Butuh satu bulan, ya, selama itulah proses yang saya alami ketika mengurus KTP di Kabupaten yang fana ini, Toba Samosir. Dari mulai mengurus KK yang harus menunggu lebih dari 2 minggu, kemudian mengurus KTP dengan waktu yang sama. Bukan hanya masalah waktu, tetapi masalah jarak menjadi pertimbangan utama karena sebelum ke Kantor Catatan Sipil(CAPIL) Tobasa yang ada di kota Balige, saya harus ke kantor Camat Porsea untuk melakukan pemberkasan, tanda tangan, dan lain-lain.
Sebelum ke kantor Camat, saya harus berangkat pagi-pagi dari rumah yang ada di desa Amborgang. Jarak masing-masing yang harus saya tempuh adalah 25 Km (dari Amborgang ke Porsea) plus 25 Km dari Porsea ke Balige, total saya harus menempuh jarak 50 Km dari rumah menuju kantor Capil. Itu hanya untuk 1 kali jalan, untuk kembali ke rumah berarti saya harus menempuh jarak 100 Km perhari.
Jarak yang sedemikian membebani saya sebenarnya tidak menyurutkan rasa optimistis saya untuk mengurus KTP. Keyakinan penuh saya terhadap berubahnya birokrasi menjadi “lebih melayani masyarakat” membuat saya semangat berangkat dari rumah ke kantor Capil.
Setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Desa (Kep Des) Amborgang, akhirnya saya pergi ke kantor Camat Porsea pada tanggal 26 Juli 2016, setelah mendapat rekomendasi dari kantor camat Porsea, akhirnya saya pergi ke kantor Capil Balige.
Tiba di kantor Capil Balige, apa yang saya dapatkan sungguh membuat saya kecewa, ternyata berkas yang direkomendasikan oleh pegawai catatan sipil dari kantor camat tidak lengkap, akhirnya saya kembali ke kantor camat untuk menanyakan syarat yang kurang. Ternyata masih ada syarat yang kurang yaitu akte lahir anggota keluarga. Dengan iklas pedih hati, akhirnya saya kembali kerumah dengan capek yang minta ampun.
Malamnya saya menyiapkan berkas yang diperlukan, setelah yakin dan terkumpul semua berkas untuk syarat pembuatan KK baru, akhirnya saya besoknya kembali ke kantor Capil Balige untuk melakukan permintaan pembuatan KK baru, karena sebelumnya nama saya sudah keluar dari KK keluarga dan ingin kembali masuk ke KK keluarga.
Hari itu selasa tanggal 27 Juli 2016, saya diantar oleh ayah saya ke kantor Capil, siapa tau ada kenalannya di sana dan agar bisa gantian membawa motor untuk menempuh jarak 100 Km nanti pulang pergi. Setelah sampai di kantor Capil, berkas saya langsung diterima, dilakukan pengecekan, dan benar berkasnya sudah benar.
Setelah itu, saya kemudian diarahkan kepada kasir dengan membawa selembaran struck pembayaran pembuatan KK. Dengan uang Rp 50.000,00 saya iklaskan kepada kasir yang ada di kantor Capil Balige, padahal di web Kemendagri, saya membaca kalo pembuatan KK dan KTP baru tidak dipungut biaya sama sekali, tetapi di Tobasa sepertinya harus ada pungutan, setidaknya inilah yang saya alami.
Setelah selesai melakukan pembayaran di kasir pembuatan KK, akhirnya saya diberikan sebuah kartu kendali, saya disuruh kembali ke kantor Capil pada tanggal 12 Agustus 2016. Berarti butuh kurang lebih 3 minggu. Saya kaget bukan kepalang, kok selama ini? Bukannya mengurus KK itu cepat? Akhirnya saya meminta kepada petugas yang bersangkutan agar tanggal 1 Agustus segera diselesaikan. Setelah dibuat kesepakatan, akhirnya kami sepakat tanggal 1 agustus, KK baru sudah tercetak. Setelah itu saya kembali ke rumah.
Pada tanggal 1 agustus 2016, hari itu hari senin, saya kembali ke kantor Capil sendirian, kembali menempuh jauhnya jarak dari rumah ke tempat yang sudah membuat saya kecewa.
Setelah sampai di kantor Capil Balige, saya menanyakan kepada petugas. Bukannya berita yang saya harapkan yang saya dengar, ternyata KK saya belum tercetak, alasannya masih dalam proses. Setelah saya tanya kepada petugas yang telah saling sepakat pada beberapa hari yang lalu, akhirnya saya disuruh ke bagian percetakan KK yang ada di lantai atas. Waktu itu masih jam 11, akhirnya saya disuruh menunggu jam 3 sore.
Sejenak saya melihat kedalam ruangan petugas penerimaan berkas catatan sipil, tampak sang ibu petugas sedang asyik bermain game di ponsel android, seenaknya. Saya sebenarnya ingin mengabadikan moment itu dan mengunggahnya ke media sosial, tapi ahhh, saya juga takut jika nanti ini berbuntut panjang ke urusan saya. Yang lebih mengagetkan saya, jam baru menunjukkan pukul 11.45, tetapi di kaca penerimaan berkas sudah tertulis “MAKAN SIANG”. Saya berpikir sejenak, bukannya jam istirahat itu jam 12 ya? Kok cepat sekali?
Daripada pusing memikirkan masalah ini yang semakin tidak jelas, akhirnya saya kerumah tante saya yang ada di dekat RS. HKBP Balige, sekalian makan siang, sekalian temu kangen karena sudah 3 tahun belum pernah bertemu. Kami akhirnya makan siang di Lumban Silintong, tepat dipinggiran danau Toba, Balige. Jam 3, saya kembali ke kantor Capil dan akhirnya saya berhasil mendapatkan KK baru.
Saya kembali ke kecamatan dengan kondisi fisik yang sudah sangat lelah. akhirnya saya kembali ke kantor camat untuk melakukan pendataan, mulai dari foto KTP, sidik jari, foto iris mata, dan lain-lain. Saya sebenarnya berniat kembali ke Capil pada hari itu juga, tetapi karena saran dari pegawai kantor kecamatan bagian catatan sipil, akhirnya saya pulang kembali ke rumah sambil menyiapkan berkas berupa KK dan surat rekomendasi (pengantar) dari kepala desa.
Setelah surat pengantar kepala desa saya dapatkan, besoknya pada tanggal 3 agustus 2016, saya kembali ke kantor Capil Balige dengan harapan dan keyakinan KTP sudah tercetak atau akan dicetak pada hari itu. Tiba di kantor Capil Balige, saya kembali diarahkan untuk membayar ke kasir pembuatan KTP. Saya sejenak berpikir, “kok pembuatan KTP berbayar lagi?”, dengan niat ingin mengunggah di media sosial, didepan pintu kasir saya sengaja foto berkas dan kartu pembayaran pembuatan KTP.
Setelah itu saya masuk ke ruangan kasir, mungkin karena sang ibu kasir telah melihat tingkah laku saya yang mencurigakan, akhirnya ibunya berkatan “ngga usaha bayar deh!”, saya kembali ke ruangan petugas pengumpul berkas KTP. Saya kaget bukan kepalang karena saya diberikan kartu kendali untuk kembali ke kantor Capil mengambil KTP pada tanggal 22 Agustus 2016, berarti butuh waktu sekitar 3 minggu.
Saya marah, sangat kecewa, dan sangat tidak terima. Selama itukah membuat KTP di Tobasa ini? Bukannya Kemedagri berkata jika pembuatan KTP cukup 3 jam saja? Mana yang namanya revolusi mental? Mana yang namanya sisten Elektronik yang canggih zaman sekarang? Seakan tak terima, akhirnya saya langsung minta diantar ke bagian percetakan KTP, setelah saya tanya kepada pegawai percetakan KTP, rasa kecewa saya makin menjadi, data saya belum ada di data base, saya akhirnya memaksakan agar di cek kembali sesuai dengan iris mata saya, ternyata belum ada.
Rasa kecewa, marah, ingin menggebrak meja salah satu dari mereka, tetapi masih bisa tertahan emosi ini. Saya selama ini terbuai dengan kampanye Kemendagri yang menyatakan jika KTP bisa diurus dalam 1 hari, jangankan 1 hari, 1 minggu pun hanya harapan palsu yang saya dapatkan dari kantor Capil Balige apalagi tanggal 6 agustus saya harus kembali ke Jakarta. Akhirnya saya kembali dengan perasaan yang sangat kecewa berat, tak tahu harus melapor ke siapa soal ruwetnya pengurusan catatan sipil di negeri ini.
Dari apa yang saya alami tentang pelayanan dan birokrasi di Toba Samosir, saya bisa menilai sangat jauh dari kata layak, artinya sangat ruwet, tidak ada niat melayani sama sekali jika tidak dipoleh dengan uang warna biru atau merah. Semoga apa yang saya alami tidak dialami oleh orang lain di seantero negeri ini.
Semoga janji dan visi misi sejalan dengan fakta dilapangan agar urusan terkecilpun bisa teratasi dengan maksimal. Harapan saya, semoga Pemkab Toba benar-benar melakukan revolusi mental dan nawacita. Bobroknya pelayanan masyarakat ini adalah salah satu bukti bobroknya jajaran pemerintah kabupaten Toba Samosir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H