Perkembangan zaman telah melahirkan berbagai kemajuan di segala bidang kehidupan. Teknologi komunikasi merupakan salah satu bidang yang mengalami kemajuan pesat dan menjadi kebutuhan masyarakat di era modern. Media sosial sebagai salah satu contoh perkembangan teknologi komunikasi, telah menjadi tempat bagi masyarakat untuk berdemokrasi dengan bebas menyampaikan pendapat dan ekspresi. Namun, apakah media sosial merupakan tempat yang tepat untuk menyatakan pendapat dan ekspresi?, bagaimana keadaan media sosial saat ini setelah digunakan sebagai media berdemokrasi?.
Peran Media Sosial Dalam Demokrasi
Di era modern saat ini, segala bentuk peristiwa tidak hanya disebarkan oleh media konvensional, seperti televisi, radio, dan koran. Media sosial sebagai media baru telah menjadi tempat di mana segala bentuk peristiwa disiarkan dan disebar kepada seluruh masyarakat. Bahkan, banyak banyak badan usaha media saat ini menggunakan berbagai platform media sosial seperti Tiktok, Instagram, Youtube, dan Facebook, untuk menyebarkan berbagai konten beritanya, hal ini dikenal sebagai konvergensi media. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa media sosial saat ini merupakan platform yang strategis dan relevan untuk menyebarkan segala jenis informasi dan berbagai konten lainnya.
Mengenai perannya sebagai wadah berdemokrasi, Media sosial menyediakan akses yang lebih universal daripada media konvensional. Mulai dari warga sipil, pejabat, dan lain-lain, dapat mengakses media sosial dan menggunakannya sebagai wadah komunikasi politik dan menyatakan pendapat. Bahkan, pada Pemilu 2024, media sosial masif digunakan untuk berkampanye demi mendongkrak suara. Selain itu, Hampir seluruh platform media sosial digunakan untuk bertukar pikiran dengan cara berdebat mengenai kontestasi Pemilu. Hal tersebut menunjukkan bahwa media sosial memang layak dijadikan wadah untuk berdemokrasi, karena akses media sosial cukup universal bagi semua pihak dan kemungkinan bagi mereka bertukar isu dan gagasan.
Dampak Media Sosial Sebagai Wadah Berdemokrasi
Meskipun media sosial menciptakan beragam manfaat bagi masyarakat, bukan berarti tidak terdapat dampak negatif setelah menjadikannya sebagai wadah berdemokrasi. Penggunaaan media sosial yang tidak dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menciptakan dampak negatif yang cukup destruktif. Berbagai problematika dalam menggunakan media sosial, mulai dari ujaran kebencian, cyberbullying, hingga disrupsi informasi. Adapun berbagai problematika dalam media sosial terangkum sebagai berikut:
1. Penyebaran Informasi Palsu (Hoax)
Menurut KBBI, hoax dapat diartikan sebagai berita bohong, kabar dusta, atau informasi palsu. Tujuan dari penyebaran hoax di media sosial pun beragam, bisa karena kepentingan politik atau kekuasaan, ekonomi, sentimen, atau sekadar iseng semata (Astrini, 2017). Menurut riset Masyarakat Telematika (Indonesia, 2017), sebanyak 91,8% responden menyatakan bahwa mereka sering mendapatkan informasi hoax mengenai sosial-politik, dan 88,6% mengenai Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan (SARA). Dengan paparan data tersebut, berita hoax dapat menjadi ancaman bagi integrasi bangsa dan menimbulkan perpecahan antar masyarakat.
Disintegrasi bangsa merupakan salah satu dampak negatif dari penyebaran berita hoax. Dalam jangka panjang, bentuk disintegrasi akibat penyebaran hoax dapat terlihat dari adanya polarisasi ekstrem di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, krisis kepercayaan dan pembelahan relasi merupakan bentuk disintegrasi lainnya yang memecah belah kerukunan masyarakat. Dengan demikian, penyebaran berita hoax benar-benar berdampak destruktif dan harus ditangani dengan serius.
Kasus penyebaran hoax yang menghebohkan jagat media sosial adalah penganiayaan Ratna Sarumpaet. Kasus ini beredar menjelang pemilihan presiden 2019 di platform Facebook melalui unggahan dari akun yang bernama Swary Utami Dewi. Unggahan tersebut disertai tangkapan layar dari aplikasi WhatsApp pada 2 Oktober 2018 disertai foto wajah perempuan bernama Ratna Sarumpaet yang terlihat lebam. Unggahan ini pun mendapat respons yang luas dari masyarakat, Bahkan, Prabowo Subianto yang saat itu menjadi Calon Presiden bersama beberapa tokoh lainnya menyatakan bahwa penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet adalah pelanggaran HAM. Setelah melalui berbagai penyidikan, diketahui bahwa kasus penganiayaan tersebut adalah kebohongan dan lebam pada wajah Ratna Sarumpaet diakibatkan oleh operasi sedot lemak.