Dalam hal ini, jelas kembali menjadi kewajiban negara memastikan syariat ini terlaksana. Ini adalah bentuk penjagaan kehormatan perempuan, bukan statusnya kemudian menjadi tak jelas, dan tak mungkin atas nama pariwisata atau keindahan di bagian front line kemudian mengorbankan ketaatan seorang hamba kepada Sang Penciptanya, pun dia hanya seorang wanita.
Â
Lantas, apakah karena Bali bukan middle east kemudian boleh seenaknya merusak syariat, sebab bumi ini adalah milik Allah, segala isinya baik di darat, laut, udara bahkan di dalam perut bumi adalah kekuasaannya, atas hak apa sang senator mengatur di sana boleh di sini tidak?
Â
Akar persoalannya adalah Islamopobia, dan itu muncul dari sikap sekularisme alias pemisahan agama dari kehidupan. Perempuan dibagi dalam dua katagori, dimana yang " telanjang" meski muslim adalah baik sementara yang teguh menutup aurat dianggap tak jelas malah perusak. Astaghfirullah. Akankah kita bergeming menghadapi diskriminasi itu? Dimana perempuan dianggap barang, bisa bernilai jika membuka aurat. Jelas harus ada perubahan. Yaitu kembali dalam pengaturan syariat mulia, sebagaimana firman Allah swt. Yang artinya," Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah:50).Wallahualam bissawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H