Mohon tunggu...
Josef H. Wenas
Josef H. Wenas Mohon Tunggu... Administrasi - Not available

Not available

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Lobi Vatikan” di Indonesia?

11 Juli 2015   09:53 Diperbarui: 11 Juli 2015   09:53 2138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menjelaskan kedekatan Soekarno dengan kalangan Katolik, harus ditelusuri kembali masa mudanya antara tahun 1934 -1938 ketika dia dibuang ke Ende, Flores. Di situlah, selama empat tahun, kalangan Katolik menjadi bagian hidupnya sehari-hari.

Kebetulan dari rumahnya di kampung Ambugaga, hanya 10 menit berjalan ke arah Timur terdapat kompleks misi Katolik. Setelah selesai berkebun, membaca koran dan buku, sering Soekarno pergi berjalan-jalan ke kompleks misi ini. Di sini dia sering melakukan intellectual exercise dengan para biarawan SVD (Societas Verbi Divini atau Serikat Sabda Allah) seperti Pastor P.G. Huijtink, J. Bouma dan Bruder Lambertus. Soekarno bahkan dipercaya untuk memegang kunci perpustakaan di biara Santo Yosef, sehingga dia dapat memanfaatkannya seluas mungkin.

Budayawan Ignas Kleden mencatat, Pastor Jan Bouma adalah figur sentral dalam misi SVD di Flores, menjadi lawan debat Soekarno yang paling fasih. Pastor Bouma adalah Superior Regional SVD untuk lima periode selama 1932-1947. Dia juga pendiri Seminari Tinggi Santo Paulus di Ledalero, 1937.

Pada tahun 1936, merapat di Ende seorang misionaris muda yang baru menyelesaikan studi doktoralnya di Roma dalam bidang sejarah gereja. Dr. M. van Stiphout SVD belajar di Roma pada saat Mussolini menjadi penguasa Italia. Dia mengalami apa artinya hidup dalam Fasisme. Dengan dia, Soekarno banyak mendiskusikan kecenderungan meluasnya Fasisme pada masa itu.

Sebelumnya di penjara Sukamiskin, Bandung, awal 1931 Soekarno mulai membaca tulisan-tulisan Frans van Lith. Pada pembuangan di Ende, Flores, Soekarno mengalami perjumpaan intelektual dengan para misionaris SVD, dimana dia mengalami pergolakan pemikiran kebangsaannya. Pada dirinya terjadi metamorfosa ideologis dari seorang yang sejak muda terobsesi dengan trilogi “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” ke suatu filsafat kebangsaan yang lebih universal, yang dikemudian hari dikenal sebagai Pancasila.

Di Ende, di bawah pohon sukun, gagasan Pancasila pertama kali dirumuskan oleh Soekarno. Kira-kira satu dekade sebelum dia berpidato memaparkannya di sidang BPUPKI, pada 1 Juni 1945.

Soekarno adalah Presiden RI yang paling banyak mengunjungi Paus di Vatikan. “Aku orang Islam, yang hingga sekarang telah memperoleh tiga buah medali tertinggi dari Vatikan,” katanya kepada Cindy Adams, penulis biografinya.

Perhargaan ini membuat iri hati Presiden Irlandia Eamon de Valera, yang negerinya memiliki 90% umat Katolik. “Saya saja cuma punya satu penghargaan dari Vatikan. Saya iri dengan Anda”, kata de Valera sewaktu berjumpa dengan Soekarno.

****

PRESIDEN Soeharto mengunjungi Vatikan tanggal 25 November 1972 bertemu Paus Paulus VI, dan ini satu-satunya kunjungan ke sana. Tetapi, di masa pemerintahan Soeharto ini tercatat dua kunjungan Paus ke Indonesia, yang pertama adalah Paus Paulus VI pada 3-4 Desember 1970, kemudian Paus Yohanes Paulus II pada 9-13 Oktober 1989.

Pada bulan November 1985, Soeharto datang lagi ke Roma untuk menerima penghargaan FAO atas keberhasilannya dalam hal ketahanan pangan dan swasembada beras. Tetapi oleh karena hubungan Indonesia-Vatikan “tersandera” isu Timor Timur yang mayoritas penduduknya Katolik, dia nampaknya berat hati untuk bertemu Paus Yohanes Paulus II. Sebab dua bulan sebelumnya, 9 September 1985, Soeharto baru saja mengumumkan kembali keadaan darurat perang di Timor Timur sehubungan gagalnya pendekatan “gencatan senjata” yang disepakati sejak 1983 oleh Panglima ABRI saat itu Jend. M. Yusuf— sebelum yang bersangkutan digantikan oleh Jend. L.B. Moerdani, seorang Katolik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun