Pada tahun 2018, penulis berkesempatan mengunjungi Thailand dalam rangka studi banding dari kampus. Penulis ingat ketika melewati jalan raya di Bangkok, seorang pemandu wisata berkewarganegaraan Thailand mengatakan sesuatu dalam Bahasa Indonesia dengan logat Thailand.
"Saya sudah sangat sering mengunjungi Jakarta dan saya menemukan satu perbedaan yang mencolok, yaitu di Jakarta orang-orangnya sangat suka menggunakan klakson," katanya.
Sontak penulis sadar, betapa tenangnya jalanan di Bangkok tanpa bunyi klakson. Bukan karena di sana tidak ada kemacetan (di Bangkok kerap terjadi kemacetan di Jakarta) atau masyarakat Thailand memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, melainkan disebabkan oleh sebuah cerita tentang Mantan Raja Thailand Bhumibol Adelyadej yang turun temurun diceritakan masyarakat di sana.
Jika dibandingkan dengan Jakarta, penulis yang hanya mengunjungi Thailand selama satu minggu pun dapat merasakan perbedaan fenomena ini.
Klakson bagaikan sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat yang menggunakan jalan raya perkotaan. Dari klakson asli dari pabrik hingga klakson hasil modifikasi pun dapat dengan mudah ditemukan, salah satunya adalah tren singkat klakson "telolet" yang viral hingga ke luar negeri.
Menurut penulis fenomena betapa seringnya menggunakan klakson bukan hanya terjadi di Jakarta, melainkan di kota-kota lain di Indonesia. Fenomena ini pun bukan hanya disebabkan oleh kemacetan di jalanan ataupun tingkat kesabaran masyarakat Indonesia, melainkan sudah menjadi sebuah budaya atau setidaknya cara bersosialisasi.
Betapa ramahnya masyarakat Indonesia, ketika mereka sedang mengendarai mobil atau motor pun keramahan tersebut tidak hilang.
Keramahan masyarakat Indonesia pun diakui lewat survei Ease of Settling in Index yang dirilis oleh InterNations pada tahun 2016 yang menunjukkan Indonesia sebagai negara ke-8 paling ramah antara 64 negara lainnya. Penulis menemukan bukan hanya untuk 'berkomunikasi' dalam keadaan darurat, klakson pun digunakan untuk menyapa sesama pengguna jalan.
Klakson satu kali ternyata diartikan sebagai sebuah sapaan, sedangkan dua kali diartikan sebagai meminta perhatian atau juga digunakan sebagai ucapan terima kasih ketika diberi kesempatan untuk menyalip. Klakson yang lama dan berulang-ulang digunakan untuk mengintimidasi pengguna jalan lain.
Ketika berada di jalan dengan tikungan jalan, penulis melihat bagaimana teman penulis harus membunyikan klakson sebagai sebuah 'sinyal'. Tersebut merupakan beberapa dari banyaknya etika menggunakan klakson di Indonesia.