Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bumi Terguncang, Nasib Baik Tak Kunjung Datang

1 Januari 2023   21:10 Diperbarui: 1 Januari 2023   21:12 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pengungsi , desain pribadi

Korban gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat,  berkekuatan 5,6 skala Richter sebulan yang lalu masih tak jelas nasibnya. Padahal, bumi yang terguncang, memorakporandakan seluruh benda di atasnya dan telah menghilangkan harta benda dan nyawa manusia masih saja tak memberikan jawaban pasti kapan datangnya nasib baik.

 

Korban gempa terkatung-katung dan masih bertahan di tenda-tenda pengungsian,  akibat lemahnya tanggung jawab negara. Mereka masih belum bisa hidup normal, karena warga  Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, masih ada yang belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang.

Selain itu, sebagai salah satu desa yang disebut dilalui patahan sesar aktif Cugenang, warga juga masih menanti kepastian apakah mereka akan terdampak relokasi atau tidak. Sebelumnya, pemerintah menjanjikan dana bantuan sebesar Rp60 juta untuk rumah rusak berat, Rp30 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp15 juta untuk rumah rusak ringan.

Namun pada proses verifikasi sebelumnya, ditemukan data yang tidak sesuai dengan kondisi riil rumah yang rusak. Oleh sebab itu, masyarakat pun meminta dilakukan verifikasi ulang. "Kemarin karena kesalahan data waktu pendataan pertama banyak yang tidak sesuai, misalkan yang kondisinya rusak ringan jadi berat. Mungkin datanya yang salah atau apa, ada beberapa yang seperti itu," kata Yana salah satu warga Desa Cibeureum (BBC.com, 22/12/2022).

 

Kapitalisme Hanya Menghadirkan Penguasa bukan Periayah


Nampak ketidak optimalan periayahan korban gempa, apalagi persoalan utama adalah rumah tinggal.  Salah satu kebutuhan pokok setiap manusia. Seharusnya negara bergerak cepat untuk menyelesaikannya, mengingat Cianjur adalah sesar gempa. Dan negaralah yang menjamin kebutuhan pokok rakyat itu terpenuhi, terutama jika terjadi bencana alam. Bukannya gagap atau melambat dengan berbagai alasan.

 

Inilah yang harus kita telan mentah-mentah, bahwa sistem kapitalisme hanya bisa mencetak penguasa yang lalai. Dan sistem politik demokrasi turut melanggengkan perilaku ini, sungguh miris bukan? Namun karena landasan sistem ini adalah sekuler itulah persoalannya, tidak penting lagi bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Hari ini hari ini, esok apa kata nanti. Tuhan hanya " mengawasi" di sudut sajadah tak lebih.

 

Islam Mengutamakan Keselamatan dan Terhindar Dari Bahaya


Yang terjadi akhirnya kebatilan, nasib rakyat terkatung-katung. Sangat berbeda dengan apa yang Islam wajib kerjakan bagi para pemimpinnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw," Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya." ( HR. Al-Bukhari).

 

Bencana alam memang tak bisa diprediksi datangnya, namun bisa disiasati dengan strategi yang jitu dan mumpuni. Di sinilah pemimpin yang bertakwa diminta keseriusannya memikirkan, sebab ini ranah manusia berikhtiar. Jika merujuk pada apa yang sudah dilakukan Khilafah Islamiyyah yang memimpin dunia selama 13 abad lebih terdapat rujukan yang sangat bisa dipertanggungjawabkan yaitu bagaimana penanganan sebelum bencana, ketika bencana itu terjadi dan pasca bencana.

 

 Umar bin Khattab adalah salah satu pemimpin Islam yang menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin dan besarnya rasa tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat saat bencana datang menimpa. Ketika menangani musim paceklik yang melanda Jazirah Arab, banyak manusia mendatangi Madinah, sebagai ibukota negara Khilafah waktu itu untuk meminta bantuan. Umar bin Khattab segera membentuk tim yang terdiri dari beberapa sahabat, di antaranya Yazid bin Ukhtinnamur, Abdurrahman bin Al-Qari, Miswar bin Makhrohmah dan Abdullah bin Uthbah bin Mas'ud, dimana tugas mereka adalah memberikan laporan setiap hari kepada Umar atas apa yang sudah mereka lakukan untuk para pengungsi berikut apa-apa yang akan direncanakan untuk esok harinya.

 

Tim ini ditempatkan di perbatasan kota Madinah dan setiap harinya mendata pengungsi yang terus bertambah. Bahkan tercatat hingga 10 ribu orang yang harus diberi makan. Dan yang di luar itu diperkirakan mencapai 50 ribu orang. Namun semua bisa dilayani dengan baik, hingga pada saat kondisi sudah membaik semua bisa kembali pulang ke rumah masing-masing. Negara memberi mereka bekal sebagai tambahan untuk kebutuhan mereka selanjutnya.

 

Dengan ketakwaan dan upaya yang fokus negara berhasil menjalankan fungsinya meriayah rakyat yang dipimpinnya. Sama persis sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. Bukan sekadar disebut penguasa, namun kekuasaan mereka benar-benar mereka jalankan dengan penuh ketaatan kepada Allah. Sungguh relasi yang sangat kuat, bahwa apapun di dunia ini tak ada yang lebih tinggi dari syariat Allah SWT.

 

Kestabilan pembiayaan negara juga ditunjukkan dari banyaknya harta untuk meriayah pengungsi selama masa paceklik hingga sesudahnya, inilah bukti jika Baitul Mal yang juga disusun pos-posnya sesuai syariat sangat bisa diandalkan. Rakyat bukan beban, sebab pendapatan Baitul mal bukan dari rakyat. Di dalam Baitul mal ada pos khusus yang dianggarkan untuk pembiayaan bencana alam. Yang didapat dari kharaz, fa'i dan pos kepemilikan umum.  Jika kas itu kosong maka ada dua cara yang akan ditempuh oleh negara agar kemaslahatan rakyat tetap bisa diwujudkan.

 

Pertama dengan menarik Dharibah ( semacam pajak) , namun berbeda dengan pajak di sistem kapitalisme. Pajak ini hanya ditarik dari muslim yang kaya hakiki, kaya yang sudah mampu memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya namun masih diberi keleluasaan rezeki oleh Allah untuk membiayai lainnya. Dharibah ini akan dihentikan jika kondisi membaik dan kas Baitul mal sudah terisi kembali. Cara kedua adalah jika ditakutkan pengumpulan Dharibah terlalu lama sementara dampak bencana begitu hebat sehingga harus segera diselesaikan maka negara akan berhutang dan dilunasi dengan pajak dari kaum Muslim.  

Tak ada yang mampu secara tuntas memberikan kesejahteraan kepada nasib para pengungsi bencana apapun di negeri ini ketika sistem sekuler masih dipertahankan. Terlebih juga tak akan lahir pemimpin yang bertakwa dan hanya mengerjakan apa yang diperintahkan atau di larang Allah SWT. Masihkah kita berharap pada sesuatu yang tak memberikan kepastian? Wallahu a'lam bish shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun