Mohon tunggu...
KFred
KFred Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati masalah sosial. Ketua LSM di salah satu wilayah di Jebodetabek.

Pengalaman bekerja selama 25 tahun dengan posisi terakhir direktur Kini memimpin LSM di sebuat wilayah di Jabodetabek. Dewan Redaksi Media Online Patroli-Indonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Investasi Bodong, Mengapa Terus (Dibiarkan) Terjadi?

1 Agustus 2023   00:20 Diperbarui: 3 Agustus 2023   02:05 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang serakah tidak akan merasakan lezat dan manisnya kenikmatan. Dia bagai orang makan yang tidak pernah merasakan kenyang dan nikmat - Aa Gym

Belum lama ini, penulis kedatangan masyarakat yang menjadi korban dari suatu produk Investasi bodong di bidang solar industri. Sejumlah 6 orang yang menjadi korban dari Investasi bodong, mengeluhkan dana mereka yang tidak kunjung dikembalikan dan pelaku yang sulit dihubungi/tidak kooperatif. 

Kerugian yang dialami ke-6 korban yang bertemu penulis ini nilai totalnya sekitar Rp 2 miliar dan itu ternyata masih sebagian kecil dari total dana yang berhasil dihimpun pelaku. 

Setelah menerima pengaduan dari masyarakat korban investasi bodong ini, penulis menyempatkan diri berkunjung ke kantor PT M** di Jakarta Pusat. Kondisi kantor saat dikunjungi penulis di tanggal 2 Mei 2023 dalam keadaan kosong. Pelaku selaku Direktur Utama di perusahaan tersbut tdidak ada di tempat. Pimpinan Bagian Keuangan, Operasional semua juga tidak ke kantor. 

Setelah menunggu sekitar 2 jam, akhirnya penulis berhasil bertemu dengan pimpinan yang ada di kantor tersebut. Ibu Em**** ternyata adalah pemimpin PT A** yang bekerja sama dengan PT M**. PT.A** bertindak mencari investor dan menawarkan produk investasi solar industri ini kepada masyarakat. 

Dari Ibu Em**** penulis memperoleh informasi bahwa PT A** berhasil mengumpulkan investasi sebesar Rp 30 miliar kepada PT M**.

Menurut Ibu Em****, selain dari PT A**, pelaku juga berhasil menghimpun dana sendiri, sehingga total dana yang diperoleh pelaku dari PT A** dan upaya pelaku sendiri diperkirakan mencapai Rp 50 miliar. 

Memang besarnya kerugian yang diderita korban dari investasi bodong solar ini jauh di bawah kasus Robot Trading Binomo Indra Kenz, atau Doni Salmanan, atau Wahyu Kenzo. Namun kita sepakat bahwa di sini bukan nilai kerugian akibat investasi bodong ini yang menjadi titik berat kita, melainkan dampak yang diderita korban-korban akibat dari Investasi bodong.

Sebagian besar korban investasi bodong bukan lah dari kalangan super berduit. Memang benar dari kasus yang sedang saya tangani saat ini, korban ada yang berasal dari kalangan pengusaha, namun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan korban dari kalangan ibu rumah tangga.

Salah satu korban yang mendatangi penulis menyampaikan bahwa uang yang digunakan untuk investasi adalah tabungan hari tua ia dengan suaminya. Bahkan ada juga korban yang karena iming-iming hasil investasi, meminjam uang simpanan anak dan calon menantunya yang akan digunakan untuk membeli rumah. Saya yang mendengar kisah mereka ikut sesak.

Pelaku dalam menghimpun dana masyarakat memang nampaknya telah mempersolek dirinya sedemikian rupa. Kantor dipilih di daerah Jakarta Pusat, dengan luas area kantornya mencapai setengah dari area perkantoran di lantai tersebut, juga lokasinya di lantai paling atas. Yang kalau di apartemen banyak kita kenal dengan istilah penthouse.

Selain mempersolek diri berkantor di wilayah elit, pelaku menggandeng PT A**, di mana dalam mencari calon investor, PT A** merekrut banyak tenaga pemasar yang menawarkan produk investasi bidang solar industri. 

Investor wajib berinvestasi dalam kelipatan 1 tangki solar industri sebesar 8.000 Liter, dengan harga modal solar industri dipatok Rp 15.000/liter.

Karena pengakuan pelaku bahwa order yang diterima setiap hari, oleh sebab itu pelaku menjanjikan keuntungan dihitung setiap hari kerja dengan besarnya keuntungan bagi investor adalah sebesar Rp 75/liter x 8.000 liter x 25 hari kerja.

Investor dijanjikan keamanan melalui Perjanjian Kerja Sama yang dibuat oleh notaris dari pihak pelaku dengan masa kerja sama 6 (enam) bulan.

Jadi kalau investor berinvestasi 1 tangki, maka modal yang dikeluarkan adalah Rp 15.000 x 8.000 liter = Rp 120.000.000. Dengan keuntungan pengemballian sebesar Rp 75 x 8000 liter x 25 hari = Rp 15.000.000.

Berarti dengan modal Rp 120.000.000, investor mendapatkan hasil pembagian keuntungan usaha sebesar Rp 15.000.0000 = 12,5% per bulan. 

Tentu saja angka ini cukup menggiurkan, apalagi dibandingkan dengan bunga simpanan di tabungan atau deposito yang returnnya tidak sampai 1% sebulan.

Di samping itu, angka yang ditawarkan pelaku dianggap logis, karena umumnya dengan berbisnis, keuntungan yang diperoleh memang berkisat di sekitar angka 10% sebulan.

Kantor mentereng di Jakarta Pusat. Dana investasi para investor diperkuat dengan Perjanjian Notaris yang disiapkan pelaku. Hasil pembagian keuntungan sekitar 12,5% sebulan memang bukan angka yang terlalu muluk. Kemudian calon investor ditunjukkan PO, Surat Jalan dan Pembayaran dari konsumen. Ketiga hal ini dibungkus dengan rapi memang terkesan bisnis normal adanya. Dalam hal ini pelaku berhasil memperdaya calon investornya.

Sayang sungguh sayang, para investor tidak pernah melakukan pengecekan background dari pemilik perusahaan ini (pelaku). Padahal di jaman yang serba digital ini, kita bisa dengan mudah mendapatkan informasi latar belakang seseorang, apakah melalui FB, Linkedin, maupun berita-berita online.

Dengan hanya mengetik nama pelaku, yang berinisial DV, melalui mesin pencari google, ternyata bertebaran berita latar belakang DV, dan semua berita yang muncul tidak ada berita positifnya. 

Semuanya berita mengenai DV tersangkut perkara hukum. Mulai dari situs putusan Mahkamah Agung (yang menyatakan terdakwa DV telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah [...]), kabar berita online situs Jatengtoday.com (DV selaku mantan rekanan PTKRE Cabang Semarang didakwa menggelapkan uang perusahaan di bidang Solar Industri), situs Koranintijaya.com (Bos Cafe yang merasa tertipu, resmi mempidanakan bos solar di Satreskrim Polres B*****), dan masih banyak berita berita lainnnya. Seandainya para calon investor teliti melakukan pengecekan background tentunya bisa menghindari mereka untuk berinvestasi yang berujung dugaan penipuan ini. 

Baiklah, kelemahan dari para korban adalah kurang teliti mengecek latar belakang direktur utama PT M** yang menjadi pelaku utama dalam kasus investasi bodong ini. Namun kita, terutama pemerintah tidak bisa serta merta menyalahkan para korban dan lalu lepas tangan terhadap kerugian yang diderita para korban. 

Benar bahwa kasus ini murni ada di masyarakat yang tidak mudah dideteksi oleh pemerintah, terutama oleh pihak OJK dan PPATK. Namun menurut penulis ada kelemahan dari sistem hukum yang membuat terus bermunculan pelaku-pelaku baru yang memanfaatkan "celah kelemahan"sistem hukum tersebut. 

Apa saja celah kelemahan dalam sistem hukum ini?

Menurut penulis, celah kelemahan hukum dalam kasus-kasus investasi bodong adalah:

1. Akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan menggunakan perangkat hukum harus menggunakan jasa pengacara. Sementara kita ketahui tarif pembayaran pengacara juga tidak murah. Memang benar ada LBH, namun jumlah LBH masih sangat terbatas.

Dari Situs OpenJakarta.go.id, jumlah LBH yang ada di Jakarta hanya 44. Sementara dari data CNN, pada Tahun 2021, jumlah kasus kriminal yang ada di Kota Jakarta mencapai 276.507 kasus, atau 31,6 kasus kejahatan terjadi setiap jam di Jakarta. 

2. Umumnya masyarakat memahami kalau suatu tindak penipuan dilaporkan ke pihak berwajib, kemudian diproses pidana penjara, maka tanggung jawab perdata pelaku kepada korban DIANGGAP LUNAS, KARENA SUDAH DIBAYAR PELAKU DENGAN MENJALANI HUKUMAN BADAN DI PENJARA.

Kondisi ini tentunya memberatkan para korban, karena mereka sebenarnya mengharapkan uangnya dikembalikan. Banyak korban investasi bodong, korban penipuan bukan berasal dari kalangan berduit, melainkan juga kalangan menengah bahkan kalangan bawah.

Akibat dari suatu investasi bodong, mereka terpaksa dikejar hutang kepada saudara, keluarga, teman hingga meminjam ke koperasi/bank. 

Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah melindungi warganya yang menjadi korban dari kasus penipuan, terutama investasi bodong.

Selama pemerintah tidak mampu membuat payung hukum yang bisa melindungi kepentingan korban, maka kasus-kasus investasi bodong akan terus terjadi. Mengapa?

Sekali lagi, pelaku merasa aman karena yakin kebanyakan korbannya tidak akan berani mengadukan kasusnya ke jalur hukum. Karena sampai masuk ranah hukum, kewajiban pelaku kepada korban dianggap selesai, lunas, karena sudah dibayar oleh pelaku dengan cara menjalani hukuman badan di penjara.

Kalau pemerintah benar-benar serius memerangi investasi bodong, maka pemerintah harus berani menutup celah kelemahan yang saya sebutkan di atas: 

1. Memperbesar dukungan kepada LBH dengan memperbanyak keberadaan LBH, sehingga terjangkau oleh masyarakat luas. Bagi masyarakat yang berduit, bisa menggunakan jasa pengacara bertarif yang profesional. Namun jangan lupa mayoritas masyarakat kita adalah kaum menengah ke bawah. 

2. Membuat payung hukum yang mampu menghukum pelaku investasi bodong/penipuan dengan hukuman maksimal seberat-beratnya, termasuk juga dengan penelusuran penyelewengan dana.

Bayangkan saja, seorang Indra Kenz yang merugikan korban hingga Rp 83 miliar (dari laporan sebanyak 144 orang), hanya mendapat hukuman penjara selama 10 tahun. dan yang lebih menghebohkan, berita yang saya kutip dari detikfinance Tanggal 15 Nov 2022, di mana diputuskan bahwa aset dari kasus Binomo Indra Kenz MENJADI RAMPASAN NEGARA, bukan dikembalikan kepada korban. Karena Majelis Hakim menilai Binomo adalah produk judi, dan korban dianggap sebagai penjudi.

Kalau begitu terus, kelak mana ada korban yang berani melaporkan? Dan kalau korban tidak berani melapor, maka akan terus bermunculan pelaku-pelaku baru memanfaatkan celah kelemahan sistem hukum ini.

Setelah kurun waktu Tahun 2021-2022 terjadi beberapa kasus penipuan berkedok investasi / robot trading dengan terdakwa Indra Kenz, Doni Salmanan dan Wahyu Kenzo, di Tahun 2023 juga terdapat beberapa kasus investasi bodong yang mengejutkan kita semua yang dilakukan oleh wanita saudara kembar R**a-R**i yang menimbulkan kerugian hingga puluhan miliar bagi korban-korbannya. 

Belum lagi kecil yg terjadi di Kota Bekasi yg dialami 31 ibu rumah tangga dengan kerugian Rp 800juta. Selain kasus-kasus tersebut, dalam berita yang saya kutip dari CNBC Tanggal 2 Feb 2023, Satgas Waspada Investasi juga menemukan 60 Investasi Bodong, yang terdiri dari 10 entitas melakukan penawaran investasi tanpa ijin, dan 50 pinjaman online tanpa izin. Masih harus jatuh berapa banyak korban lagi baru pemerintah tersadar untuk bertindak lebih keras kepada pelaku penipuan/investasi bodong?

Kita semua harus sepakat bahwa, korban investasi bodong adalah korban penipuan. Titik. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan hasil lebih dari dana milik mereka adalah sah. 

Disini lah peran pemerintah harus dijalankan. Sebagai regulator, sebagai pengawas, dan sebagai lembaga yang punya kewenangan menghukum maksimal pelaku investasi bodong. 

Pemerintah tidak bisa melempar kesalahan kepada para korban, selama pemerintah sendiri tidak menutup celah hukum yang membuat para pelaku investasi bodong terus bermunculan. Seorang Indra Kenz dengan nilai kerugian korban sebesar Rp 83 miliar dihukum 10 tahun. Seorang Wahyu Kenzo yang menimbulkan kerugian hingga Rp 9Triliun hanya dihukum selama 20 tahun. Tidak heran akan terus muncul pelaku-pelaku penipuan berkedok investasi.

Hitung-hitungan para pelaku bisa meraup puluhan miliar saja, sebagian dana yang diterima disimpan tunai/emas batangan, sebagian dibiarkan disita, menjalani hukuman pasang badan 10 tahun namun kenyataannya dengan berkelakuan baik, bisa mendapat potongan tahanan, plus bisa bebas bersyarat setelah menjalani 2/3 masa pidananya. Setelah keluar dari penjara, pelaku masih bisa hidup santai menikmati dana jarahannya yang disimpan. Buat sebagian orang, ini bisa jadi salah satu cara hidup kaya di masa tua. 

Kalau begitu terus yang terjadi, salahkah kita kalau kita berkseimpulan: Pemerintah sendirilah yang menjadi Biang Kerok terus bermunculannya pelaku-pelaku penipuan berkedok investasi alias investasi bodong?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun