"Kalau saja, yuk... kalau saja kakek tidak menyatakan perasaannya. Mana nenek tau kalau dia ternyata menulis tentang nenek secara diam-diam"
Nenek diam sejenak, "Kau harus ingat yuk, perasaan dalam hati muncul untuk diungkapkan bukan untuk dipendam. Sejatinya cinta yang ditakdirkan untukmu tidak perlu usaha yang terlalu keras. Kau dan takdirmu akan saling memahami, menerima dan memberi. Seperti nenekmu yang memahami kesukaan kakekmu, menerimanya, dan juga memberikan yang terbaik untuk dirinya.Â
Pun sebaliknya yang dilakukan kakekmu untuk nenek. Ya walaupun pasti ada saja halang rintangnya. Berantem? Pernah, nenek dan kakek pernah berantem. Tapi apa setelah berantem itu kami memutuskan untuk berpisah? Tidak, kami selalu mencari jalan keluarnya. Bukan menyerah tapi mencari solusinya, itulah arti kebersamaan"
Aku tersenyum dan menganggukan kepala. Nenek kembali membersihkan vas bunga perak kesayangannya. Membersihkannya dengan teliti sebab hanya vas bunga itu benda bersejarah yang mengingatkannya pada kakek.
Dulu, kakek mengajak nenek untuk jalan-jalan ke toko antik dan membelikan vas bunga itu untuk nenek. Mereka belum berpacaran dan masih muda. Katanya, nenek sempat kesal karena kakek tidak romantis dan hanya membelikan vas bunga tanpa bunganya.Â
Namun sesampainya di rumah, nenek menemukan sepucuk surat bersamaan di dalam kotak coklat pembungkus vas bunga. Surat pernyataan cinta yang sederhana namun menghangatkan hati. Tentu, nenek tidak berhenti tersenyum saat membacakan surat itu padaku.
Cerita yang sama setiap malam dari mulut nenek padaku. Aku tidak akan pernah bosan mendengarkannya. Semenjak penyakit Alzheimer yang diidap oleh nenek, nampaknya ingatan mengenai kakeklah yang mengakar kuat dalam hatinya. Serta kebiasaannya ini menjadi rutinitas yang tidak akan pernah ia lewatkan dan lupakan.
Nenek mungkin saja lupa menaruh kacamatanya, lupa tengah menghidupkan air di kamar mandi, lupa telah mengulang perkataannya lebih dari 7 kali. Parahnya, ia sering lupa nama mama, anaknya sendiri. Tetapi ia tidak akan lupa mengenai kakek, belahan jiwanya.
Kini nenek mengambil sepucuk surat yang ditaruh tepat di bawah vas bunga. Ya, ini adalah bagian kesukaanku dari rutinitas yang nenek lakukan setiap malam. Ia akan membacakan surat pernyataan cinta yang kakek tuliskan untuk dirinya.
Adinda yang memiliki senyum seperti Sirius, bintang paling terang di langit Bumi. Entah untukmu apakah surat ini cukup untuk menjelaskan keadaan kita berdua atau tidak. Meski kita sama-sama sadar, segala rasa yang terjalin diam-diam antara kita berdua. Segala tatapan yang menghangat tiap kali kedua mata kita bertemu. Juga segala percakapan yang tercipta melalui sambungan telepon.
Harusnya jelas sudah bahwa ada perasaan yang tertanam dalam hatiku untukmu, Adinda. Aku mencintaimu. Kiranya kau juga, maka izinkan besok malam aku mendatangi rumahmu. Dan bolehkah aku memanggilmu 'sayang'?