Mengenai nafkah iddah ini ialah sebuah kewajiban suami ketika terjadi perceraian dalam memenuhi kebutuhan istrinya setelah cerai, hal ini dilakukan selama istri dalam keadaan haid yang biasanya berjalan selama 3- 12 bulan. Akan tetapi hal ini tidak akan terjadi jika istri tersebut nusyuz walaupun permohonan cerai tersebut datang dari istri, hal ini secara langsung membebaskan suami tersebut atas kewajiban nafkah Iddah ini.
5. Adanya nafkah hadhanah bagi anak
Yakni nafkah yang diberikan kepada anak hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri. Pasal 80 Ayat 4 Huruf (c) KHI menyatakan bahwa nafkah keluarga di mana di dalamnya termasuk nafkah kehidupan serta pendidikan bagi anak ditanggung oleh ayah. Begitupula setelah terjadi perceraian, Pasal 105 KHI menyatakan bahwa biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan anak baik ketika sebelum perceraian maupun setelah perceraian tetap menjadi tanggungjawab seorang suami. Mantan istri juga berhak atas hak pemeliharaan anak atau hadhanah bagi anak yang belum berusia 12 tahun dan berhak juga atas mahar yang terhutang dengan dengan melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qabla al dukhul sesuai dengan Pasal 149 huruf (c) KHI.
6. Tidak ada hak mut’ah (berupa uang atau benda) bagi si istri
Mut'ah merupakan suatu pemberian dari suami berbentuk uang atau barang kepada istri sebab adanya talak. Dalam hal terjadinya permohonan cerai (khulu’) yang dilakukan istri yang nusyuz, maka si istri tidak berhak menuntut hak mut’ah kepada suaminya. Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam menyatakan istri yang mengajukan khulu’ tidak berhak atas mut’ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H