Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengaku sudah mengantongi data terkait polemik kasus Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Muhadjir menyebut kasus PPDB itu semestinya bisa diselesaikan di tingkat daerah.
"Kalau kita lihat level kasusnya masih sporadis ya. Saya sudah punya data, ya ndak banyak-banyak amat kasusnya itu, hanya memang menyebar hampir seluruh daerah ada kasus, dan itu kan mestinya bisa diselesaikan di masing-masing daerah, tidak perlu sampai tingkat pusat. Tapi nanti akan kita evaluasi lah paling terakhir," kata Muhadjir.Â
Muhadjir meminta pemerintah daerah lebih cermat dalam merencanakan PPDB. Bahkan, menurut Muhadjir, perencanaan sudah bisa dilakukan setahun sebelumnya. Namun, terlepas dari itu, Muhadjir mengatakan praktik kecurangan dalam proses PPDB menandakan masih ada persepsi soal kualitas pendidikan yang belum merata. Dia juga meminta pemerintah daerah meningkatkan pemerataan kualitas (detiknews.com, 18/7/2023).
Sistem zonasi tahun ini memang lebih banyak menimbulkan kekisruhan. Ada banyak penyebabnya, di antaranya kecurangan penentuan titik koordinat lokasi rumah ke sekolah, fenomena pindah KK dan lainnya.Â
Selama proses pengawasan PPDB 2023 ini, Ombudsman perwakilan Banten menerima 36 pengaduan baik melalui media sosial, Whatsapp pengaduan, dan masyarakat yang datang langsung ke Kantor Ombudsman.Â
Selain adanya anak pejabat dan pengusaha besar yang menggunakan SKTM, Ombudsman perwakilan Banten juga menemukan beberapa data Kartu Indonesia Pintar (KIP) calon peserta didik yang tidak aktif namun tetap digunakan untuk mendaftar.
Ombudsman juga menemukan adanya indikasi pungutan liar (pungli) atau jual beli kursi di beberapa sekolah. Ombudsman menemukan tarif bangku sekolah untuk masuk sebuah SMA negeri di Banten mencapai Rp 5 juta hingga Rp 8 juta ( beritasatu.com, 13/7/2023).
Zonasi Makin Kisruh, Siapa Bikin Rusuh?
Kisruh PPDB, menunjukkan potret lemahnya negara dalam menyelenggarakan pendidikan. Padahal pendidikan sangat penting bagi generasi. Pendidikan adalah soko guru negara, jika manusia lahir dari pendidikan yang terbelakang, maka bisa dipastikan peradaban sebuah negara akan hancur. Lantas jika terjadi kisruh, mengapa dikembalikan kepada pemerintah daerah? Padahal berbagai kecurangan terjadi di hampir semua daerah, dan penetapan kebijakan bersifat terpusat di pemerintah pusat.Â
Kisruh PPDB di berbagai tempat menjadi bukti tidak tepatnya kebijakan yang ditetapkan. Apalagi sampai mendorong masyarakat berbuat curang demi bisa masuk sekolah yang dikehendaki, yang berarti juga menggambarkan gagalnya sistem pendidikan dalam menghasilkan individu berkepribadian Islam.Â