Mohon tunggu...
Josef H. Wenas
Josef H. Wenas Mohon Tunggu... Administrasi - Not available

Not available

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Lobi Vatikan” di Indonesia?

11 Juli 2015   09:53 Diperbarui: 11 Juli 2015   09:53 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal kedekatan Megawati Soekarnoputri dengan kalangan Katolik tidak dapat dilepaskan dari pengalaman pribadi masa kecilnya bersama ayah-bundanya. Kedekatan pribadi Soekarno dengan kalangan Katolik sejak pembuangan di Ende seperti diulas pada bagian awal tulisan ini, tentu juga menjadi kedekatan batin Megawati secara pribadi.

Ibu Fatmawati tentu pernah berkisah kepadanya bagaimana Megawati kecil dilindungi oleh Gereja Katolik di masa revolusi dulu.

Keadaan semakin genting, maka Presiden Soekarno memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946, di kota itulah Megawati lahir setahun kemudian, 23 Januari 1947. Megawati berusia kurang dari 2 tahun, sewaktu Belanda melancarkan Agresi Militer II, 19 Desember 1948, dan menangkap para pemimpin Republik. Soekarno terlebih dahulu diasingkan ke Brastagi, lalu ke Prapat sebelum dipindahkan ke Bangka bergabung besama pemimpin Republik lainnya.

Dalam suasana sedih tertekan seperti ini, Uskup Agung Semarang Albertus Soegijapranata yang juga telah memindahkan Keuskupannya ke Yogyakarta sebagai sikap solidaritas dan kesetiaan kepada Republik, memberikan perlindungan dan tumpangan kepada Ibu Negara pertama Indonesia itu bersama putri kecilnya Diah Permata Megawati  Setiawati Soekarnoputri di kompleks Gereja Santo Yosef Bintaran, yang terletak di tepi Timur Kali Code.

Megawati tentu masih ingat, ketika Uskup Soegijapranata wafat di Belanda 22 Juli 1963, Presiden Soekarno tidak mau sahabatnya itu dimakamkan disana dan mengirimkan pesawat khusus menjemput jenazahnya. Peti mati Soegijapranata baru tiba di Kemayoran 28 Juli, tetapi pada 26 Juli Soekarno telah menerbitkan PP 152/1963 yang menetapkan Soegijapranata sebagai Pahlawan Nasional.

Di gereja Katedral Jakarta, kader Pastor Frans van Lith itu dibaringkan sebelum dibawa ke Semarang untuk dimakamkan, Presiden Soekarno datang mengucapkan pidato perpisahan yang mengharukan. Di samping jenazah uskup patriotik itu, Ibu Fatmawati menitikan air matanya.

****

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua kali pemerintahan sejak 2004 selama hampir 10 tahun kemudian, telah menyaksikan tiga periode kepausan, yaitu Yohanes Paulus II, Benediktus XVI dan Fransiskus.

Selama kurun waktu itu tidak pernah Yudhoyono berkunjung ke Vatikan. Sebaliknya Indonesia juga tidak pernah menerima kunjungan seorang Paus. Bahkan juga belum terdengar berita Yudhoyono pernah bertemu seorang Paus dalam kesempatan manapun di berbagai forum internasional ataupun kesempatan lainnya.

Presiden Yudhoyono juga tidak hadir ketika dunia internasional hadir di Vatikan, 8 April 2005, pada upacara pemakaman Paus Yohanes Paulus II. Saat itu Vatikan menjadi perhatian hampir semua media sekelas CNN, BBC, Fox News, juga jadi perhatian para pemimpin yang hadir disana seperti Sekjen PBB Kofi Annan, Presiden George Bush, Pangeran Charles, PM Tony Blair, Presiden Jacques Chirac, PM Mikhail Fradkov, PM Paul Martin, Raja Juan Carlos I, Raja Carl Gustaf XVI, Raja Abdullah II, Presiden Mohammad Khatami, PM Recep Tayip Erdogan, Presiden Moshe Katzav, PM Lee Hai-chan, dan banyak lagi dignitaries lainnya.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun