Setelah menunggu selama 5 jam, kita kemudian memasuki lagi pesawat yang menuju Taipei. Rasa kantuk pun hilang, karena dalam benakku ingin segera sampai di taiwan. Taiwan, negeri harapanku. Guncangan pesawat saat take off, kurasakan seolah guncangan ayunan bambu di kampungku. Bukan takut, namun kenikmatan yang mengisi relung hatiku.
Tak terasa perjalanan 5 jam dalam pesawat seolah hanya sekejap. Tibalah diriku di bandara Taoyuan Taipei. Kulihat punggung lelaki tua laoshi An-Hua yang memimpin perjalanan ini, aku tak berucap sedikitpun. Kusandarkan hidupku padanya. Sejenak beliau mengajak rehat dibawah tulisan selamat datang di Taiwan.Kami berfoto ria dengan penuh kegembiraan. Sampailah kami di depan counter imigrasi, petugas menyapa kami dengan ramah. Setelah melihat paspor kami, beliau berujar,"Ah, resident visa!", Welcome-welcome.
Di luar bis sudah menunggu, membawa kami ke Tainan. Perjalanan ditempuh selama 5 jam. Menyenangkan melihat pemandangan selama perjalanan menuju Tainan. Gunung, sawah, kebun, bangunan pabrik, kampung rumah penduduk, juga sekolah yang kami lihat sepanjang perjalanan. Sesekali kami melihat orang Taiwan di jalanan. Inilah kali pertama aku berinteraksi dengan orang asing.
Sesampai di Tainan hampir menjelang magrib. Kami sudah ditunggu tutor pendamping yang bisa berbahasa Indonesia. Mereka mengarahkan kami ke asrama yang telah disediakan. Kubongkar barang bawaanku. Kususun dengan rapi baju dan barang pribadiku. Tak lupa ku taruh di meja, foto almarhum ayahku. Ku tatap dengan lekat fotonya almarhum. "Ayah, aku berjanji, ku gapai mimpi disini! Kan ku rubah nasib keluarga kita!". Tak terasa tetesan butir air mata hangat membasahi pipi. Tangisan bahagia, telah sampai di negeri impian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H