Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama Ahmad Zainul Hamdi mengatakan, proyek Rumah Moderasi Beragama (RMB) menjadi terobosan paling hebat guna mengatasi  potensi konflik terkait isu agama yang kerap bermunculan di berbagai wilayah di Indonesia.
Dan Kementerian Agama (Kemenag) menginisiasi pendirian RMB di sejumlah kampus perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI). Hebatnya RBM karena advokasi. Ahmad menjelaskan selama ini kampus hanya memiliki kekuatan dalam hal penelitian. Namun hasilnya dipublikasikan di jurnal yang sifatnya elite.
Dengan adanya RBM, para mahasiswa bisa terjun langsung ke masyarakat menbumikan nilai-nilai moderasi. Â Terlebih gagasan moderasi beragama telah dijadikan program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Tugas Kemenag semakin besar karena diberi mandat sebagai leading sector atas program ini.
Â
Selain itu, dalam Peraturan Presiden No 58 Tahun 2023, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga dipercaya sebagai ketua pelaksana sekretaris bersama (sekber) penguatan moderasi beragama (jawapos.com, 13-12-2024).
Â
Rumah Moderasi Beragama  dibentuk untuk menjadi pusat pendidikan dan penelitian moderasi beragama. Mengarusutamakan nilai-nilai moderasi, namun pelakunya tidak terbatas pada sivitas akademik di kampus tersebut, tetapi perlu lebih jauh menjangkau publik. Di antaranya  dengan  organisasi masyarakat sipil di luar dan stakeholders eksternal. Terlebih lagi ada  advokasi kasus. Terutama kasus-kasus yang terjadi di lapangan maupun advokasi regulasi.
Kepala Subdirektorat Kelembagaan dan Kerja Sama Diktis Thobib Al-Asyhar menambahkan, tugas RMB di kampus PTKI adalah sebagai pusat penguatan dan penyebaran wacana beragama yang moderat di masyarakat. Apalagi kampus PTKI merupakan garda terdepan dalam mengawal pemikiran dan gerakan moderasi beragama. Selain itu PTKI telah teruji dengan gagasan-gagasan moderatisme beragama.
Gagasan moderasi beragama juga ditularkan melalui kelompok-kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diturunkan di desa-desa. Mereka menyebarkan indikator moderasi seperti komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan di tengah masyarakat dengan beragam kegiatannya. Thobib mengatakan moderasi beragama ini tidak sekadar diarusutamakan melalui RMB, Â tetapi juga masuk dalam kurikulum perkuliahan. Hal ini sebagai upaya untuk menjadikannya bukan sekadar wacana, tetapi juga paradigma.
RMB, Justru Rusak Akidah Mahasiswa
Rumah moderasi Beragama (RMB) adalah salah satu gagasan yang dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan potensi konflik terkait isu agama yang kerapkali bermunculan di berbagai wilayah di Indonesia dan menyebabkan ketidaktentraman masyarakat.
RMB didirikan di berbagai kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam sebagai terobosan besar untuk mewujudkan kerukunan beragama. Padahal kebijakan ini jika ditelaah lebih mendalam sangat tak berguna. Jauh panggang dari apa, artinya sangat jauh dari akar persoalan yang sebenarnya terjadi di tengah masyarakat.
Lebih jauh lagi proyek ini  menunjukkan cara pandang negara atas konflik dan solusinya. Patut disadari oleh semua pihak,  sejatinya RMB  bukan solusi,  mengingat moderasi beragama sejatinya justru upaya untuk menjauhkan umat dari aturan agamanya (Islam). Namanya proyek tentu saja mengambil prinsip untung dan rugi, dana sudah pasti digelontorkan oleh pihak-pihak penyokong, siapa lagi jika bukan pembenci Islam? Dan ironinya, kaum muslim sendiri yang sukarela menjadi alat eksekusinya.
Moderasi beragama menjadikan  prinsip-prinsip yang diajarkan  bertentangan dengan Islam yang lurus. Apa yang halal menjadi haram begitu sebaliknya. Apa yang wajib menjadi sekadar wacana, sangat mengerikan! pedirian RMB justru semakin menguatkan program moderasi beragama  yang merupakan arus global untuk menghadang bangkitnya Islam sebagaimana rekomendasi Rand Corporation.
Apapun gagasan yang menistakan Islam bahkan hendak menghilangkan eksistensinya di muka bumi ini berasal dari ketakutan barat akan kebangkitan Islam. Selama ini mereka telah berusaha payah melakukan peredamam laju kesadaran kaum muslimin dengan merusak akidah, generasi dan perempuan muslimah. Namun, siapakah yang mampu menahan sinar matahari jika memang sudah waktunya terbit?
Hal ini sebagaimana Allah SWT. telah berjanji kepada kaum muslim akan memberikan kemenangan kembali setelah runtuhnya, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik". (TQS an-Nur:55).
Â
Islam Agama Sempurna
Sesungguhnya Islam sudah memiliki aturan tentang toleransi yang dapat menjadi pedoman di mana saja umat Islam melakukan aktivitas termasuk di kampus dan dianggap sangat relevan bagi kehidupan kampus, terlebih bagi generasi muda seperti halnya mahasiswa agar dapat bersikap dengan bijak serta toleransi dapat diwujudkan.
Makna toleransi sendiri jika berdasar pada QS Al-Kafirun :1-6 sangat jelas menyatakan bahwa agamamu agamamu, agamaku agamaku, aku tidak menyembah yang engkau sembah demikian pula sebaliknya. Maka sangatlah aneh jika ada muslim yang terjebak dalam makna toleransi selain dalam firman Allah SWT. tersebut. Bahkan kebablasan dengan mengenakan baju agama lain, merayakan perayaan agama lain, menjaga tempat ibadah non muslim, Â salat di tempat ibadah mereka bahkan hingga berjual beli dengan kafir yang jelas-jelas memusuhi Islam.
Â
Islam adalah agama yang memiliki aturan tertentu dan definisi tertentu sesuai dengan ketetapan Allah dan RasulNya, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berinteraksi di tengah masyarakat. Â Bukan sebaliknya, kaum muslim membebek agenda barat dan memusuhi saudara seakidah hanya karena menyerukan persatuan ukhuwah Islamiyah.
Â
Sistem Islam sangat menjaga akidah, hingga tak membiarkan kaum muslim beribadah dengan akidah yang dipermainkan, maka hukuman yang tegas menanti mereka jika ketahuan murtad, dan setelah diberi tenggang waktu tiga hari untuk bertaubat kemudian memilih untuk tetap murtad hukumannya adalah dibunuh.
Â
Bukan keji, juga bukan bertentangan dengan akidah, sebab ini perintah, akidah adalah asas diterimanya segala amal perbuatan. Tindakan murtad artinya sudah batas tegas antara iman dan kafir. Sehingga harus ditindak tegas agar tak mengguncang akidah yang lain. Bisa kita bayangkan berapa banyak yang dimurtadkan hari ini dengan proyek moderasi beragama?
Sebab, beragama hanya sebagai formalitas. Menutup aurat suka-suka, mengucapkan selamat kepada agama lain bahkan hingga hadir di misa bersama dianggap toleransi, hingga anda pindah agama karena HAM sangat dibolehkan dalam pemahaman moderasi.
Â
Penguasa dalam Islam memiliki kewajiban memberikan nasihat takwa dan menjaga kehidupan agar tetap terikat aturan syara. Â Juga mengingatkan umat melalui berbagai media melalui Departemen Penerangan negara (I'lam) maupun penempatan Qadi Hisbah yang akan secara langsung menjaga akidah umat.
Menjaga akidah adalah salah satu kewajiban negara yang ditetapkan Islam. Oleh karena itu, negara tidak akan memfasilitasi berbagai hal yang justru dapat merusak akidah dan agama umat seperti dengan membangun RMB. Sebaliknya negara justru semakin mendorong setiap individu untuk memiliki pemahaman yang benar melalui halaqoh-halaqoh agar ia bisa mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah, swkaligus rela menjadi pembela Islam sejati. Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H