- Jerman : Negara ini diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan PDB yang lebih tinggi sekitar 0,7% dan inflasi yang lebih rendah sebesar 0,4% jika perang tidak terjadi.
- Inggris : Seharusnya mengalami hasil panen yang 0,7% lebih tinggi dan angka inflasi yang 0,2% lebih rendah tanpa adanya konflik.
Amerika :
- Amerika Serikat : Konflik ini berpotensi meningkatkan harga minyak bumi hingga mencapai lebih dari $100 per barel, dengan kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 30% di AS dan Eropa.
- Brasil : Dampaknya melibatkan kenaikan harga minyak bumi dan gas alam, yang dapat mempengaruhi perekonomian Brasil.
Afrika :
- Afrika Selatan : Harga minyak mentah yang meningkat akibat perang Rusia-Ukraina dapat membawa dampak pada ekonomi Afrika Selatan.
   Banyak perusahaan multinasional di Amerika Serikat mengandalkan pendapatan dari bisnis mereka di Eropa Timur. Jika ekonomi di wilayah tersebut melambat, risiko penurunan pendapatan bisa dialami oleh sejumlah perusahaan, termasuk Philip Morris, PepsiCo, Mohawk MHK, McDonald's, dan Karnaval Corporation, yang sebelumnya mendapatkan sebagian besar pendapatan mereka dari operasi di Rusia dan Ukraina.
   Potensi kerugian pendapatan akibat konflik Rusia-Ukraina dapat berdampak negatif pada nilai saham perusahaan-perusahaan AS. Selain itu, situasi ini menempatkan Federal Reserve dalam posisi hati-hati dalam mengambil keputusan terkait kenaikan suku bunga, terutama dengan kondisi inflasi yang sudah tinggi di AS.
   Sebagai contoh, jika The Fed terus menaikkan suku bunga tanpa adanya solusi terhadap masalah rantai pasokan dan konflik yang berlanjut, ekonomi AS berisiko mengalami kontraksi.Pentingnya mempertimbangkan sisi penawaran dalam menghadapi inflasi juga menjadi perhatian utama bagi The Fed. Lonjakan inflasi di AS saat ini disebabkan oleh gangguan rantai pasokan selama pandemi COVID-19 dan peningkatan permintaan konsumen. Faktor lain yang berkontribusi termasuk kenaikan biaya energi, seperti harga minyak, gas alam, dan bensin, serta harga makanan yang mengalami kenaikan.
   Adapun tingginya ketegangan geopolitik di Ukraina saat ini diketahui memberikan dampak positif bagi sejumlah saham perusahaan di Indonesia, menurut Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma. Suria menyebutkan bahwa ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah menjaga harga komoditas tetap tinggi. Dia juga mencatat bahwa kondisi ini terkait dengan penyelesaian proyek Nord Stream 2, jalur pipa gas antara Rusia dan Jerman, yang meskipun belum beroperasi, dianggap menguntungkan Jerman sebagai pembeli dan Rusia sebagai penjual.