Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Membuat Bakcang ala Keluarga Saya dan Mandi di Sungai Kapuas

14 Juni 2021   12:00 Diperbarui: 15 Juni 2021   11:15 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi mandi tengah hari di tepian Sungai Kapuas yang tidak seramai dulu lagi (14/06/21) | Foto milik pribadi

Hari ini tepat tanggal 5 bulan 5 tahun Imlek 2572 menurut Kalender Imlek adalah hari yang istimewa. Hari ini dirayakan sebagai Festival Peh Cun. Peh Cun dalam Bahasa Hokkien berarti "mendayung perahu", dimana pada hari ini dilaksanakan lomba mendayung perahu naga. Festival ini juga dikenal dengan sebutan Dragon Boat Festival atau duānwu jié (端午节).

Seiringan waktu, lomba mendayung ini sudah jarang ditemukan di sekitar saya. Namun di Kota Pontianak, festival ini dirayakan dengan tradisi Mandi Tengah Hari, dimana masyarakat berbondong-bodong mandi, berenang, dan bermain air di Sungai Kapuas untuk 'mencari' jenazah dari seorang menteri yang meninggal pada 278 SM. 

Selain itu, hari ini juga dirayakan sebagai Hari Bakcang dimana keluarga keturunan Tionghoa di Indonesia berkumpul bersama-sama untuk membuat dan menyantap bakcang yang nikmat, penuh dengan makna, dan berhubungan dengan jenazah yang disebutkan diatas. 

Potret Qu Yuan yang dipajang di Museum Nasional Istana, Taiwan | Foto diambil dari Britannica
Potret Qu Yuan yang dipajang di Museum Nasional Istana, Taiwan | Foto diambil dari Britannica

Menteri yang melompat ke sungai

Qu Yuan (屈原) adalah seorang penyair dan menteri yang terkenal akan kebijaksanaan dan kesetiaannya untuk negara Chu (sekarang China) yang berdiri dari tahun 1030 SM hingga 223 SM. Dengan rasa nasionalismenya yang tinggi, ia berhasil memajukan negara Chu. 

Namun nasibnya berubah ketika seorang menteri yang korup memfitnahnya dan mempengaruhi Raja Huai. Karena itu Raja Huai mengusir Qu Yuan ke wilayah utara Sungai Han. Akhirnya niat jahat itu terbongkar dan Qu Yuan diangkat kembali menjadi seorang menteri.

Raja Huai yang turun tahta digantikan oleh Raja Qingxiang untuk memimpin negara Chu. Mirisnya, Qu Yuan difitnah lagi oleh seorang yang tidak menyukainya. Qu Yuan kembali diasingkan ke wilayah selatan Sungai Yangtze. 

Selama pengasingannya, ia menghabiskan waktunya dengan mengumpulkan legenda, menulis ulang lagu-lagu rakyat, hingga menulis puisi yang kelak menjadi karya sastra terbaik dalam sejarah China. 

Qu Yuan menggunakan puisinya untuk menumpahkan kecemasan dan ketakutannya akan nasib negaranya. Beberapa sumber menyatakan kekuatan negara Chu jatuh setelah Qu Yuan diasingkan.

Menurut legenda, karena kecemasan ini kesehatan Qu Yuan terus memburuk. Pada 278 SM, Qu Yuan mendapatkan informasi bahwa ibu kota negara Chu berhasil direbut oleh Kerajaan Qin. Qu Yuan kemudian melompat ke Sungai Miluo memeluk sebuah batu besar pada tanggal 05 bulan 05. 

Qu Yuan hingga sekarang diingat sebagai seorang patriot, bagaimana ia sukses membawa negara Chu ke masa kejayaannya. Walaupun ia beberapa kali difitnah, ia tetap mencintai negaranya hingga kejatuhan Kerajaan Chu menghancurkan dirinya. 

Kabar kematian Qu Yuan membuat masyarakat sedih dan mulai mencari jenazahnya di sepenjang Sungai Miluo yang terletak di Provinsi Hubei, China.

Dimanakah jenazah Qu Yuan? 

Masyarakat Kerajaan Chu mulai beramai-ramai mencari jenazah Qu Yuan di sepanjang Sungai Miluo, dengan berenang ataupun dengan mendayung perahu. Mereka juga melemparkan beras ketan dan makanan lainnya dengan maksud ikan dan udang yang tinggal di sungai akan memakannya, tidak menganggu jenazah Qu Yuan. 

Terdapat legenda bahwa ada seekor naga yang tinggal di sungai tersebut. Agar Qu Yuan tidak dimakan oleh naga, beras ketan dan makanan lainnya mulai dibungkus dengan daun-daunan, yang sekarang disebut bakcang, untuk naga tersebut. 

Masyarakat yang mengagumi Qu Yuan mulai berlomba-lomba mencari jenazahnya, siapa yang paling cepat mendayung perahu untuk menemukannya. Mereka terus mencari jenazah Qu Yuan selama bertahun-tahun, yang akhirnya menjadi sebuah tradisi yang turun temurun. 

Masyarakat keturunan Tionghoa terus melestarikan kebiasaan ini hingga sekarang dengan lomba mendayung perahu berkepala naga, berenang di sungai, dan membuat bakcang. Tradisi ini pun terus dilakukan di keluarga saya. 

Daging babi, jamur shitake, telur puyuh, dan kacang tanah yang sudah ditumis menjadi isian bakcang | Foto milik pribadi
Daging babi, jamur shitake, telur puyuh, dan kacang tanah yang sudah ditumis menjadi isian bakcang | Foto milik pribadi

Membuat bakcang ala keluargaku

Berbeda dengan tradisi di Sungai Miluo dulu, keluarga saya tidak lagi membuang bakcang ke sungai. Setiap tanggal 05 bulan 05 dalam Kalender Imlek, keluarga saya bersama-sama membuat dan menikmati bakcang.

Menurut saya, membuat bakcang cukuplah repot. Perlu banyak persiapan bahan-bahan dari beras ketan, daging babi, kacang tanah, udang ebi, telur puyuh, jamur shitake, sambal terasi hingga daun bambu yang digunakan untuk membungkus bakcang. 

Bakcang diikat menggunakan tali rafia dengan erat agar isi bakcang tidak bocor ketika direbus | Foto milik pribadi
Bakcang diikat menggunakan tali rafia dengan erat agar isi bakcang tidak bocor ketika direbus | Foto milik pribadi

Uniknya, setiap keluarga memiliki resep bakcangnya sendiri. Ada yang menggunakan daging ayam, mengganti telur puyuh dengan telur ayam, atau menambahkan lauk kesukaan lainnya. Namun di keluarga saya resep dan bahan-bahannya sudah turun temurun.

Dalam menyiapkan lauk yang nanti menjadi isi bakcang, sebelumnya harus ditumis dahulu. Mula-mula beras ketan ditumis dengan bawang putih. Setelah itu, lauk seperti daging babi, kacang tanah, telur puyuh, dan jamur shitake ditumis masing-masing dengan berbagai bumbu dan rempah-rempah. Daun bambu untuk membungkus bakcang juga harus direbus dan dibersihkan. 

Bakcang yang sudah selesai dibuat dan siap dinikmati di Hari Bakcang | Foto milik pribadi
Bakcang yang sudah selesai dibuat dan siap dinikmati di Hari Bakcang | Foto milik pribadi

Membungkus bakcang pun tidak mudah, tidak heran banyak yang tidak mahir dan gagal melakukannya. Daun bambu dibentuk menjadi segi empat dan diisi dengan beras ketan dan lauk, kemudian diikat dengan kencang menggunakan tali rafia. 

Bakcang kemudian direbus. Bakcang harus diikat dengan erat, jika tidak bakcang akan bocor isinya. Setelah matang, bakcang kemudian dinikmati bersama anggota keluarga saya.

Tradisi mandi tengah hari di tepian Sungai Kapuas yang tidak seramai dulu lagi (14/06/21) | Foto milik pribadi
Tradisi mandi tengah hari di tepian Sungai Kapuas yang tidak seramai dulu lagi (14/06/21) | Foto milik pribadi

Mandi di Sungai Kapuas

Biasanya hari ini, dari jam 11 hingga 12 siang, tepian hingga di tengah-tengah Sungai Kapuas ramai dipenuhi oleh masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang tua sekalipun. Biasanya masyarakat berkumpul di sekitar Pelabuhan Pelampong. 

Selain memakan bakcang, hari ini juga dirayakan dengan tradisi Mandi Tengah Hari di sungai. Tradisi ini dipercaya untuk membuang kesialan dan mengundang berkah. Masyarakat juga banyak membawa pulang air sungai pada tanggal 05 bulan 05 karena dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit. 

Menambah keseruan, biasanya pemadam kebakaran swasta Kota Pontianak juga ikut menyemprotkan air sungai ke masyarakat dengan mesin pompa air. Setelah lelah mandi dan berenang di Sungai Kapuas, masyarakat biasanya akan menyantap bakcang sebagai bekal makan siang. 

Namun karena semakin bertambahnya kasus positif Covid-19 di Kota Pontianak, tahun lalu maupun tahun ini Sungai Kapuas tidak ramai seperti dulu lagi. Biasanya berbagai komunitas masyarakat Tionghoa akan menyelenggarakan acara di Sungai Kapuas, tetapi sudah dua tahun ditiadakan karena khawatir penularan di tengah kerumunan masyarakat.

Namun ketika saya pergi ke tepian Sungai Kapuas tengah hari ini, masih ada puluhan masyarakat yang masih menjalani tradisi ini. Di tengah terik matahari Pontianak, mereka mandi, berenang, dan bermain air menyambut Festival Peh Cun. 

Warga yang ikut menonton mereka yang sedang mandi dan berenang di tepian Sungai Kapuas | Foto milik pribadi
Warga yang ikut menonton mereka yang sedang mandi dan berenang di tepian Sungai Kapuas | Foto milik pribadi

Dari pengalaman saya, saya tidak pernah ikut mandi ataupun berenang di Sungai Kapuas pada Hari Bakcang. Namun dulu almarhum Kakek saya selalu membawa saya ke tepian sungai untuk menonton keramaian. Masih teringat dengan jelas, bagaimana mereka yang selesai mandi pulang ke rumah dengan baju yang basah sambil menenteng ban renang. 

Bahkan ada kepercayaan setiap tanggal 05 bulan 05, buaya, binatang berbahaya, dan roh-roh jahat yang tinggal di Sungai Kapuas dikurung agar tidak menganggu masyarakat yang mandi di sungai. 

**

Kira-kira begitulah tradisi perayaan Festival Peh Cun ala keluarga saya, dari membuat dan menikmati bakcang hingga menonton keramaian masyarakat yang mandi dan berenang di Sungai Kapuas. Walaupun Qu Yuan tidak pernah ditemukan, jasanya sebagai penyair dan pejabat yang terkenal akan kesetiaan dan kebijaksanaan selalu dikenang oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia, termasuk kami yang berada di Kota Pontianak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun