Paten milik Bales pun memastikan bahwa cap merek harus dihilangkan akan karung tersebut dapat diolah menjadi kain yang kemudian menjadi pakaian saat itu. Namun untuk dapat mengenal merek dari pabrik tersebut, cap merek akhirnya menggunakan tinta yang dapat hilang jika dicuci dengan air.
Pabrik lain pun mulai melihat karung tersebut menjadi peluang pemasaran yang menguntungkan dan mulai mengembakan karung tepung ciri khasnya yang tidak kalah menarik. Berbagai warna dan pola lain, pabrik pun mulai bersaing untuk mengembangkan pola yang paling menarik agar laku tepungnya.
Diperkirakan selama masa Depresi Besar, sekitar 3,5 juta wanita dan anak-anak menggunakan pakaian dan barang-barang yang terbuat dari karung tepung yang berpola.
Pada mulanya, pakaian dari karung tepung ini hanya digunakan oleh keluarga dari daerah pedesaan yang kebanyakan adalah petani yang kesulitan ketika Depresi Besar. Pakaian ini pun menjadi tanda dari kemiskinan.Â
Namun seiringan dengan Depresi Besar yang semakin meluas di Amerika Serikat , pakaian dari karung tepung justru menjadi pakaian trendi yang banyak digemari.Â
Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat pada tahun 1951, 75% ibu yang tinggal di daerah perkotaan dan 97% yang tinggal di pedesaan menggunakan pakaian dari karung.
Memasuki Perang Dunia II, eksistensi gaun dari karung tepung mulai menurun seiringan dengan kapas yang mulai dijatah oleh pemerintah.Â
Kapas yang berharga kemudian dialihkan untuk membuat seragam tentara, dan masyarakat mulai menyerahkan kainnya untuk mendukung upaya perang.Â
Pabrik-pabrik tepung pun mulai beralih kemasannya menjadi kertas, yang digunakan hingga sekarang. Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!