Pelaku dalam menghimpun dana masyarakat memang nampaknya telah mempersolek dirinya sedemikian rupa. Kantor dipilih di daerah Jakarta Pusat, dengan luas area kantornya mencapai setengah dari area perkantoran di lantai tersebut, juga lokasinya di lantai paling atas. Yang kalau di apartemen banyak kita kenal dengan istilah penthouse.
Selain mempersolek diri berkantor di wilayah elit, pelaku menggandeng PT A**, di mana dalam mencari calon investor, PT A** merekrut banyak tenaga pemasar yang menawarkan produk investasi bidang solar industri.Â
Investor wajib berinvestasi dalam kelipatan 1 tangki solar industri sebesar 8.000 Liter, dengan harga modal solar industri dipatok Rp 15.000/liter.
Karena pengakuan pelaku bahwa order yang diterima setiap hari, oleh sebab itu pelaku menjanjikan keuntungan dihitung setiap hari kerja dengan besarnya keuntungan bagi investor adalah sebesar Rp 75/liter x 8.000 liter x 25 hari kerja.
Investor dijanjikan keamanan melalui Perjanjian Kerja Sama yang dibuat oleh notaris dari pihak pelaku dengan masa kerja sama 6 (enam) bulan.
Jadi kalau investor berinvestasi 1 tangki, maka modal yang dikeluarkan adalah Rp 15.000 x 8.000 liter = Rp 120.000.000. Dengan keuntungan pengemballian sebesar Rp 75 x 8000 liter x 25 hari = Rp 15.000.000.
Berarti dengan modal Rp 120.000.000, investor mendapatkan hasil pembagian keuntungan usaha sebesar Rp 15.000.0000 = 12,5% per bulan.Â
Tentu saja angka ini cukup menggiurkan, apalagi dibandingkan dengan bunga simpanan di tabungan atau deposito yang returnnya tidak sampai 1% sebulan.
Di samping itu, angka yang ditawarkan pelaku dianggap logis, karena umumnya dengan berbisnis, keuntungan yang diperoleh memang berkisat di sekitar angka 10% sebulan.
Kantor mentereng di Jakarta Pusat. Dana investasi para investor diperkuat dengan Perjanjian Notaris yang disiapkan pelaku. Hasil pembagian keuntungan sekitar 12,5% sebulan memang bukan angka yang terlalu muluk. Kemudian calon investor ditunjukkan PO, Surat Jalan dan Pembayaran dari konsumen. Ketiga hal ini dibungkus dengan rapi memang terkesan bisnis normal adanya. Dalam hal ini pelaku berhasil memperdaya calon investornya.
Sayang sungguh sayang, para investor tidak pernah melakukan pengecekan background dari pemilik perusahaan ini (pelaku). Padahal di jaman yang serba digital ini, kita bisa dengan mudah mendapatkan informasi latar belakang seseorang, apakah melalui FB, Linkedin, maupun berita-berita online.