Berteman sebuah motor kenangan
kulewati jembatan penuh harapan
ada uneg-uneg cicilan
sedang kukejar untuk masa depan
Membaur dengan kokokan ayam membinar sejuk
embun menitik, kabut merajuk
lalai dalam menepi seteguk
ingin cepat membingkas kantuk,
cepat! cepat!
langkah bergegas cemas
pagi ini jangan sampai lambat
kita kuliti pagi yang berpendarÂ
erat menggenggam,Â
kumpulkan kilauan keping logam
siapa yang tahu kapan rezeki memudar
ah..diameter pagi ini sungguhlah berseri
pagi ini kita jajaki sambil menari
walau penuh dengan misteri
seribu dua ribu pastilah diberi
Kue pisang, kue kacang, tak usahlah di cari
walau hanya berteman sambal terasiÂ
sudah cukup berteman dengan nasi
wahai anak muda penerus generasi
tak ku sangka sekolah kini sepinisasi
Ah...pagi ini kulit udara cukup tebal
dada harus terus menahan sebal
harapan seolah ikut tertumbal.
ternyata korona mengajakku untuk hidup kebal
Bagaimana bisa jadi orangtua abal abal?
Motor butut penuh kenangan ku bawa lagi
mengedari ruang - ruang rumah ditepi pagi
siapa tahu ada yang menanggapi
sebiji dua biji bisalah menemani kopi
pagi ini telah ku kuliti
kubawa pulang pada yang menanti
Sisakan tenaga untuk berhenti
untuk besok kembali meniti
lalu kembali mencecar hari yang kian berganti
Untuk semua pejuang, Â kekasih sejati
Sebarkan kebijakan dalam empati
tanggalkan ego, sombongpun dilucuti
ingin bertahan? ya jangan mau cepat mati!
kita kejar setiap hati
kuliti pagi di esok dan nanti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H