Chapter 1: Aku bukan seorang yang narsis, aku adalah aku.
Siapa yang tak memiliki sejuta mimpi semasa kanak-kanak? Aku rasa tak ada.
Pada waktu itu kita semua bermimpi untuk menjadi orang lain, yang pokoknya bukan diri kita sendiri. Dan harus kita akui, kita jijik dan begah untuk menjadi diri kita sendiri, karena kita bukan tokoh utama dari dongeng yang ibu bacakan.
Pada masa itu aku juga benci untuk menjadi diriku sendiri. Ibuku selalu menekanku untuk belajar dan belajar, dan ayah, meskipun ia memeluk-ku penuh kasih, tetapi dia tak pernah sekalipun menghentikan ibu.
Dunia kecilku sangat sesak dengan buku, busur panah, merawat tanaman, bela diri, dan hal lain yang ibuku anggap perlu.
Aku tak sepintar ibu untuk tahu apakah ilmu yang ibu paksakan berguna bagiku. Namun bukankah anak-anak lain dapat bermain sesuka mereka?
Lalu, kenapa aku tak boleh?
Aku ingin bertanya, aku ingin marah, dan meluapkanya pada semuanya.
Tapi...
Di pagi dan malam hari setelah mandi air hangat, tangan ibu yang lembut dan halus selalu menyisir rambut putih panjangku yang aneh.
Sejak kecil aku tahu aku berbeda. Aku tak sama dengan anak-anak lain. Namun ibu tetaplah sayang padaku, putranya.