Mohon tunggu...
Jenni Mulrita
Jenni Mulrita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi, Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si. Ak. NIM : 55520120011, Jenni Mulrita, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Pembelajar --- Mahasiswa Magister Akuntansi, Dosen : Prof. Dr. Apollo M.Si. Ak. NIM : 55520120011, Jenni Mulrita, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K9_CryptoAsset & CryptoCurrency

1 Mei 2022   07:13 Diperbarui: 11 Mei 2022   11:13 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat dua hal utama terkait PPh yang harus dilakukan oleh Investor sebagai Wajib Pajak. Pertama adalah bila Wajib Pajak sebagai investor mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan kripto. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah ke UU No.36 tahun 2008, dimana objek PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib pajak, baik yang berasal di Indonesia maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dalam nama dan dalam bentuk apapun. Untuk itu aset kripto adalah termasuk objek pajak yang dilihat dari tambahan keutungan ekonomis yang diperoleh. Secara Self-Assessment, Wajib Pajak berkewajiban untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak atas keuntungan transaksi kripto.

Pengenaan pajak terhadap aset kripto dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan negara. Namun perlu dilakukan analisis dan kajian lebih mendalam agar pengenaan pajak tidak membuat ekosistem bisnis aset kripto menjadi lemah karena beban dan biaya yang ditanggung oleh investor menjadi lebih banyak dan tinggi.

Pada dasarnya pihak-pihak terkait dalam transaksi aset kripto adalah Exchange, minners, Investor.

Aspek pemajakan atas transaksi aset kripto mengikuti ketentuan umum dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu, Exchange dikenakan PPh dan PPN atas fee yang diterima, minners dikenakan PPh dan PPN atas jasa verifikasi, investor dikenakan PPh atas keuntungan penjualan aset kripto dan bisa dikenakan PPN atas penyerahan aset kripto. Saat ini, hanya exchange yang dapat diawasi kewajiban perpajakannya. Sedangkan miners dan investor sulit untuk dilakukan pengawasan kewajiban perpajakannya, karena besarnya turn over transaksi, volatilitas harga yang tinggi, dan belum ada lembaga pemerintah yang mengawasi

Pemajakan terhadap aset kripto tentu akan lebih memberikan legitimasi dan menganggap industri dalam bidang ini diakui secara sah. Namun memang harus diingat bahwa industri komoditi kripto ini bukan industri yang kaku sehingga penerapan pajak juga didesain sedemikian rupa dan tidak menyebabkan trader akan lari ke luar negeri untuk investasi.

Sumber :

https://money.kompas.com/read/2021/11/12/125905426/kripto-pengertian-jenis-cara-kerja-dan-aturannya-di-ri?page=all

https://finansial.bisnis.com/read/20210520/55/1396309/ini-penjelasan-ojk-soal-risiko-aset-kripto#:~:text=Merujuk%20pada%20Peraturan%20Bappebti%20Nomor,memverifikasi%20transaksi%20dan%20mengamankan%20transaksi

https://komwasjak.kemenkeu.go.id/in/post/aset-kripto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun