Suami istri adalah dua orang yang disatukan oleh ikatan pernikahan, atas dasar suka sama suka. Berjanji akan saling membahagiakan , dalam susah dan senang. Namun, jika suami sudah tega menyakiti istri, runtuh perlindungan itu dan kemana harus bertolak?
Â
Hal ini dialami oleh seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat.
Saat ini status terduga pelaku, MRF sudah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) dari kesatuannya. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah mengatakan RFB diketahui mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami bahkan hingga mengalami keguguran (Kompas.com,22/3/2024).
Â
Hal yang tak kalah sadis,  seorang kakek berinisial BS (58 tahun) tega mencabuli keponakan perempuannya yang berusia 11 tahun. Kasi Humas Polres Tapanuli Utara (Taput) Aiptu Walpon Baringbing mengatakan, pencabulan itu terungkap berkat tetangganya, seorang saksi  14 tahun yang tak sengaja memergoki pelaku sedang melecehkan korban.
Saksi langsung melapor ke ibu korban. Korban lalu ditanyai oleh ibunya. Atas perbuatan bejat itu, pelaku dijerat Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat 1 UU No 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun (kumparan.com, 22/3/2024).
Â
KDRT Terus  Berulang, Buruknya Fungsi Perlindungan Keluarga
 Maraknya KDRT menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga, karena hilangnya salah satu  fungsi perlindungan dalam keluarga. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman justru sebaliknya menjadi ajang adu kekerasan dan arogansi. Bahkan menjadi tempat hilangnya kehormatan dan nyawa sekaligus.
Â
Hal ini bukan datang begitu saja dan tidak hanya terjadi saat ini saja. Melainkan sudah tersistem, ditambah dengan jauhnya kaum muslim dari agamanya membuat cara pandangnya terhadap kehidupan menjadi sekuler , memisahkan agama dari kehidupan.
Â
Selanjutnya  berpengaruh terhadap sikap dan pandangan setiap individu termasuk dalam hubungan keluarga, yang harusnya penuh kasih sayang dan memberi jaminan perlindungan. Samara (Sakinah, Mawadah , Warahmah) tidak terwujud dalam keluarga. Bagaimana bisa terwujud jika yang dominan adalah egois dan keinginan untuk berkuasa.
Â
Jika itu terjadi pada ayah, kakek, suami atau saudara lelaki sangatlah fatal. Mereka dianugerahi keistimewaan yang tidak sama dengan keistimewaan yang diberikan Allah kepada wanita, maka kesengsaraan yang didapati.
Â
Sekulerisme menciptakan sosok individualistis dan cenderung mengabaikan keberadaan Allah swt. Meskipun secara akidah mereka meyakini keberadaan Allah dan segala perbuatan akan dihisab oleh Allah swt. kelak. Namun tak berkorelasi dengan perbuatan. Sebaliknya cenderung bersikap sumbu pendek, mudah emosi dan mengambil keputusan gegabah.
Â
Di sisi lain, juga menunjukkan mandulnya UU P-KDRT sudah 20 tahun disahkan. Sudahlah menyakiti dan melakukan perzinahan masih saja hukumannya penjara maksimal 15 tahun penjara, bagaimana bisa jera? Jika pertimbangannya adalah hak asasi manusia, sungguh itu adalah pendapat yang sesat, bagaimana bisa disandingkan dengan HAM jika yang mereka lakukan sebelumnya samasekali tidak manusiawi? Inilah jika hukum dan sanksi pun bukan bersumber dari Allah swt. Yang ada malah menimbulkan persoalan baru.
Â
Islam Solusi Tuntas KDRT
Islam memandang keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberikan jaminan/ benteng perlindungan. Untuk itu Islam mengharuskan negara menjamin terwujudnya fungsi keluarga melalui berbagai sistem kehidupan berasaskan akidah Islam sehingga terwujud keluarga samawa, Sejahtera, berkepribadian islam dan kuat ketahanan keluarganya.
Â
Dalilnya adalah apa yang Allah SWT firmankan yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (TQS. At-Tahrim: 6).
Â
Para ayah, wali ataupun kerabat dalam sebuah keluarga memiliki amanah spesial menjaga anggota keluarganya dari jilatan api neraka. Tak cukup hanya mencukupi sandang, pangan dan papannya. Namun juga kesehatan, pendidikan dan keamanannya. Sementara support sistem dari negara adalah menjamin semua kebutuhan tersebut mudah diakses setiap keluarga.
Â
Perilaku kekerasan dalam rumah tangga bisa jadi pemicunya adalah ekonomi. Sebab, keadaan hari ini memang sangat berat bagi setiap keluarga, di antara mahalnya bahan kebutuhan pokok, ternyata bekerja pun belum tentu bisa memenuhi semua kebutuhan hidup sebab rakyat masih menanggung pungutan pajak dan sebagainya . Lantas, tidakkah kita rindu kembali kepada pengaturan Islam? Wallahualam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H