Mohon tunggu...
Chaerun Anwar
Chaerun Anwar Mohon Tunggu... profesional -

Mendidik dengan hati, mengajar dengan bahagia, dan melatih tanpa pamrih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Taiwan, Tanah Impian-ku

9 Oktober 2017   10:38 Diperbarui: 9 Oktober 2017   11:00 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langit biru dan hijau rimbun dedaunan menyambut ku di pagi musim panas. Akhirnya ku sampai juga ke Tainan, gumanku. Mimpi yang telah menjadi kenyataan. Ku pandangi kampusku yang megah, Chia Nan University. Seolah tak percaya, bahwa akhirnya aku sampai juga ke Taiwan. Aku yang nun jauh dipelosok Cidaun Cianjur, seakan mimpi mewah untuk dapat kuliah di Taiwan.

Pagi itu, adalah hari kedua aku di kampus baruku. Banyak hal yang harus aku selesaikan, seperti mengurus dokumen ARC (Alien Residence Card). Mencari colokan berkaki dua yang tentunya beda dengan colokan listrik di Indonesia. Untungnya pihak kampus telah menyediakan Moshula yang kami namai Mushola Al-Muhajirin.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kuliah baru akan dimulai tanggal 18 september, sehingga masih ada waktu eksplor kota. Sepertinya semua tersedia di kampus. Toserba seven-eleven disamping mushola, demikian juga toko buku. Seberang kampus aku bisa memperoleh semua kebutuhan diri, seperti peralatan listrik dan barang pecah belah.

Dari kampus, kami bisa menggunakan Gaochung (kereta) hanya 5 menit jalan kaki, dan jarak tempuh ke downtown kota Tainan sekitar 10 menit. Tentunya sangat menyenangkan  karena bisa pulang pergi menikmati waktu luang hang out di sana. Beruntungnya meskipun bahasa mandarin adalah bahasa sehari-hari, namun tanda tanda petunjuk di jalan menggunakan dua bahasa (Mamdarin dan Inggris).

Aku diarahkan mengambil jurusan manajemen informasi. Perusahaan yang akan menggunakan jasaku selepas beres kuliah S1 di Tainan, mengharapkan aku ahli di bidang manajemen informasi. Bagiku tidaklah keberatan, karena jurusan apapun adalah hanya jembatan meraih pekerjaan dengan prospek masa depan yang lebih baik. Andaikan aku sedang bermain film dalam laskar pelangi jilid 2, inilah aku pemain utamanya. Aku ingin merubah nasib diriku dan keluargaku.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
4 bulan sebelum meninggalkan tanah air, betapa beratnya persiapan yang aku lalui. Dari mulai mengurus paspor yang bagi kami orang tidak mampu, bagian ini yang tersulit. Tatapan petugas imigrasi yang seolah tidak percaya bahwa aku akan terbang ke Taiwan, seperti puluhan pisau mencabik hatiku. Tapi demi mimpiku, kulalui dengan tabah. Memiliki paspor bagiku sebuah kemewahan. Aku merasa seperti sederajat dengan anak anak orang kaya.  Paspor bagiku identitas lain yang menaikan harga diriku.

Belajar bahasa mandarin untuk ku juga kesulitan yang berikutnya, bagaimana ucapan dan tulisan tidak mudah dilafalkan. Nada yang naik turun, serta menulis huruf cina merupakan pengalaman baruku. Untungnya aku memperoleh guru terbaik, kami menyebutnya An-hua Laoshi. Berkat jasa beliau pula pihak kampus Chia Nan University menyediakan mushola cantik di kampus.

Hari keberangkatanpun tiba. Sejak tengah malam aku bersama pamanku menyewa elf dari kampungku menuju pusat kota, entah berganti berapa kali kendaraan agar aku bisa sampai ke airport soeta. Namun perjalanan itu tak terasa membuat tubuhku penat. Pikiranku dipenuhi mimpi ingin segera sampai. 

Seperti apakah airport Soeta itu, seumur hidupku, inilah kali pertama aku menginjakkan kaki disini. Hampir tengah hari, sampailah kami di sana. Kupandangi dengan kagum, gedung megah dan jejeran pesawat yang parkir. Setelah kuseret, paman dan ibuku digiring masuk dalam bandara yang nyaman tersebut. Di pojok terminal 2D, tempat yang dituju, beberapa temanku sudah tiba. Luapan gembira pecah dalam derai tawa dan saling sapa. Teman seperjalanan dan seperjuangan telah tiba. Perjalananku selanjutnya tidaklah menakutkan seperti bayanganku beberapa malam sebelumnya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Berdiri gagah lelaki tua dengan rambut putih didepan para orang tua yang mengantar kami. Itulah laoshi kami, bapak An-hua. Menurut pembimbing kami, beliau mantan pejabat tinggi yang punya koneksi ke Cina. Sungguh mulia apa yang beliau lakukan kepada kami. Anak desa yang ingin meraih mimpi mewah seperti anak orang kaya. Kuliah di luar negeri. Setelah sejurus kemudian menyapa seluruh orang tua yang hadir, Laoshi An-hua menggiring kami masuk dalam bandara untuk Check-in. Rupanya baru kami ketahui, beliau mendampingin kami sampai ke Taipei.

Saat check in di counter pesawat, kami ditanya surat penerimaan sebagai mahasiswa di Taiwan. Aku tunjukan amplop coklat. Dengan wajah berbinar petugas menyapaku dengan kekaguman. Aku merasa tersanjung dan beruntung. Dengan senyum lebar petugas menyerahkan boarding pass dan menjelaskannya. Setelah semua teman selesai melakukan check in pesawat, kami menuju counter imigrasi. Disini kami diperiksa paspor dan visa-nya. Petugas dengan tersenyum mengucapkan selamat belajar. Aku seperti diberi semangat luar biasa oleh orang-orang .

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Setengah berlari kami menuju gerbang pesawat, karena waktu masuk pesawat sudah tiba. Masuk dalam pesawat merupakan pengalaman kami yang baru. Oh, ini rupanya pesawat terbang yang aku lihat gambarnya di buku dan TV. Kurasakan empuk kursi pesawat yang terbalut kulit. Sejenak kemudian aku telah terlelap dalam tidur dan dibuai mimpi indah tentang Taiwan seperti yang aku dengar dalam perkuliahan yang dijelaskan oleh Laoshi An-Hua.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Bahuku dipegang dengan lembut oleh temanku. Oh, rupanya telah sampai di Singapura. Kami transit di singapura selama 5 jam untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Taipei. Berjalan perlahan sambil mengamati ornamen yang asing bagiku. Inikah singapura yang aku lihat dan dengar di TV itu. Bandaranya betapa besar dan luas. Semua barangnya bagus dan mahal. Toko berjejer di kanan kiri jalanan menuju gerbang keberangkatan. Uh, mahal sekali barangnya gumanku berbicara sendiri. Aku pasti dapat membelinya kelak, bantinku dengan penuh emosi.

Setelah menunggu selama 5 jam, kita kemudian memasuki lagi pesawat yang menuju Taipei. Rasa kantuk pun hilang, karena dalam benakku ingin segera sampai di taiwan. Taiwan, negeri harapanku. Guncangan pesawat saat take off, kurasakan seolah guncangan ayunan bambu di kampungku. Bukan takut, namun kenikmatan yang mengisi relung hatiku.

Tak terasa perjalanan 5 jam dalam pesawat seolah hanya sekejap. Tibalah diriku di bandara Taoyuan Taipei. Kulihat punggung lelaki tua laoshi An-Hua yang memimpin perjalanan ini, aku tak berucap sedikitpun. Kusandarkan hidupku padanya. Sejenak beliau mengajak rehat dibawah tulisan selamat datang di Taiwan.Kami berfoto ria dengan penuh kegembiraan. Sampailah kami di depan counter imigrasi, petugas menyapa kami dengan ramah. Setelah melihat paspor kami, beliau berujar,"Ah, resident visa!", Welcome-welcome.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Selesai dengan urusan Imigrasi, kami mengambil bagasi di area gerbang keluar. Tak lama kami menunggu. Bagasi kami sudah ditemukan dengan selamat. Diluar kami disambut seorang pelajar Indonesia yang kuliah di taipei. Anaknya ganteng dan tinggi.Kami diperkenalkan oleh laoshi An-hua kepada Hai Tao. Rupanya baru kami ketahui, Hai Tao adalah anaknya laoshi An-hua. Sungguh hormat ku bertambah-tambah kepada beliau.

Di luar bis sudah menunggu, membawa kami ke Tainan. Perjalanan ditempuh selama 5 jam. Menyenangkan melihat pemandangan selama perjalanan menuju Tainan. Gunung, sawah, kebun, bangunan pabrik, kampung rumah penduduk, juga sekolah yang kami lihat sepanjang perjalanan. Sesekali kami melihat orang Taiwan di jalanan. Inilah kali pertama aku berinteraksi dengan orang asing.

Sesampai di Tainan hampir menjelang magrib. Kami sudah ditunggu tutor pendamping yang bisa berbahasa Indonesia. Mereka mengarahkan kami ke asrama yang telah disediakan. Kubongkar barang bawaanku. Kususun dengan rapi baju dan barang pribadiku. Tak lupa ku taruh di meja, foto almarhum ayahku. Ku tatap dengan lekat fotonya almarhum. "Ayah, aku berjanji, ku gapai mimpi disini! Kan ku rubah nasib keluarga kita!". Tak terasa tetesan butir air mata hangat membasahi pipi. Tangisan bahagia, telah sampai di negeri impian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun