Di tahun 2019, polarisasi politik ini semakin jelas dan mengkhawatirkan kala isu agama ikut dikumandangkan. Kedua pasangan kandidat baik Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf Amin sama-sama menggunakan isu agama.
Selain itu, di kalangan pendukung, berbagai umpatan dilontarkan. Lahir fenomena cebong dan kampret. Masing-masing pendukung saling menyerang di sosial media. Trending di Twitter, hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah tak terelakan.
Awalnya polarisasi muncul di sosmed tetapi berjalannya waktu mulai merembet ke ruang-ruang publik. Polarisasi semakin terlihat jelas dan tak malu-malu lagi seperti sebelumnya.
Sementara itu, gaya kampanye Prabowo tak banyak berubah, masih seperti di Pilpres 2014 lalu. Daya tarik yang ditawarkan Prabowo kepada rakyat pun masih sama; gagah, tegas, berwibawa dan emosional.
Ketika berkampanye di hadapan ribuan pendukungnya, Prabowo tak segan-segan menunjuk-nunjuk dan menggebrak meja podium. Suaranya lantang setengah berteriak.
Tak jarang pula Prabowo melontarkan diksi bajingan dan kalimat-kalimat yang terkesan "kasar". Ini berbeda 360 derajat dengan lawannya Jokowi-Ma'ruf Amin yang lebih kalem dan bersahabat.
Hasilnya, Prabowo harus menerima kenyataan kembali kalah dan gagal menghuni Istana Negara.
Suara yang diperoleh Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 suara, sedangkan Prabowo-Sandi hanya berhasil mengumpulkan 68.650.239 suara atau selisih 16.957.123 suara. Ya, Prabowo kalah telak. Â
Prabowo dan Mindset Kotak Hitam di Pilpres 2024
Gerindra telah mendeklarasikan Prabowo sebagai calon presiden (Capres) 2024 pada Agustus 2022 lalu. Di hadapan para kader dalam Rapimnas Gerindra, Prabowo menyatakan kesediaannya untuk kembali maju pada Pilpres 2024.
Kembali majunya Prabowo ini sekaligus juga menjadikan dirinya sebagai kandidat yang paling banyak mengikuti ajang Pemilihan Umum Presiden Indonesia.