Pulang secara esenesinya bisa diartikan kembali pada masa dimana kita pernah menetap di suatu tempat. Istilah lain adalah mudik, bisa diartikan dengan pulang ke kampung halaman, rumah, atau tempat kelahiran dimana kaki -- kaki kecil ini pernah berpijak menggambar tanah -- tanah lapang.Â
Saat mudik kita mengarungi dimensi jarak menerjang kemacetan jalanan dan tidak jarang juga mengarungi dimensi waktu dimana saat melalui tempat -- tempat tertentu kita merasa bernostalgia dengan  kenangan yang tersimpan yang secara tidak sengaja kembali menghampiri saat melintasinya.
Kampung halaman atau lebih dikenal dengan istilah desa secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dhesi yang berarti tanah kelahiran. Tempat dimana awal kehidupan muncul. Dari si kecil mungil yang tumbuh dan berkembang kelak menjadi si gagah yang Tangguh dalam menjalani kehidupan.
Saat ini, pergolakan kemajuan zaman membuat eksistensi desa ini tergerus bahkan terjajah oleh kemajuan pembangunan di daerah perkotaan. Kearifan lokal pun mulai terdistorsi oleh budaya negatif yang terbawa bersama teknologi. Lantas apakah eksistensi desa ini masih perlu?Â
Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi pembangunan, ada istilah rural economy dan urban economy. Bisa dikatakan konsep rural economy ini adalah konsep yang cocok dalam menggambarkan proses perputaran ekonomi di daerah pedesaan.Â
Jika dalam perputaran roda ekonomi itu ada proses dari produsen menghasilkan sesuatu. Lalu ada proses pendistribusian hasil sampai konsumen menerima hasil yang diinginkannya. Maka tiap proses dalam rural economy ini selalu melibatkan alam dalam setiap prosesnya.
Contoh, para petani yang sadar dimana keberhasilan panennya sangat bergantung dengan kondisi alam. Maka mereka pun tidak berani melakukan tindakan yang dapat merusak siklus alam. Mulai dari tingkah laku sampai pola pikir pun sebisa mungkin mereka lakukan adalah selaras dengan alam.
Dan jika dilihat dari proses interaksi sosialnya, ada sebuah kearifan lokal yang sangat khas. Kearifan ini juga tidak lain adalah suatu sikap kesadaran dimana tiap orang harus bersikap selaras dengan alam.Â
Selaras dengan alam ini tidak hanya interaksi manusia dengan alam, tapi juga interaksi antar sesama manusia. Karena  sesuai dengan kedudukan manusia di alam ini adalah makhluk sosial.
Ada istilah di Jawa yaitu guyub rukun ada juga yang bilang ramah guyub. Dari kalangan anak muda sampai orang tua pun ada semboyan "ra guyub uripmu suwung", artinya "gak rukun hidupmu sepi". Kearifan lokal seperti ini sudah menjadi sebuah budaya di masyarakat desa.Â
Kembali lagi, ini merupakan sebuah sikap dimana kita sebagai manusia berjalan selaras dengan alam sesuai dengan perannya. Jika diibaratkan dengan perputaran dari rangkaian gerigi, kita memiliki peran sosial yang saling menopang untuk meutar gerigi besar dari roda kehidupan.