Namun berdasarkan yurisprudensi (putusan hakim terdahulu), penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan secara sengaja yang berimplikasi pada perasaan tidak enak/penderitaan, menimbulkan rasa sakit, menimbulkan luka, dan sengaja merusak kesehatan orang (Pasal 351 ayat 4).
Soesilo juga memberikan contoh konkrit dari perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu :
a. Perasaan tidak enak misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri dibawah terik matahari, dan sebagainya;
b. Rasa sakit misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya;
c. Luka misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau, dan lain-lain;
d. Merusak Kesehatan misalnya orang itu sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.
Dalam kaitannya dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh senior Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, maka dapat dilihat bahwa perbuatan yang dilakukan senior tersebut telah memenuhi unsur pasal 351 tentang penganiayaan, sebagaimana termuat dalam yurisprudensi yang telah dipaparkan di atas.Â
Berdasarkan bunyi Pasal di atas, maka jerat pidana terhadap senior tersebut yaitu menggunakan Pasal 351 ayat (3) KUHP, yang karena perbuatannya tersebut menyebabkan tewasnya korban.
Dengan demikian, maka dapat  disimpulkan bahwa manajemen dan pengawasan internal instansi terkait merupakan hal krusial dalam menjalankan sistem pendidikan.Â
Dengan diperbaikinya sistem ini, maka diharapkan akan meminimalisir kejadian seperti ini terulang kembali di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H