Mohon tunggu...
ajid kurniawan
ajid kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - peladang multiplatform

laki-laki setengah abad yang berusaha menanam kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Skandal Guru Besar ULM

27 September 2024   07:40 Diperbarui: 27 September 2024   07:40 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambisi dan Realitas di ULM

Di ULM, skandal ini tampaknya berakar dari ambisi besar universitas untuk mempercepat jumlah profesor. Program percepatan promosi guru besar yang dicanangkan rektor pada 2023 bertujuan untuk meningkatkan reputasi universitas. Namun, ambisi ini menabrak kenyataan ketika prosesnya tidak diikuti dengan penegakan etika akademik yang kuat.

Seorang dosen bercerita bahwa saat diminta untuk mempercepat publikasinya, ia merasa seperti berada dalam perlombaan yang tak berkesudahan---bukan lomba untuk menjadi ilmuwan terbaik, tapi untuk memenuhi kuota gelar.

Rektor ULM, Prof. Ahmad Alim Bachri, memiliki visi besar untuk universitasnya, tetapi eksekusinya tergelincir dalam praktik-praktik yang tidak sesuai dengan standar akademik. Sejak 2022, ULM tercatat telah melantik 54 guru besar hanya dalam kurun waktu kurang dari 1,5 tahun. Namun, kecepatan ini mengorbankan kualitas dan integritas. Dalam upaya mempercepat, mereka mengabaikan mekanisme yang seharusnya menjadi penjaga mutu.

Belajar dari Kesalahan

Kasus di ULM seharusnya menjadi pembelajaran bagi institusi pendidikan di Indonesia. Pemberian gelar profesor tidak hanya soal memenuhi syarat administratif, tetapi juga tentang menjaga standar akademik dan integritas. Jepang memberikan contoh bahwa proses yang ketat dan transparan diperlukan untuk memastikan hanya mereka yang benar-benar berprestasi yang mendapatkan gelar profesor.

Pemerintah Indonesia dan institusi pendidikan tinggi perlu meninjau kembali mekanisme pemberian gelar profesor agar lebih transparan dan bebas dari korupsi.

Tidak hanya itu, perlu ada perubahan budaya di mana gelar profesor dipandang bukan sebagai simbol status atau alat untuk mendapatkan tunjangan lebih tinggi, melainkan sebagai pengakuan atas kontribusi nyata dalam penelitian dan pendidikan.

Selain itu, reformasi dalam sistem evaluasi akademik di Indonesia sangat diperlukan. Penggunaan jurnal predator harus diberantas dengan ketat. Ada banyak platform dan komite evaluasi jurnal internasional yang bisa dijadikan acuan untuk memastikan publikasi ilmiah memiliki kredibilitas. Akademisi juga perlu diberikan pelatihan dan pemahaman tentang pentingnya etika publikasi agar tidak tergiur dengan jalan pintas.

Ketika Reputasi Kampus Tercoreng

ULM adalah lebih dari sekadar institusi; ia adalah tempat di mana banyak dari kita memulai langkah pertama menuju masa depan. Saat berita tentang dosen yang "membeli" gelar profesor muncul, itu bukan sekadar kisah miring---itu adalah tamparan bagi kita semua yang pernah berjuang di sana. Tiba-tiba, apa yang dulu kita banggakan seolah kehilangan nilainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun