Laut Hitam pun sedang memanas setelah meningkatnya keberadaan militer Rusia di perbatasan timur Ukraina. Walaupun Rusia menyatakan bahwa peningkatan militer di perbatasan bukanlah ajakan perang, Ukraina merangkul Amerika Serikat yang kemungkinan akan mengirimkan sejumlah kapal perang sekaligus pesawat pengintai untuk memantau aktivitas Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam (9/4/21).
Tidak menutup kemungkinan jika keadaan akan semakin memburuk hingga pecahnya perang di Laut China Selatan ataupun di Laut Hitam. Namun jika kita telaah respon dari China maupun Rusia, keduanya menyatakan bahwa aktivitas militer bukanlah ajakan untuk berperang.
Dalam hubungan internasional, perilaku dari beberapa negara di atas adalah wujud dari Gunboat Diplomacy atau Diplomasi Kapal Perang.
Apa itu diplomasi kapal perang?
Berbeda dengan soft diplomacy seperti Gastrodiplomasi, diplomasi binatang atau diplomasi yang tidak menggunakan kekerasan, diplomasi kapal perang termasuk ke hard diplomacy yang kental dengan pengunaan kekuatan militer.
Menurut James Cable, seorang diplomat dan pemikir strategis Angkatan Laut, ia mendefiniskan diplomasi kapal perang sebagai “pengunaan atau ancaman kekuatan angkatan militer yang terbatas, selain sebagai tindakan perang, juga untuk mengamankan keuntungan atau menghindari kerugian, baik dalam kelanjutan perselisihan internasional atau melawan negara lain”.
Sama seperti gaya diplomasi lainnya, diplomasi kapal perang digunakan untuk mengejar dan meraih kepentingan nasional sebuah negara dengan menggunakan kekuatan militernya.
Caranya pun bukan hanya dengan melayangkan ajakan perang, namun juga dengan mengintimidasi, mengancam hingga memaksa dengan bermodal kekuatan militer sebuah negara.
Kepentingan nasionalnya sebuah negara tentu bermacam-macam, misalnya seperti China yang mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dengan mengambar sembilan garis putus-putus atau seperti Vietnam, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Brunei yang tidak setuju akan klaim China.
Lahirnya diplomasi kapal perang
Diplomasi kapal perang lahir ketika maraknya imperialisme dan ketika kekuatan Barat sedang bersaing untuk mendirikan kerajaan perdagangan kolonialnya di Asia, Afrika dan Timur Tengah.
Salah satu tokoh penting dalam diplomasi kapal perang adalah Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt dengan Ideologi Pentungan Besar terkenalnya, yaitu “bicaralah dengan lembut dan bawalah pentungan besar”.
Roosevelt menjadikan Amerika Serikat sebagai sebuah negara yang mengedepankan perundingan damai namun sambil mengancam dengan “pentungan besar” atau kekuatan militer.