengan berita kematian seorang pemuda bernama Aldi (Rivaldi Sukarno) di rumah artis Ria Irawan yang diduga mengkonsumsi narkotika secara berlebih (link terkait). Kehebohan demi kehebohan lain yang bertaut dengan penyalah gunaan maupun peredaran gelap narkoba kemudian silih-berganti menghias media cetak maupun elektronik. Mula-mula menimpa artis-artis kondang. Kemudian melebar ke lapisan masyarakat lain. Termasuk pejabat pemerintahan dan anggota keluarganya. Bahkan kerabat almarhum Presiden Soeharto (lihat link).

 

***

 

Saat ini mungkin tak perlu lagi mengulas jumlah korban yang masih terus berjatuhan akibat peredaran gelap dan penyalah-gunaan narkoba. Juga tentang tokoh-tokoh masyarakat yang tersangkut. Demikian sering dan banyaknya pemberitaan yang melibatkan oknum kekuasaan di lingkungan sipil maupun militer, bahkan mereka yang berada di wilayah penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman). Apalagi dari kalangan tokoh-tokoh terpandang di tengah masyarakat, seperti komunitas artis, pemuka agama, eksekutif perusahaan, kalangan profesional yang berpendidikan, hingga dosen perguruan tinggi dan guru sekolah. Sedemikian banyak jumlah dan ragam pemberitaan menyangkut hal itu hingga sering tak lagi mengejutkan. Bahkan tak cukup mampu menarik perhatian masyarakat luas. Mungkin mereka telah muak, juga tak acuh.

Secara jumlah, pengedar maupun pengguna, boleh disimpulkan tak mengalami penurunan. Bahkan, walau tak ada data sahih yang mendukung, menilik perkembangan kasusnya dari hari ke hari, jumlahnya sangat mungkin terus meningkat. Jika sebelumnya banyak menelan korban dari kalangan berpunya maka kini paparannya semakin merata terdistribusi di semua lapisan. Dalam hal kualitas justru semakin parah. Setelah berbelas tahun berbagai pihak tak pernah berhenti mengutuk, sungguh aneh dan sangat mengecewakan ketika kita menemukan kenyataan seorang perwira menengah TNI Angkatan Darat yang berpangkat Letnan Kolonel tertangkap petugas polisi dengan dugaan sebagai bagian dari jaringan pengedar beberapa hari yang lalu (http://m.okezone.com/read/ 2015/10/26/338/1238170/terlibat-narkoba-bnn-amankan-perwira-tni). Seakan melengkapi kabar yang tersia beberapa minggu sebelumnya : salah seorang penyidik BNN tertangkap dan diduga sebagai bagian dari jaringan pengedar.

 

***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun