Mohon tunggu...
Jihad Bagas
Jihad Bagas Mohon Tunggu... Insinyur - inconsistent Writer

Kegiatan baca dan tulis merupakan kegiatan sakral yang nilai spiriualitasnya bergantung pada kandungan apa yang dibaca dan apa yang ditulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Entitas Pedesaan dalam Gerusan Modernisasi

31 Januari 2020   09:29 Diperbarui: 31 Januari 2020   09:41 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Reni Wahyu Murti

Pulang secara esenesinya bisa diartikan kembali pada masa dimana kita pernah menetap di suatu tempat. Istilah lain adalah mudik, bisa diartikan dengan pulang ke kampung halaman, rumah, atau tempat kelahiran dimana kaki -- kaki kecil ini pernah berpijak menggambar tanah -- tanah lapang. 

Saat mudik kita mengarungi dimensi jarak menerjang kemacetan jalanan dan tidak jarang juga mengarungi dimensi waktu dimana saat melalui tempat -- tempat tertentu kita merasa bernostalgia dengan  kenangan yang tersimpan yang secara tidak sengaja kembali menghampiri saat melintasinya.

Kampung halaman atau lebih dikenal dengan istilah desa secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dhesi yang berarti tanah kelahiran. Tempat dimana awal kehidupan muncul. Dari si kecil mungil yang tumbuh dan berkembang kelak menjadi si gagah yang Tangguh dalam menjalani kehidupan.

Saat ini, pergolakan kemajuan zaman membuat eksistensi desa ini tergerus bahkan terjajah oleh kemajuan pembangunan di daerah perkotaan. Kearifan lokal pun mulai terdistorsi oleh budaya negatif yang terbawa bersama teknologi. Lantas apakah eksistensi desa ini masih perlu? 

Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi pembangunan, ada istilah rural economy dan urban economy. Bisa dikatakan konsep rural economy ini adalah konsep yang cocok dalam menggambarkan proses perputaran ekonomi di daerah pedesaan. 

Jika dalam perputaran roda ekonomi itu ada proses dari produsen menghasilkan sesuatu. Lalu ada proses pendistribusian hasil sampai konsumen menerima hasil yang diinginkannya. Maka tiap proses dalam rural economy ini selalu melibatkan alam dalam setiap prosesnya.

Contoh, para petani yang sadar dimana keberhasilan panennya sangat bergantung dengan kondisi alam. Maka mereka pun tidak berani melakukan tindakan yang dapat merusak siklus alam. Mulai dari tingkah laku sampai pola pikir pun sebisa mungkin mereka lakukan adalah selaras dengan alam.

Dan jika dilihat dari proses interaksi sosialnya, ada sebuah kearifan lokal yang sangat khas. Kearifan ini juga tidak lain adalah suatu sikap kesadaran dimana tiap orang harus bersikap selaras dengan alam. 

Selaras dengan alam ini tidak hanya interaksi manusia dengan alam, tapi juga interaksi antar sesama manusia. Karena  sesuai dengan kedudukan manusia di alam ini adalah makhluk sosial.

Ada istilah di Jawa yaitu guyub rukun ada juga yang bilang ramah guyub. Dari kalangan anak muda sampai orang tua pun ada semboyan "ra guyub uripmu suwung", artinya "gak rukun hidupmu sepi". Kearifan lokal seperti ini sudah menjadi sebuah budaya di masyarakat desa. 

Kembali lagi, ini merupakan sebuah sikap dimana kita sebagai manusia berjalan selaras dengan alam sesuai dengan perannya. Jika diibaratkan dengan perputaran dari rangkaian gerigi, kita memiliki peran sosial yang saling menopang untuk meutar gerigi besar dari roda kehidupan.

Lalu mari kita lompat ke daerah perkotaan, dimana pembangunan kota sangat gencar agar menjadi kota metropolitan atau bahkan menjadi kota megapolitan. Dan kerasnya tuntutan hidup di kota dalam memenuhi kebutuhan sehari -- hari mulai dari kebutuhan hidup sampai dengan kebutuhan gengsi. 

Kondisi ini terkadang membuat kita lupa akan bertindak yang selaras dengan alam. Peran manusia sebagai makhluk sosial perlahan mulai terkikis menjadi makhluk materiil yang hanya fokus pada target materi. 

Konsep urban economy menjadi dasar pergerakan roda ekonomi di daerah perkotaan. Dimana setiap prosesnya berpacu pada obyek, pencapaian hasil, perolehan materi. Keserasian, keharmonisan, dan keselarasan pun diabaikan demi achievment.

Bahkan alam pun tidak dijadikan pertimbangan dalam tiap prosesnya. Makanya tempat yang sering terjadi bencana alam atau bencana sosial itu adalah wilayah perkotaan. Karena manusia telah lupa akan perannya di alam ini.

Kita harus sepakat bahwa, semegah - megahnya kota pun tidak akan berjalan lancar tanpa ada tempat -- tempat penyokong kota tersebut. Disini lah ada peran dari daerah pedesaan. Tempat dihasilkannya produk mentah yang kemudian diolah agar memiliki nilai lebih lalu diedarkannya lah di perkotaan.

Berputarlah roda perekonomian. Ada siklus perputaran ekonomi dari pedesaan menuju perkotaan. Dan nantinya akan diputar lagi di kota dengan nilai yang lebih. Ini lah salah satu siklus perekonomian yang sehat yang mampu menaikan taraf masyarakat baik itu di pedesaan maupun di perkotaan.

Kita tahu di  desa atau kampung tak perlu membangun menara pencakar langit, tak perlu juga membangun sarana transportasi umum yang canggih dan tak perlu juga membangun pusat perbelanjaan layaknya mall yg megah. Biarlah alam yang membangun dengan siklus mereka sendiri. 

Pemerintah hanya cukup membangun fasilitas atau perantara yg memudahkan atau memperlancar siklus tersebut. Ingat, gagasan pemerataan pembangunan bukan lah membangun yang sama rata pada tiap daerah. 

Membangun yang sesuai dengan porsi kebutuhan daerah dalam menjalankan peranan daerahnya. Keadilan pembangunan pun akan tercapai jika semua telah berjalan sesuai peranannya. Keseimbangan tatanan hidup dan kelancaran perputaran roda ekonomi pun akan terasa seimbang dan lancar.

Mari kita menjaga kearifan-kearifan sikap kita dalam menjalankan hidup yang selaras dengan alam. Istilah trend di era sekarang ini adalah konsep pembangunan Sustainability Development. Dimana setiap pembangunannya melibatkan dan menitikberatkan pada lingkungan sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun