Mohon tunggu...
Jessica RahmaValere
Jessica RahmaValere Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

haloooo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permasalahan Kesetaraan Gender di Era Gen Z

8 Januari 2025   18:23 Diperbarui: 8 Januari 2025   18:23 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meskipun banyak kemajuan dalam hal hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi, ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan kesehatan yang adil tetap menjadi masalah besar. Di banyak negara, perempuan Gen Z masih menghadapi hambatan dalam mengakses layanan kontrasepsi yang terjangkau, perawatan kehamilan yang aman, dan pengobatan yang berkaitan dengan menstruasi atau menopause. Selain itu, diskriminasi dalam layanan kesehatan terhadap orang-orang transgender dan non-biner masih sangat umum, meskipun ada peningkatan kesadaran di kalangan penyedia layanan medis.

Isu kesehatan reproduksi bukan hanya terbatas pada perempuan, tetapi juga berdampak pada pria dan individu dengan identitas gender lainnya. Misalnya, pria yang terlibat dalam pengasuhan anak sering kali tidak mendapatkan dukungan atau perawatan yang sama dalam hal kesehatan reproduksi atau kesejahteraan anak, yang sering kali lebih difokuskan pada perempuan.

5. Pengaruh Media Sosial dalam Pembentukan Norma Gender

Di era digital ini, media sosial memainkan peran besar dalam membentuk persepsi tentang gender. Bagi Gen Z, media sosial tidak hanya menjadi alat komunikasi tetapi juga tempat untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter sering digunakan untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya inklusivitas dan kesetaraan gender. Namun, di sisi lain, media sosial juga memperkuat standar kecantikan dan ekspektasi gender yang terkadang tidak realistis.

Fenomena "toxic masculinity" dan "toxic femininity" sering kali tersebar luas melalui media sosial, yang mengajarkan generasi muda bahwa mereka harus mematuhi peran tertentu berdasarkan jenis kelamin mereka. Hal ini bisa menambah tekanan sosial, terutama bagi mereka yang berusaha untuk mengekspresikan diri mereka di luar norma yang telah ditetapkan.

Namun, media sosial juga menawarkan ruang untuk perubahan positif. Kampanye seperti #MeToo dan #HeForShe telah menarik perhatian global dan memberikan platform bagi individu untuk berbicara tentang pengalaman mereka dengan seksisme, pelecehan seksual, dan diskriminasi gender lainnya. Ini menunjukkan bahwa media sosial memiliki potensi besar untuk mendukung perjuangan kesetaraan gender, meskipun tetap ada tantangan besar dalam menanggulangi sisi negatifnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun