Mohon tunggu...
JENI SULISTYOWATI
JENI SULISTYOWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - jeni

Jangan Menyerah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sumber Daya Modal dan Kredit dalam Mendukung Proses Produksi Pertanian Terutama Pertanian Rakyat

9 Mei 2022   22:06 Diperbarui: 11 Mei 2022   17:11 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

 

SUMBER DAYA MODAL DAN KREDIT DALAM MENDUKUNG PROSES PRODUKSI PERTANIAN TERUTAMA PERTANIAN RAKYAT

 

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Pertanian Program Studi Penyuluhan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember

 

Dosen Pengampu:

Dr. Luh Putu Suciati, S.P.,M.Si

Ahmad Zainuddin, S.P., M.Si

 

Oleh:

Jeni Sulistyowati                    211510901048 (15)

 

 

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2022

BAB 1. PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Sekarang ini Indonesia sedang berupaya mengembangkan sektor pertanian, namun kendala yang dirasakan cukup mengganggu upaya pertumbuhan usaha ini yaitu ketersediaan modal dan infrastruktur. Kurangnya perhatian pemerintah pada sektor pertanian ini berdampak pada ketertinggalan dibanding sektor yang lain, padahal sektor pertanian sendiri merupakan sektor utama di berbagai daerah karena negara Indonesia merupakan negara agraris. Salah satu pihak yang paling merasakan ketertinggalan pada sektor pertanian adalah petani.

Indonesia adalah negara dengan sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Mayoritas petani-petani Indonesia memiliki pendapatan yang sangat rendah, sehingga kehidupan petani Indonesia jauh dari kata sejahtera. Hal tersebut dilatar belakangi oleh susahnya para petani dalam memperoleh permodalan untuk meningkatkan produksi mereka, sehingga berdampak pada pendapatan yang diperoleh (Anshory, 2018).

Hambatan utama yang paling dirasakan petani sebagai pelaku terdepan usaha pertanian adalah kendala pendanaan. Rata-rata petani mengeluhkan sulit memperoleh dukungan pendanaan, khususnya dari perbankan karena masih banyaknya kendala teknis yang dihadapi oleh para petani. Perbankan dilain pihak juga merasakan kesulitan tersendiri pada saat akan memberikan kredit kepada petani karena secara teknis perbankan mensyaratkan penerima kredit untuk menyerahkan agunan namun persyaratan kurang dapat dipenuhi petani (Nugroho, 2003).

Pendapatan rendah adalah sumber terjadinya kemiskinan. Pendapatan petani rendah dikarenakan rendahnya produktivitas sebagai akibat dari rendahnya produktivitas sebagai akibat dari rendahnya tingkat adopsi teknologi. Kesulitan dalam mengakses pembiayaan kredit karena terkendalanya dari kepemilikan asset, terutama lahan sebagai collateral. Pertanian (Agriculture) tidak hanya sebuah cara hidup (way of life atau lifehood) bagi sebagian petani Indonesia, lebih dari itu pertanian merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan usaha pertaniannya, petani juga membutuhkan modal untuk mengelola dan mengembangkan usaha taninya. Modal tersebut biasanya didapatkan dari pinjaman kredit, baik di Bank, Koperasi Simpan Pinjam (KPS), atau Koperasi Kredit (KOPDIT).

  • Rumusan Masalah
  • 1. Bagaimana sumber-sumber kredit/pembiayaan pada  sektor pertanian?
  • 2. Bagaimana perkembangan kelembagaan kredit pada sektor pertanian?
  •  
  • Tujuan
  • Mengetahui sumber-sumber kredit/pembiayaan pada sektor pertanian
  • Mengetahui perkembangan kelembagaan kredit pada sektor pertanian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berkontribusi 13,15% pada tahun 2017 dan 12,18% pada tahun 2018 terhadap nilai PDB Nasional (Badan Pusat Statistik, 2019). Komoditas hortikultura memberi peningkatan kontribusi pada nilai PDB Nasional berdasarkan atas dasar harga berlaku sebesar 1,45% pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 1,47% pada tahun 2018. Laju pertumbuhan PDB komoditas hortikultura mengalami peningkatan yaitu sebesar 3,68% pada tahun 2017 dan 6,99% pada tahun 2018 (BPS, 2019).

Pendidikan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam mengambil kredit di lembaga keuangan. Petani yang berpendidikan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang prosedur dan aturan perbankan untuk memperoleh dan menggunakan produk layanan lembaga keuangan formal. Petani yang berpendidikan tinggi memiliki kesadaran yang lebih tinggi tentang fasilitas kredit yang tersedia (Pratiwi dkk, 2019).

Variabel pengalaman berusahatani memiliki nilai korelasi sebesar 0,931 dan positif artinya bahwa semakin lama pengalaman berusahatani, semakin besar kemungkinan petani mengakses pembiayaan. Petani yang memiliki penglaman lama terkadang mengalami kerugian, sehingga membutuhkan modal dari pihak luar untuk membangun kembali usahanya (Pratiwi dkk, 2019)

Aspek-aspek sistem usaha pertanian tanaman pangan terutama padi menjadi sesuatu yang sangat strategis untuk menjamin ketersediaan beras. Sistem usahatani meliputi pembiayaan sarana produksi pertanian dan penerimaan berupa produksi dan harga menjadi deskripsi penting guna memberikan gambaran hal-hal yang perlu diperbaiki maupun ditingkatkan (Ambarwati, 2019).

Petani seringkali dihadapkan pada ketidakmampuan untuk membiayai usahataninya dari modal sendiri serta ketidakmampuan petani mengakses bantuan modal yang telah diupayakan pemerintah. Menurut (Ambarsari et al., 2017), strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan agribisnis antara lain dengan menjamin penyediaan bantuan modal yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah, komoditas tanaman tetap menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan pertanian, mendorong tumbuh kembangnya lumbung desa modern untuk memberikan jaminan dan perlindungan harga, peningkatan kualitas produksi serta pendampingan dari penyuluh pertanian.

Faktor internal dan eksternal petani mempengaruhi keputusan petani dalam mengakses sumber permodalan. Bantuan permodalan yang disediakan Pemerintah kurang dapat diakses oleh seluruh petani karena banyak kendala dalam persyaratan dan pendorong para petani mengandalkan modal sendiri (Mulyaqin & Astuti, 2015). Petani berkeyakinan bahwa mereka mampu membiayai usahataninya sendiri, prosedur pinjaman kredit yang tidak mereka ketahui dan ketiadaan jaminan pinjaman menjadikan petani enggan untuk meminjam dari sumber permodalan eksternal (Mulyaqin, 2013). Kendala tersebut menyeabkan masih rendahnya aksesbilitas petani terhadap sumber pembiayaan formal dan kredit program. Kredit pada usahatani dimanfaatkan dalam seluruh tahapan usahatani mulai dari aspek budidaya hingga panen dan pascapanen serta konsumsi petani selama usahatani belum panen (Mulyaqin & Astuti, 2015). Selain kendala tersebut, penguasaan lahan petani yang cenderung sempit dan produksi usahatani yang masih rendah juga turut menjadi faktor penghambat bagi petani untuk melakukan pinjaman (Pratiwi et al., 2019).

BAB 3. PEMBAHASAN

  • Sumber-sumber Kredit/Pembiayaan Pertanian
  • Kredit berfungsi untuk menunjang perluasan dan penyebaran dan adopsi teknologi. Pengalaman menunjukkan bahwa sebaran adopsi teknologi ternyata berimpit dengan saluran sebaran spasial penyaluran kredit usahatani. Kredit pertanian adalah kredit program dengan bunga yang relatif rendah dimana penyalurannya menggunakan skim tertentu. Sumber permodalan bagi petani dalam menjalankan usahanya disamping berasal dari modal sendiri dan kredit program, juga berasal dari kredit bank komersial, atau lembaga keuangan lainnya seperti, BPR, Koperasi serta dari sumber pembiayaan informal, antara lain pedagang (input/output), money lender atau pinjaman dari keluarga/ tetangga.
  • Secara garis besar sumber biaya usaha pertanian dibagimenjadi 4 kelompok, yaitu: 1) pemilik usaha (modal sendiri); 2) kredit formal; 3) kredit informal dan; 4) kemitrausahaan. Kredit program umumnya bersifat sektoral untuk mencapai sasaran yang diinginkan misalnya KKP (Kredit Ketahanan Pangan). Kelembagaan kredit formal terdiri dari 1) Koperasi Unit Desa; 2) Bank dan; 3) Pegadaian.
  • Beberapa jenis perkreditan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian skala kecil di Indonesia antara lain: 1) Kupedes; 2) KIK (Kredit Industri Kecil); 3) KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen); 4) KKU (Kredit KelayakanUsaha); 5) PHBK (Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat); 6) KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggota); 7) PKM (Proyek Kredit Mikro); 8) KUK (Kredit Usaha Kecil).
  • Kelembagaan perkreditan informal pada umumnya tidak memerlukan persyaratan seperti: bunga, agunan, dan persyaratan lainnya. Hubungan antara peminjam dengan pihakyang meminjamkan hanya didasarkan pada sikap saling mempercayai satu sama lain. Sedangkan kemitrausahaan atau kejasama dapat dilakukan oleh BUMN atau perusahaan swasta. Perusahaan swasta atau BUMN memberikan bantuan kredit atau menyediakan sarana produksi, peralatan atau membantu manajemen dan pemasaran hasil.
  • Kelebihan perkreditan melalui kemitraan ini adalah disamping memberi kredit tanpa bunga dan tanpa agunan juga berfungsi sebagai pasar (penampung hasil) bagi produksi dan penyediaan input (sarana produksi). Salah satu kendala yang dihadapi oleh para petani dan pelaku agribisnis skala kecil untuk mengembangkan usahanya yaitu kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Hal tersebut terlihat dari masih sangat rendahnya penyerapan dana yang disediakan dibanding sektor lain.
  •  
  • Perkembangan Kelembagaan Kredit Pertanian

Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kredit program bagi petani sejak pendirian Padi Sentra yang menangani masalah penyuluhan, penyaluran dan pengembalian kredit. Kredit tersebut diperuntukkan bagi pembelian sarana produksi dan uang untuk biaya hidup sampai usaha menghasilkan (cost of living). Kredit memerlukan agunan berupa lahan sawah atau jaminan produksi padi yang akan dipanen sehingga petani sering mendapatkan kesulitan untuk menyediakan agunan tersebut.

Dengan diluncurkannya program Bimas pemerintah juga membenahi sistem kelembagaan perkreditan untuk mendukung program intensifikasi padi. Penyaluran kredit menjadi tanggung jawab BRI. Penyaluran kredit dilakukan melalui Koperasi Produksi Pertanian (Koperta). Kredit diberikan dalam bentuk sarana produksi dengan agunan usahatani padi yang sedang diusahakan. Selanjutnya diganti dengan Bimas Gotong Royong. Pada saat itu kredit usahatani diberikan dengan sistem bagi hasil, yaitu 1/6 produksi kotor diperuntukkan untuk pembayaran kredit.

Pemerintah menyempurnakan program Bimas Gotong Royong menjadi Bimas yang Disempurnakan. Dengan penyempurnaan ini, kredit program intensifikasi disalurkan melalui BRI Unit Desa sedangkan pengadaan dan penyaluran sarana produksi dilaksanakan melalui BUUD/KUD. Kredit yang diberikan kepada petani pemilik/penggarap dengan jaminan berupa barang bergerak atau usahataninya. Penyaluran kredit tidak hanya melalui BRI Unit Desa, tetapi dapat juga melalui KUD. Masalah yang dihadapi adalah makin besarnya tunggakan kredit.

Pada tahun 1985 pemerintah menghentikan kredit Bimas dan menggantikannya dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Pada prinsipnya KUT ini hampir seperti Kredit Bimas, namun cakupan komoditasnya lebih banyak yaitu, padi, palawija dan hortikultura. Petani yang tergabung dalam kelompok tani dapat akses Kredit KUT dengan membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Jenis usahatani yang dibiayai mencakup usahatani tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubikayu, dan ubi jalar), usaha ternak (sapi potong, ayam ras, dan itik) serta budidaya ikan.

 

 

BAB 3.  KESIMPULAN

Indonesia adalah negara dengan sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Mayoritas petani-petani Indonesia memiliki pendapatan yang sangat rendah, sehingga kehidupan petani Indonesia jauh dari kata sejahtera. Hal tersebut dilatar belakangi oleh susahnya para petani dalam memperoleh permodalan untuk meningkatkan produksi mereka, sehingga berdampak pada pendapatan yang diperoleh. Kredit berfungsi untuk menunjang perluasan dan penyebaran dan adopsi teknologi. Pengalaman menunjukkan bahwa sebaran adopsi teknologi ternyata berimpit dengan saluran sebaran spasial penyaluran kredit usahatani. Kredit pertanian adalah kredit program dengan bunga yang relatif rendah dimana penyalurannya menggunakan skim tertentu. Kelebihan perkreditan melalui kemitraan adalah disamping memberi kredit tanpa bunga dan tanpa agunan juga berfungsi sebagai pasar (penampung hasil) bagi produksi dan penyediaan input (sarana produksi). Salah satu kendala yang dihadapi oleh para petani dan pelaku agribisnis skala kecil untuk mengembangkan usahanya yaitu kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Hal tersebut terlihat dari masih sangat rendahnya penyerapan dana yang disediakan dibanding sektor lain. Jenis usahatani yang dibiayai mencakup usahatani tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubikayu, dan ubi jalar), usaha ternak (sapi potong, ayam ras, dan itik) serta budidaya ikan.

  

DAFTAR PUSTAKA

Rita Mariati, dkk. 2022. Analisis Kebutuhan Modal dan Sumber permodalan Usahatani Padi Sawah di Desa Jembayan Dalam. Vol. 5, No. 1, April. 2022

Ignatia Rahmadani Putri, dkk. 2021. Analisis Strategi Financial Technology Peer-To-Peer Lending Sebagai Permodalan Pertanian Digital. Vol. 18, No. 1, September 2021

Ashari. 2018. Optimalisasi Kebujakan Kredit Program Sektor Pertanian Di Indonesia. Vol. 7, No. 1, Maret 2018

Gina Deviyanti, dkk. 2022. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penentuan Sumber Pembiayaan Pada Petani Wortel. Vol. 6, No. 2, 2022

Novita andriani. 2021. Analisis Peranan Penyuluh Pertanian Dalam Penerapan Program Peremajaan Sawit. Vol. 1, No. 3, November 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun